Pertama Kali dalam Sejarah, Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham Dijabat Perempuan

Ilustrasi: Suasana Lapas/ditjenpas.go.id

Koran Sulindo – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H. Laoly, melantik Sri Puguh Budi Utami menjadi Direktur Jenderal Pemasyarakatan, hari ini. Sri adalah perempuan pertama yang mengemban jabatan itu.

“Ini merupakan sejarah baru bagi Pemasyarakatan bahkan Kementerian Hukum dan HAM. Utami berhasil membuktikan bahwa usaha yang keras diiringi dengan integritas yang tinggi akan memberikan hasil yang luar biasa,” kata Menhumkam, di Jakarta, Jumat (4/5/2018), seperti dikutip ditjenpas.go.id.

Utami adalah lulusan terbaik Akademi Ilmu Pemasyarakatan pada 1986, dan memulai karir sebagai petugas Pemasyarakatan di Lapas Wanita Medan pada tahun sama. Lalu pindah ke  Bangka Belitung, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Banten.

Sri Puguh Budi Utami, Direktur Jenderal Pemasyarakatan yang baru/ditjenpas.go.id

Perempuan kelahiran Ponorogo 2 Juli 1962 sebelumnya menjadi Kepala Biro Perencanaan di Sekretariat Jenderal Kemenkumham dari 2011 hingga 2016, sebelum 2 tahun sebagai Sekretaris Ditjen PAS

“Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas amanah yang diberikan. Dukungan dari Anda semua menjadi motivasi bagi saya untuk bekerja lebih baik lagi,” kata Utami, sesaat setelah pelantikan.

Menurut Utami, tantangan dunia pemasyarakatan saat ini semakin berat.

Persoalan Besar Kemenkumham

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) masih menjadi sumber permasalahan terbesar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) sepanjang tahun lalu.

“2018 diharapkan tidak ada lagi gejolak-gejolak di lapas dan rutan seperti tahun sebelumnya,” kata Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly, dalam Refleksi Akhir Tahun Kemenkumham, Rabu (20/12), seperti dikutip ditjenpas.go.id.

Yasonna menyerukan 2018 sebagai tahun evaluasi Pemasyarakatan, apalagi ada penambahan 14.005 petugas Pemasyarakatan baru pada akhir tahun ini dan mulai ditempatkan pada 2018.

Menurut data situs ditjenpas.go.id, mayoritas Lapas di Indonesia berisi tahanan di atas kapasitas yang tersedia. Tak heran pelarian narapidana menjadi berita yang biasa beberapa tahun terakhir.

Kepala Subdit Komunikasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI (Kemenkumham), Akbar Hadi Prabowo, mengatakan terdapat 5 Lapas terpadat di Indonesia, berdasarkan data Sistem Database Pemasyarakatan per 17 April 2015.

Lapas paling padat kelima adalah Lapas Jambi dengan isi 1.091, sementara kapasitas hanya 218. Over kapasitasnya mencapai 500%.

Urutan keempat terpadat adalah Lapas Tanjung Balai Asahan dengan over kapasitas mencapai 524%. Posisi terpadat ketiga adalah Lapas Bengkalis. Lapas yang berada di wilayah Riau ini dihuni oleh 975 WBP, padahal kapasitasnya hanya 174 penghuni. Kelebihan penghuninya mencapai angka 560 persen.

Lapas Banjarmasin mencatat rekor sebagai yang terpadat kedua di Indonesia. Lapas dengan kapasitas hunian 366 ini, kini isinya mencapai 2.422 orang. Overnya mencapai 662%.

Cabang Rutan Bagansiapiapi merupakan UPT yang paling padat di Indonesia. Rutan ini kapasitasnya hanya 98 orang namun kini harus diisi 696 penghuni.

Saat ini sebanyak 522 lapas di seluruh Indonesia dihuni 240 ribu narapidana, jumlah itu melebihi kapasitas yang ada.

Selain terlalu sesak, biaya makan untuk narapidana juga semakin membengkak, kini mencapai Rp1,3 triliun.

Kemenkumham tahun ini mendapat tambahan sipir penjara sebanyak 14 ribu orang, walau secara rasio masih kurang dibandingkan jumlah narapidana.

Sebanyak 90 Persen Kasus Narkoba Libatkan Lapas

Sebelumnya, Kepala Badan Narkotika Nasional Komjen Pol Budi Waseso mengatakan 90 persen kasus narkoba di Indonesia melibatkan jaringan yang ada di lembaga pemasyarakatan (lapas).

“Sampai saat ini 90 persen pengungkapan narkoba yang kita lakukan selalu melibatkan lapas. Ini faktanya,” kata Buwas sapaan akrab Budi Waseso usai peletakan batu pertama gedung baru BNNP Jatim di Surabaya, 10 Februari 2018 lalu.

“Persoalannya kita tidak komitmen dan tidak konsekuen pada komitmen itu. Kita melanggar komitmen itu, jadi sistem yang ada, kita rusak,” katanya.

Buwas mencontohkan, di dalam lapas ada aturan yang tidak memperbolehkan tahanan menggunakan telepon genggam. Namun kenyataannya, tahanan mau membeli telepon genggam merek apapun dan bisa berganti nomor setiap hari.

“Buktinya dia bisa langsung berhubungan dengan luar negeri. Itu hasil pantauan kita, dan itu fakta. Kalau sekarang saya buka bisa. Dia yang melakukan itu harus dieksekusi karena pengkhianat. Diekseksusi di lapangan saja ramai-ramai, tidak usah pakai senjata karena dia ikut membunuh bangsa,” kata Buwas.

BNN mempunyai batas kewenangan dalam undang-undang, misalnya tidak bisa memasuki kewenangan lapas. [DAS]