Perang Vietnam: Bagaimana Taktik Gerilya Vietcong Menyebabkan Kekalahan Amerika Serikat

Seorang tersangka anggota Vietcong (kanan) ditangkap oleh tentara ARNV pada tahun 1965 selama Perang Vietnam. (Sumber: alphahistory.com)

Perang Vietnam adalah konflik panjang yang melibatkan pemerintah komunis Vietnam Utara dengan Vietnam Selatan dan sekutu utamanya, Amerika Serikat. Konflik ini terjadi di tengah berkecamuknya Perang Dingin.

Lebih dari 3 juta orang tewas dalam Perang Vietnam. Amerika Serikat kehilangan 58,281 tentaranya, sementara 153,372 orang lainnya terluka, 1,584 hilang, dan sekitar 766–778 menjadi tahanan perang. 652-662 orang dari keseluruhan tahanan tersebut dibebaskan atau melarikan diri, sedangkan 114-116 lainnya meninggal.

Pasukan komunis Vietcong mengakhiri perang dengan merebut kendali Vietnam Selatan pada tahun 1975. Keduanya menyatu menjadi Republik Sosialis Vietnam pada tahun berikutnya.

Penyebab Perang Vietnam

Melansir dari beberapa sumber, Vietnam telah berada di bawah kekuasaan kolonial Prancis sejak tahun 1887. Prancis kala itu menyebut Vietnam sebagai Indochina Prancis.

Seorang nasionalis Vietnam bernama Ho Chi Minh (nama aslinya Nguyễn Sinh Cung) berusaha melawan imperialisme Prancis. Setelah belajar dan menerima pelatihan dari Uni Soviet, dia mendirikan Partai Komunis Indochina di Hongkong pada tahun 1930.

Ketika Perang Dunia 2 meletus, pasukan Jepang menginvasi Vietnam pada September 1940. Ho Chi Minh membentuk Viet Minh, atau Liga untuk Kemerdekaan Vietnam pada Mei 1941 untuk melawan penjajah Jepang dan pemerintahan kolonial Prancis.

Setelah kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang menarik pasukannya dari Vietnam dan menyerahkan kendali kepada Kaisar Bao Dai yang berpendidikan Prancis. Melihat peluang untuk merebut kendali, pasukan Viet Minh segera bangkit, mengambil alih kota Hanoi di utara, dan mendeklarasikan Republik Demokratik Vietnam (DRV) dengan Ho Chi Minh sebagai presidennya.

Uniknya, Ho Chi Minh mencontoh Deklarasi Kemerdekaan Amerika tahun 1776 dalam membuat deklarasi negaranya sendiri, sebagai upaya untuk mendapatkan dukungan Amerika Serikat. Tetapi Amerika Serikat tidak memberikan dukungan yang dia harapkan.

Kaisar Bao ingin merebut kembali kota Hanoi. Dengan dukungan Prancis, dia mendirikan negara Vietnam pada bulan Juli 1949 dengan kota Saigon sebagai ibu kotanya. Niatnya untuk menjadikan Vietnam sebuah negara yang berhubungan erat dengan Barat berbenturan dengan keinginan Ho Chi Minh untuk mendirikan negara Vietnam yang komunis.

Perang Vietnam Dimulai

Pada Maret 1947, Presiden AS Harry S. Truman menetapkan kebijakan yang bernama Doktrin Truman. Kebijakan ini memungkinkan Amerika Serikat memberikan bantuan politik, militer, dan ekonomi kepada semua negara demokratis yang terancam oleh kekuatan otoriter eksternal atau internal.

Pada Februari 1950, pasukan Viet Minh meningkatkan serangan terhadap pos-pos terdepan Prancis di Vietnam. Mereka mendapatkan bantuan dari Uni Soviet dan Republik Rakyat China yang baru Komunis.

Melihat Vietnam terancam oleh komunisme, Amerika Serikat mengirimkan bantuan militer ke Prancis untuk operasi mereka melawan Viet Minh pada Juni 1950.

Kemudian pada tanggal 1 November 1951, Amerika Serikat mengorganisasikan unit khusus dari Kelompok Penasihat Bantuan Militer (MAAG) untuk Vietnam. Ini menandai dimulainya Perang Vietnam.

Meski pasukan Prancis telah menerima bantuan dari Amerika Serikat, mereka tetap kalah melawan Viet Minh. Kekalahan mereka dalam Pertempuran Dien Bien Phu pada 7 Mei 1954 menjadi akhir dari kekuasaan Prancis di Indochina. Presiden AS Dwight D. Eisenhower mengatakan pada sebuah pidato bahwa jatuhnya Indochina Prancis ke tangan komunis dapat menciptakan efek domino di Asia Tenggara.

Pada bulan Juli di tahun yang sama, Kesepakatan Jenewa menetapkan Vietnam Utara dan Selatan dengan garis pemisah paralel ke-17. Ho Chi Minh mengontrol bagian Utara, sementara Kaisar Bao memerintah bagian Selatan. Perjanjian itu juga menyerukan pemilu nasional untuk reunifikasi Vietnam pada tahun 1956. Namun pemilu itu tidak pernah terjadi.

Pada tahun 1955, seorang nasionalis Katolik bernama Ngo Dinh Diem menggantikan Kaisar Bao sebagai presiden Pemerintah Republik Vietnam (GVN). Dia segera mendapat dukungan dari AS, yang sedang memperkeras kebijakannya terhadap sekutu-sekutu Uni Soviet.

Dengan pelatihan dan perlengkapan dari militer AS dan CIA, pasukan keamanan Ngo Dinh Diem menindak tegas para simpatisan Viet Minh di selatan. Ngo Dinh Diem menyebut mereka sebagai Vietcong (Komunis Vietnam) dan menangkap sekitar 100.000 orang, banyak di antaranya disiksa dan dieksekusi secara brutal.

Pada tahun 1957, Vietcong dan penentang rezim represif Ngo Dinh Diem mulai melawan dengan menyerang pejabat pemerintah dan target lainnya. Dua tahun kemudian, mereka terlibat baku tembak dengan tentara Vietnam Selatan.

Di tahun ini juga pasukan Vietnam Utara mulai membangun rute pasokan melalui Laos dan Kamboja ke Vietnam Selatan untuk mendukung serangan gerilya terhadap pemerintahan Ngo Dinh Diem di selatan. Rute tersebut kemudian dikenal sebagai Jalur Ho Chi Minh.

Pada bulan Desember 1960, lawan-lawan politik Ngo Dinh Diem di Vietnam Selatan, baik komunis maupun non-komunis, membentuk Front Pembebasan Nasional (NLF) untuk mengorganisasi perlawanan terhadap rezimnya. Amerika Serikat menyebut front tersebut sebagai bonekanya Hanoi karena keterlibatan Vietnam Utara dalam pembentukannya.

Memasuki bulan Mei 1961, Presiden AS John F. Kennedy mengirim helikopter dan 400 anggota Baret Hijau (Green Berets) ke Vietnam Selatan dan memulai operasi-operasi rahasia melawan Vietcong. Salah satu operasi yang paling terkenal dan paling mematikan adalah Operasi Ranch Hand, di mana pesawat AS mulai menyemprotkan Agent Orange dan herbisida lainnya di daerah pedesaan Vietnam Selatan untuk mematikan tanaman, yang memberikan perlindungan sekaligus menjadi makanan para pasukan Vietcong.

Perang Vietnam mencapai puncaknya pada 8 Maret 1965, ketika Amerika Serikat menurunkan 3.500 anggota Marinirnya di Da Nang, Vietnam Selatan. Mulai saat itu, korban berjatuhan. Dalam Operasi Starlite, sekitar 5.500 Marinir AS menggempur Resimen Vietcong Pertama dalam serangan darat besar pertama oleh pasukan AS di Vietnam. Operasi enam hari tersebut berhasil membubarkan resimen Vietcong, namun itu hanya berlangsung sementara.

Pada November 1965, hampir 300 orang Amerika tewas dan ratusan lainnya terluka dalam pertempuran skala besar pertama, yaitu Pertempuran Lembah La Drang. Pada tahun berikutnya, Amerika Serikat meningkatkan jumlah pasukan di Vietnam hingga mencapai 400,000. Kemudian di tahun 1967, jumlahnya bertambah lagi menjadi 500,000, menyebabkan protes besar di Washington DC, New York, dan San Francisco.

Meski mendapat protes keras dari banyak pihak, pemerintah Amerika Serikat terus bertempur dalam Perang Vietnam. Dalam Pertempuran Dak To di bulan November 1967, pasukan AS dan Vietnam Selatan melawan serangan Vietcong di Dataran Tinggi Tengah. Di sana, pasukan AS menderita sekitar 1.800 korban.

Tahun 1968 menjadi momen paling berdarah bagi Amerika Serikat karena 16.899 warganya tewas dalam Perang Vietnam. Pasukan komunis dari Tentara Rakyat Vietnam Utara (PAVN) juga membombardir garnisun Marinir AS di Khe Sanh, Vietnam Selatan secara besar-besaran dengan artileri. Selama 77 hari, marinir dan pasukan Vietnam Selatan harus berjuang menangkis pengepungan tersebut.

Amerika Serikat Melemah

Pada akhir Januari 1968, selama liburan tahun baru Imlek (“Tet”), pasukan Vietcong dan komunis Vietnam Utara melancarkan serangan terkoordinasi terhadap lebih dari 100 kota dan pos terdepan di Vietnam Selatan, termasuk Hue dan Saigon. Serangan terorganisasi itu dikenal sebagai Serangan Tet.

Tahap pertama Serangan Tet dimulai pada tanggal 30 dan 31 Januari, ketika pasukan NLF secara serentak menyerang sebagian besar wilayah berpenduduk padat dan tempat-tempat dengan kehadiran pasukan AS yang besar. Serangan terhadap kota besar Huế dan Saigon memberikan dampak psikologis yang dalam, karena menunjukkan bahwa pasukan NLF tidak selemah yang diklaim Pemerintahan Johnson. NLF bahkan berhasil menerobos tembok luar Kedutaan Besar AS di Saigon.

Selama 11-17 Februari 1968, 543 tentara AS tewas. Ini adalah jumlah kematian tertinggi yang AS derita selama perang.

Tahap kedua Serangan Tet terjadi pada tanggal 4 Mei dan berlanjut hingga bulan Juni. Pasukan NLF meluncurkan serangan serentak terhadap kota-kota kecil. Tahap ketiga dimulai pada bulan Agustus dan berlangsung selama enam minggu. Vietnam Utara mencapai kemenangan strategis. Serangan Tet menjadi titik balik dalam Perang Vietnam karena menyebabkan kerugian besar dan melemahkan dukungan publik AS.

Pada bulan-bulan berikutnya, pasukan AS dan Vietnam Selatan merebut kembali kota-kota yang telah diamankan NLF selama serangan, tetapi mereka mengalami banyak kerugian sipil dan militer dalam prosesnya.

Amerika Serikat Mulai Mundur

Mulai tahun 1969, Pemerintahan Nixon secara bertahap mengurangi jumlah pasukan AS di Vietnam Selatan. Pasukan menyusut dari yang sebelumnya sebanyak 549.000 menjadi 69.000 pada tahun 1972. Namun AS tetap melancarkan sejumlah serangan terhadap Vietcong.

Pasukan Vietcong sendiri terus menunjukkan kebrutalannya. Selama Maret-Oktober 1972, Tentara Rakyat Vietnam melancarkan Serangan Paskah tiga arah berskala besar terhadap Tentara Republik Vietnam dan pasukan AS. Hasilnya, Vietnam Utara berhasil memperoleh kendali atas lebih banyak wilayah di Vietnam Selatan.

Akhirnya pada 27 Januari 1973, Presiden Richard Nixon menandatangani Perjanjian Perdamaian Paris, mengakhiri keterlibatan langsung Amerika Serikat dalam Perang Vietnam sekaligus menandai kekalahannya. Ketentuan utama Perjanjian itu meliputi gencatan senjata di seluruh Vietnam, penarikan pasukan AS, pembebasan tawanan perang, dan penyatuan kembali Vietnam Utara dan Selatan melalui cara damai.

Vietnam Utara menerima usulan tersebut dan pasukan AS mulai meninggalkan Vietnam. Pada 29 Maret 1973, pasukan tempur AS terakhir meninggalkan Vietnam Selatan saat Hanoi membebaskan banyak tawanan perang yang tersisa. Dua tahun kemudian, Vietnam Selatan jatuh akibat invasi besar-besaran oleh Vietnam Utara.

Penyebab Kekalahan AS dalam Perang Vietnam

Kekalahan Amerika Serikat dalam Perang Vietnam memberikan dampak psikologis yang sangat dalam bahkan sampai sekarang. Selama perang tersebut, Angkatan Darat AS memang memiliki persenjataan yang unggul, tetapi mereka gagal melawan taktik gerilya pasukan Vietcong.

Taktik yang Vietcong gunakan adalah mengirim tim-tim kecil untuk menyergap patroli AS dan menyerang target-target tetap, seperti kamp dan pangkalan, secara tiba-tiba pada malam hari. Vietcong juga menyiapkan perangkap dan memancing pasukan AS menjauh dari kamp.

Pada saat yang sama, Vietcong menyamarkan kamp-kamp mereka sendiri dan menempatkan fasilitas vital, seperti rumah sakit, gudang senjata, ruang komando, tempat tidur, dapur, dan sumur, di terowongan-terowongan bawah tanah. Mereka lalu mendirikan pos pengintaian di sekitar setiap kamp sehingga memudahkan pengawasan.

Sistem terowongan ini dapat menyembunyikan ribuan Vietcong dengan baik, sehingga membantu mereka dalam perang gerilya. AS seringkali kesulitan masuk karena terowongan-terowongan tersebut dipasangi paku dan granat.

Selain itu, Vietcong berhasil memenangkan hati dan pikiran para petani di Vietnam Selatan. Mereka menawarkan bantuan untuk pekerjaan sehari-hari dan menjanjikan tanah, kekayaan, dan kebebasan di bawah kepemimpinan Ho Chi Minh dan kaum komunis. Tentara Vietcong pun menyamar sebagai warga sipil. Ini membuat pasukan AS kesulitan untuk mengetahui siapa yang Vietcong dan siapa yang bukan. [BP]