Ilustrasi

Koran Sulindo – Sekarang ini di seluruh Indonesia, dari 152 ribu koperasi yang terdata, hanya setengahnya yang dalam kondisi sehat. Lalu, ada 40 ribu koperasi telah dibubarkan, karena tidak aktif, hanya memiliki papan nama.

Demikian dinyatakan Menteri Koperasi dan UKM A.A.G.N. Puspayoga dalam Raker Komite IV DPD RI dengan Menteri Koperasi dan UKM, yang membahas pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25/1992 tentang Perkoperasian di Jakarta, Senin (18/9).

Puspayoga mengungkapkan, seluruh koperasi di Indonesia pada tahun 2019 harus masuk dalam kategori sehat. “Yang kurang akan kami bina untuk disehatkan. Kalau tidak sehat juga, ya, akan kami bubarkan. Karena, sesuai dengan arah Reformasi Total Koperasi, kami tidak berorientasi kepada jumlah koperasi, melainkan kepada kualitas koperasi,” tutur Puspayoga.

Dalam kesempatan itu, Puspayoga juga menjelaskan, dirinya sebagai menteri diberi tiga target oleh Presiden Joko Widodo. Target tersebut adalah reformasi total koperasi, meningkatkan kontribusi koperasi terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) nasional, dan meningkatkan rasio kewirausahaan di Indonesia.

“Tahun 2016, PDB koperasi sudah mencapai 3,99 persen, dari sebelumnya 1,71 persen. Begitu juga rasio kewirausahaan, sudah meningkat signifikan, dari 1,55 persen menjadi 3,01 persen pada tahun 2016. Kami menargetkan, pada tahun 2019, PDB koperasi bisa melebihi angka 5 persen,” ujarnya.

Kementeriannya juga terus mengembangkan skema-skema pembiayaan bagi koperasi dan UMKM, antara lain kredit usaha rakyat (KUR) dan kredit Ultra Mikro Indonesia (KUMI). “Dalam tahap awal pelaksanaan KUMI, kami sudah menandatangani MoU dengan PBNU dan Muhammadiyah. Kami juga telah melakukan sosialisasi terkait KUMI kepada koperasi-koperasi yang akan dicalonkan sebagai penyalur kredit UMI, sebanyak 60 koperasi dari berbagai daerah,” ungkap Puspayoga.

Adapun mengenai Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) KUMKM, ia mengakui, penyaluran sebagian besar dana bergulir masih terkonsentrasi kepada koperasi dan UMKM di Pulau Jawa. Musababnya: masih terbatasnya sumber daya manusia di LPDB. Juga karena ada ketentuan dan peraturan yang menyatakan LPDB KUMKM tidak bisa membuka unit-unit pelayanan di daerah. Itu sebabnya pelayanan dan pinjaman dana bergulir serta pengawasannya sangat terbatas.

Kendati demikian, kementeriannya pada periode 2014 sampai 2017 terus mengembangkan berbagai upaya peningkatan pelayanan dan kemudahan akses pada LPDB KUMKM. Misalnya dengan, menurunkan tingkat suku bunga sektor riil dari 6% menjadi 4% per tahun dan tingkat suku bunga untuk KSP dari 9% menjadi 7%.

Mengenai kredit macet, tambahnya, periode pencairan 2015 hingga 31 Agustus 2017 sebesar 0,91%. “Masih jauh dari ambang batas toleransi yang ditetapkan Menteri Keuangan, yang maksimal lima persen,” kata Puspayoga.

Pihaknya juga membuat program re-branding koperasi, khususnya untuk kalangan generasi milenials usia 17-35 tahun. “Karena, berdasarkan hasil sebuah survei, koperasi kurang populer di kalangan generasi milenial. Kami berharap, mereka paham dan mengetahui tentang kaidah-kaidah koperasi. Setelah itu, kami akan mendorong mereka untuk berkoperasi,” ujarnya.

Dalam rapat kerja itu, sejumlah anggota DPD mengajukan pertanyaan dan mengemukakan sejumlah fakta di lapangan. Ada yang mengatakan masih banyak usaha mikro dan kecil yang kesulitan mengakses KUR. Juga berharap penyaluran KUR dan dana bergulir bisa merata di seluruh Indonesia, dengan prioritas utama di wilayah yang pertumbuhan ekonominya lemah.

Selain itu, ada juga anggota DPD yang menyorot alokasi APBN ke Kemenkop dan UKM, yang jumlahnya kecil dan tak kunjung bertambah. Jumlah yang kecil itu mengindikasikan pemerintah tidak serius membangun koperasi dan UKM di Indonesia. [RAF]