Sulindomedia – Jangan begitu berharap bahwa dengan pengampunan pajak dapat serta merta mengubah perilaku wajib pajak. Bila dianalogikan, hal ini seperti halnya  dengan meminum paracetamol ketika sakit. “Kelihatannya memang sembuh, tapi sebenarnya akar permasalahannya masih ada di sana, tidak ikut diobati,” ujar Ekonom UGM,  Dr. Akhmad Makhfatih, M.A. dalam diskusi antara perwakilan komisi XI DPR RI yang dipimpin Ir. H Marwan Cik Asan dari Fraksi Partai Demokrat dengan beberapa pakar dari UGM, Kamis (21/4/2016) di Gedung Pusat UGM.

Sementara itu pakar hukum Pidana UGM Prof Dr Edward Omar Sharif Hiariej menyatakan kesetujuannya adanya pengampunan pajak dari perspektif hukum pidana, karena paradigma hukum pidana saat ini tidak hanya untuk memasukkan orang ke dalam penjara. “Tapi, amnesti pajak harus diikuti juga dengan strong law enforcement,” tegasnya.

Sebagaimana diketahui Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak yang oleh pemerintah dipandang dapat meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak serta menggenjot pembangunan nasional masih mengundang pro-kontra. Ada yang menilai aturan tersebut sarat dengan unsur ketidakadilan, dan manfaat jangka panjangnya pun masih dipertanyakan.

“Berbicara mengenai RUU ini, baik atau buruk itu relatif. Dampaknya tentu bisa meningkatkan penerimaan negara, tetapi di level berikutnya juga diharapkan ada perubahan perilaku dari wajib pajak terkait kepatuhan dalam membayar pajak,” kata Akhmad Makhfatih lagi.

Diungkapkan Akhmad Makhfatih bahwa kebijakan serupa telah diterapkan di beberapa negara, seperti Amerika Serikat dan Australia. Namun pada kenyataannya, hasil yang diperoleh tidak terlalu menggembirakan, karena peningkatan pemasukan pajak hanya berlangsung sementara. Dalam jangka panjang, pemberlakuan aturan seperti ini justru dapat memunculkan ketidakadilan antara para wajib pajak yang patuh dengan wajib pajak yang mungkin secara sengaja menghindari atau menggelapkan pajak.

“Pajak memang selayaknya menjadi bentuk kontribusi masyarakat terhadap penyelenggaraan negara, suatu wujud gotong royong yang dijalankan secara sukarela. Namun, menurutnya, filosofi seperti ini belum terlihat di Indonesia,” tuturnya.

Karena itu, menurut Akhmad Makhfatih,  perlu ada serangkaian kebijakan untuk mengedukasi wajib pajak, serta pemberlakuan sanksi yang tegas. Tanpa diikuti kebijakan yang mendukung, aturan ini bukan hanya tidak akan menunjukkan dampak positif, tetapi justru akan menimbulkan konversi, di mana wajib pajak yang patuh menjadi enggan membayar pajak karena mereka melihat bahwa wajib pajak yang tidak patuh pun tidak diberi hukuman.

Penegakan hukum, tambah Hiariej, menjadi hal yang diperlukan untuk menjalankan fungsi rehabilitatif, yaitu bagaimana membuat orang patuh dan berperilaku lebih baik. Hal ini salah satunya dilakukan dengan memperbaharui ketentuan mengenai pajak. “Sehingga perubahan yang dilakukan menjadi sesuatu yang menyeluruh, bukan sekedar untuk meningkatkan penerimaan pajak pada tahun ini saja,” kata Hiariej. [YUK]