Bonie Setiawan (kedua dari kiri) dalam sebuah acara Sekretariat Nasional Jokowi tahun 2014 lalu.

Sulindomedia – “Sosialisme Indonesia yang digagas Bung Karno senapas dengan Undang Undang Dasar 1945, khususnya pasal 33. Pasal 33 ayat 1, 2, dan 3 jelas merupakan prinsip-prinsip sosialisme,” kata pengamat ekonomi politik Bonie Setiawan di Jakarta, Selasa lalu (1/3/2016).

Dalam Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 disebutkan, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Ayat 2-nya berbunyi: cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Ayat 3-nya: bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dengan demikian, sampai pada bagian itu, menurut Boni, Indonesia masih menerapkan sosialisme sebagaimana gagasan Bung Karno. Hanya saja, dalam perjalanannya, banyak cara dilakukan oleh kaum liberal untuk mengamandemen atau mengubah pasal 33 itu. Meski tidak pernah berhasil mengubah, kaum liberal itu mampu menambah ayat. Maka, kemudian muncullah ayat 4 dan 5 pada Pasal 33 UUD 1945 Amandemen.

Dalam ayat 4 disebutkan, perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.  “Efisiensi itu praktik kapitalis,” ungkap Boni.

Dalam ayat 5-nya disebutkan, ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. “Nah, undang-undang yang sekarang banyak dibuat mengacu pada ayat-ayat 4 dan 5 yang merupakan produk liberal. Sementara itu, ayat 1, 2, dan 3 dalam pasal 33 itu hanya dianggap sebagai pajangan,” papar Bonie.

Ia mencontohkan Undang-Undang Penanaman Modal yang sudah jelas menggambarkan konsep liberal. “Hampir semua undang-undang yang lahir setelah reformasi sudah liberal semua. Ini bisa terjadi karena memang ada yang men-setting, ada yang mengarahkan agar Indonesia masuk ke rezim liberal. Maka itu, ada yang mengatakan Indonesia didorong  menjadi neoliberalisme,” katanya.

Lebih lanjut Bonie mengatakan, ayat 4 dan 5 itu menjadi sumber dari masalah. Dengan demikian harus ada upaya-upaya agar pasal 33 kembali ke ayat 1, 2, dan 3 saja.

Diungkapkan Bonie, pemerintahan Jokowi sekarang ini kelihatannya mau mengadopsi konsep Trisakti melalui program Nawacita-nya. Kalau memang begitu, pemerintah harusnya konsisten dan konsekuen. Menurut Bonie, jika mau menerapkan konsep Trisakti, harus meninjau kembali semua peraturan yang bersifat liberal. Semua yang tidak sejalan dengan pasal 33 harus diganti dengan yang sesuai, yang merupakan turunan dari pasal 33. “Sekarang ini kan semua dipaksa swastanisasi atau public private partnership, kemitraan. Nah, Jokowi ini di satu pihak memakai istilah-istilah atau konsep-konsep Trisakti, tapi dalam pelaksanaannya tidak sesuai. Jangan sekadar janji kampanye, tapi harus konsekuen,” kata pengamat yang pernah bergabung dalam Sekretariat Nasional Jokowi itu.

Bonie mengusulkan untuk mengadopsi kembali konsep Pembangunan Semesta Berencana, yakni pembangunan yang sifatnya menyeluruh dan terencana. Maksudnya adalah ekonomi terpimpin, bukan lagi ekonomi liberal.

Sekarang ini, dengan kepemimpinan Jokowi yang “bersih” dan bertekad membasmi mafia dan memberantas korupsi, BUMN sudah seharusnya bisa bekerja secara profesional dan tidak lagi menjadi “sapi perah” keluarga presiden atau partai politik seperti era Orde Baru.

Bonie menyebut contoh, yang paling baik adalah yang pernah dilakukan pada era kepemimpinan Presiden Habibie, yang menerapkan BUMN-IS atau BUMN Industri Strategis. “Kita bisa lihat hasilnya, Pindad, PT Perkapalan. Sayangnya, itu disetop dananya. Sebaiknya, pemerintahan sekarang melaksanakan kembali Industri strategis ini,” tuturnya.

Yang juga diperhatikan, lanjutnya, adalah sektor pertanian. Sebab, yang terjadi sekarang ini, industri pertanian sudah diserahkan ke pasar. Masuknya investor dari Cina untuk rice estate di Karawang akan mematikan petani kita. “Ini sudah kebablasan. Trisakti hanya lips service belaka,” kata Bonie Setiawan. [KRN/PUR]