Pendiri Jamaah Ansharut Daulah, Aman Abdurrahman, Dituntut Hukuman Mati

Aman Abdurrahaman/wsj.com

Koran Sulindo – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa aktor bom Thamrin, Oman Rochman alias Aman Abdurrahman, hukuman mati, di pengadilan negeri Jakarta Selatan, Jumat (18/5/2018).

Pendiri Jamaah Ansharut Daulah itu dianggap pihak bertanggung jawab saat aksi teror di Jalan Thamrin Jakarta Pusat yang menewaskan sejumlah orang, dan menjadi aktor utama beberapa serangan lain di Indonesia.

Jaksa juga meminta majelis hakim memberikan kompensasi bagi para korban akibat serangan teror Aman.

Aman disangkakan melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6, subsider Pasal 15 juncto Pasal 7 UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau hukuman mati.

Selain itu, Aman juga disangka dengan Pasal 14 juncto Pasal 7 subsider Pasal 15 juncto pasal 7 UU Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dengan ancaman pidana penjara seumur hidup.

Jaksa menilai tidak ada hal yang meringankan dari Aman dan hal memberatkan Aman sebagai residivis.

Tim kuasa hukum Aman diagendakan untuk menyampaikan nota pembelaan pada sidang Jumat pekan depan yang akan berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mulai pukul 08:30 WIB.

Tokoh Utama JAD

Sementara itu Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan Aman Abdurrahman atau Oman Rochman, yang dituntut hukuman mati dalam kasus bom Thamrin di Jakarta, merupakan tokoh utama dalam jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD).

“Dialah tokoh utama dalam jaringan JAD ini. JAD menurut penyidik kepolisian merekalah yang ternyata kedapatan terbukti pelaku pelaksanaan bom bunuh diri,” kata Jaksa Agung, di Jakarta, Jumat (18/5/2018), seperti dikutip antaranews.com.

Menurut Prsetyo, Aman yang membentuk jaringan dan memberikan doktrin kepada pengikutnya.

“Itulah yang sekarang menyebar melakukan aksi-aksi teror,” katanya.

Kebanyakan pelaku bom bunuh diri adalah mereka yang pernah berangkat ke Suriah dan dideportasi kembali ke Indonesia.

“Ternyata, di sinipun belum menghentikan atau belum mengubah pemahaman itu. Tetap menganggap Indonesia sebagai negara thogut,” katanya.

Aman dalam setiap acara dakwahnya selalu mengatakan untuk supaya pengikutnya melakukan jihad di tempatnya masing-masing.

Tampaknya, Aman juga menulis buku-buku cukup banyak dan berisi ajaran yang dijadikan acuan bagi pengikut-pengikutnya.

“Jadi, jaksa mengatakan di samping Aman sebagai residivis karena sudah dihukum dua kali dalam kasus yang sama, dia juga dianggap membahayakan kehidupan kemanusiaan,” kata Prasetyo.

Siapa Aman?

Siapa Aman Abdurrahman? Ia bukan orang baru dalam dunia terorisme di Indonesia. Ia diduga telah terlibat dalam aksi teror sejak 2009 dan saat ini merupakan pendiri sekaligus pemimpin Jamaah Ansharut Daulah (JAD), kelompok yang diduga merupakan dalang dibalik bom gereja di Surabaya.

JAD dinyatakan berafiliasi dengan ISIS.

Aman sempat disebut-sebut sebagai pimpinan ISIS di Indonesia, tetapi ia membantah tuduhan itu. Ia mengakui bahwa memang ada beberapa ceramah dan pemahamannya yang dijadikan oleh orang lain untuk melakukan aksi teror, namun itu tidak berarti bahwa ia merupakan pemimpin ISIS di Indonesia.

Menurut Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), Aman Abdurrahman diduga berada dalam daftar keanggotaan ISIS dan ditugasi sebagai penerjemah propaganda mereka di Indonesia.

Akhir 2010, Aman divonis 9 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat karena terbukti membantu pelatihan militer di Pegunungan Jalin Jantho, Aceh Besar, satu tahun sebelumnya. Ia bebas dari penjara pada Agustus 2017 setelah mendapatkan remisi bersamaan dengan HUT RI ke-72.

Tetapi ia tidak bisa langsung menghirup udara bebas, karena 4 hari sebelum kebebasannya, ia dijemput oleh Densus 88 dan ditahan di Mako Brimob karena dugaan keterlibatan dalam kasus Bom Thamrin. Aman dianggap ikut merancang dan membantu lima aksi terorisme sejak tahun 2009. Penangkapannya pada Agustus 2017 terkait dengan keterlibatannya ikut merencanakan serangan Bom Thamrin dari dalam penjara.

Ia diduga memanfaatkan waktu kunjungan saat masih berada di lembaga pemasyarakatan Nusakambangan untuk bertemu dengan para pelaku serangan Bom Thamrin seperti Sunakim dan Ali.

Selain itu, organisasi JAD yang dipimpinnya juga diduga menggelar pelatihan militer dan merencanakan pembelian senjata dari Filipina.

Ia juga diduga terlibat dalam perencanaan serangan Bom Gereja Oikumene di Samarinda tahun 2016, Bom Kampung Melayu 2017, serta dua penembakan polisi di Medan dan Bima pada tahun 2017. [DAS]