Impor Beras, Pemerintah Andalkan Jurus Ngotot

Ilustrasi, pedagang beras eceran - Istimewa

Koran Sulindo – Impor beras sebanyak 500 ribu ton dipastikan tak bakal mengganggu harga jual petani di daerah. Mereka diklaim bakal terlindungi dari fluktuasi harga beras karena jika stok beras di dalam negeri terbatas, maka harga beras di dalam negeri dipastikan bakal naik.

Menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, impor beras perlu dilakukan untuk menjaga agar cadangan Bulog tetap berada di atas satu juta ton.

“Jangan lupa, kalau harga naik maka petani juga mendapat masalah. Petani jaman sekarang ini justru membeli beras, dan tidak ada lagi seperti dulu yakni memiliki lumbung padi,” kata Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Senin (15/1).

JK menambahkan kondisi petani di daerah saat ini berbeda dengan dulu ketika sebagian besar gabah hasil panen disimpan di lumbung padi untuk persediaan kebutuhan pangan.

Menurutnya, keadaan sekarang berbalik karena petani justru menjual gabah saat panen dengan harga murah namun membeli beras dengan harga lebih tinggi untuk kebutuhan sehari-hari.

Sementara itu menurut Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Pemerintah Indonesia sudah tak pernah lagi melakukan kebijakan impor beras medium sejak 2016. Menurutnya, bukan masalah besar jika awal tahun ini pemerintah merencanakan impor.

“Kami ingin sampaian beberapa capaian, capaian itu per hari ini adalah kita di 2016 – 2017 tidak ada impor beras medium,” kata Amran di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan.

Impor beras memang bukan hal yang dilarang namun melakukannya di saat petani sedang mempersiapkan panen raya jelas ‘menyakiti’ para mereka.

Di Banten, rencana masuknya beras impor di tolak pemerintah provinsi karena petani sedang panen yang diperkirakan bakal menghasilkan 512.388 ton beras sepanjang bulan Januari-Maret 2018. Dengan konsumsi hanya 324.000 ton, wilayah dipastikan mengalami surplus sebesar 188.388 ton.

Tak hanya di Banten, di Banyumas, Provinsi Jawa Tengah rencana pemerintah mendatangkan beras dari luar negeri dianggap sebagai pilihan yang tak masuk akal. Ketua Gabungan Kelompok Tani Sri Jaya, Desa Tinggarjaya, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas, Sartam, meminta pemerintah menunda rencana tersebut.

Ia menyebut Banyumas sebagai salah satu lumbung padi di Jawa Tengah akan mulai memasuki panen pada Januari 2018 ini. Bahkan musim panen panen ini akan terus berlangsung hingga akhir Maret 2018.

“Tolong beri kesempatan pada petani untuk menikmati harga yang cukup baik. Kami yakin, kalau pemerintah memasukkan beras impor dalam waktu dekat, maka harga beras akan langsung anjlok,” kata Sartam.

Ia menambahkan, saat ini petani sedang menikmati harga jual yang cukup baik. Umumnya jika musim panen berlangsung harga gabah kering giling bakal anjlok hingga di bawah Rp 4.000 per kg. Sementara kalau sedang tidak panen dan petani sudah tidak menyimpan gabah, harga gabah melonjak.

“Saat ini, harga gabah sedang baik. Mohon pemerintah bisa memberi kesempatan pada kami para petani, agar bisa menikmati jerih payah kami dari menanam padi dengan harga jual yang lebih baik,” kata dia.

Rekor harga

Sebelumnya dalam beberapa kesempatan Kementan mengklaim produksi beras mencukupi untuk kebutuhan. Ia menyebut keran impor justru dikhawatirkan mengganggu harga jual di tingkat petani.

Awal tahun ini meski mengklaim stok beras di Bulog cukup hingga musim panen pada bulan Februari mendatang, harga beras justru mencatat rekor tertinggi sepanjang sejarah.

Harga beras jenis medium di Pasar Induk Cipinang akhir pekan lalu mulai merambat di kisaran Rp 10.500-11.500. Angka itu lebih tinggi dibanding periode yang sama awal tahun lalu sebesar Rp 9.500.

Pedagang beras di Pasari Induk Cipinan beras terus mulai mengalami kenaikan sejak bulan November silam. Mereka menyebut setiap minggu beras naik secara konstan antara Rp 300-500 hingga mencapai harga sekarang.

Fluktuasi harga beras juga menyulitkan pedagan menentukan harga jual. Mereka menyebut kenaikan harga terjadi karena menurunnya jumlah pasokan dari lumbung-lumbung beras di Pulau Jawa seperti Karawang, Subang dan Indramayu.

Pasokan beras dari sentra-sentra tersebut menurun akibat anjloknya produksi tahun lalu akibat berbagai gangguan hama antara lain wereng batang coklat.

Diperkirakan gejolak harga beras bakal terus berlangsung setidaknya hingga awal Maret mendatang. Itupun dengan asumsi jika panen akhir Januari atau awal Februari dan membutuhkan waktu pemrosesan di tingkat petani.

Gejolak harga beras harus segera diantisipasi oleh pemerintah. Butuh langkah intensif agar tak terjadi panic buying yang memicu melambungnya harga beras. Selain mengandalkan panen raya, sumber pengadaan lain yang bisa menjadi alternatif meski tak disarankan adalah impor.

Selain soal pasokan yang berkurang, naiknya harga beras juga dianggap hanya merupakan penyesuaian dari harga gabah kering di sejumlah daerah.

Saat ini harga gabah panen yang dipantau di 84 kota/kabupaten sudah mencapai Rp5.200-Rp6.000 per kg dan menjadi Rp 7.000 jika dikonversi sebagai gabah kering giling. Harga beli gabah kering giling tersebut naik rata-rata sebesar 25 persen.

Sementara itu, Ombudsman Republik Indonesia mendesak Kementan untuk tak lagi mengumbar informasi stok beras yang tidak akurat kepada publik. Selama ini Kementan selalu menyatakan jika produksi beras suplus dan stok cukup.

Pernyataan itu ternyata hanya didasarkan perkiraan luas panen dan produksi gabah tanpa jumlah dan sebaran stok beras secara riil. “Kami menyarankan pemerintah menghentikan pembangunan opini-opini surplus yang berlebihan,” kata anggota Ombudsman Ahmad Alamsyah Saragih di Kantor Ombudsman RI.

Gejala kenaikan harga beras sudah terjadi sejak akhir tahun. Tanpa temuan penimbunan dalam jumlah yang besar, hal tersebut menunjukkan indikasikan proses mark up data produksi dalam model perhitungan yang digunakan selama ini.

Pernyataan suplus tanpa didukung data akurat tentang jumlah dan sebaran stok beras di pasar bagaimanapun membuat keputusan-keputusan yang diambil menjadi keliru. Fluktuasi harga bisa diredam jika terdapat data yang jelas.

Kepada Kementan, Ombudsman menyarankan segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program cetak sawah, luas tambah tanam, benih subsidi dan pemberantasan hama.[TGU]