produk halal
Ilustrasi/spiegel.de

Koran Sulindo – Dikenal sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, maka sudah sepatutnya pemerintah Indonesia mendorong perkembangan bisnis halal guna menunjang sektor ekonomi negeri. Ini mengingat, di samping bisnis halal di Indonesia dinilai masih kurang populer juga telah banyak negera lain justru mulai mengembangkan bisnis berbasis halal.

Hal ini dikemukakan Dr. Hendri Saparini, Komite Nasional Ekonomi dan Industri Republik Indonesia, saat berbicara dalam 2nd ICIEFI (International Conference on Islamic Economics and Financial Inclusion), di Amphiteater Pascasarjana UMY, pada Selasa (24/01).

“Jepang saja sekarang sudah mengembangkan halal bussiness, pada sektor pariwisata dan industri makanan. Mereka bahkan bekerja sama dengan Malaysia untuk mendapatkan label halal untuk makanan produksi mereka,” ujarnya.

Tak hanya Jepang, lanjut Hendri, Italia juga sudah menjalankan bisnis halal di bidang fashion. Bahkan Italia mengklaim sebagai negara penyedia fashion muslim.

Melihat trend ini Hendri menilai bahwa kedepannya bisnis halal akan semakin berkembang di kawasan global. Karena itu bila Indonesia belum sadar dalam pengembangan bisnis halal, maka potensi Indonesia untuk menjadi produsen bisnis halal akan kalah dengan negara lain. “Indonesia hanya akan terus menjadi konsumen, padahal komunitas muslim di Indonesia sangatlah besar,” tuturnya.

Seharusnya, menurut Hendri, kita sebagai akademisi juga harus sadar dan mulai mengembangkan halal bisnis. Terutama pada sektor makanan.

Hendri pada kesempatan itu mengingatkan pula bahwa nilai yang terkandung di dalam Undang-Undang Dasar 1945 sudah selaras dengan Islamic Values yang pernah diterapkan oleh khalifah Islam di masa lalu. Baik dalam Islam dan dalam UUD 1945, kata Hendri, telah disebutkan bahwa 80 persen minyak dan gas harus dikuasai oleh negara. Namun kenyataannya, saat ini justru sektor privat yang menguasai minyak dan gas yang ada di Indonesia, sehingga ekonomi Indonesia masih stagnan.

Hendri juga menyinggung Amerika Serikat. Menurutnya, Presiden AS Donald Trump yang baru saja dilantik akan memberlakukan kebijakan proteksi untuk produk-produk asing yang akan masuk ke Amerika. Pun juga kalau melihat India yang sudah pula memberlakukan pajak pada produk impor sebanyak 43 persen sebagai bentuk dari kebijakan proteksi negerinya. Harusnya, katanya, Indonesia dapat meniru kebijakan proteksi tersebut mengingat pemberlakuan terhadap pajak impor di Indonesia, masih sangat murah.

“Tidak seperti sekarang yang harga produk impor malah sangat murah. Kita seharusnya mendorong produk lokal dan memajukan industri dalam negeri,” kata Hendri. [YUK]