Koran Sulindo –Menyusul laporan eksklusif Washington Post yang menyebut CIA meyakini putra mahkota Saudi, Mohammad bin Salman terlibat pembunuhan Jamal Kashoghi, ‘tabrakan’ kepentingan Washington dan Riyadh tampaknya bakal tak terhindarkan.
Berjanji mengungkap dalang pembunuhan, Presiden Amerika Donald Trump dihadapkan pada salah satu keputusan terberatnya sebagai presiden. Terutama karena Saudi dan MBS merupakan sekutu utama Trump di Timur Tengah.
Laporan The Washington Post menyebut saudara laki-laki MBS, Khalid bin Salman yang bertindak sebagai duta besar Saudi di Washington, adalah orang yang menelepon Khashoggi sekaligus mendorongnya pergi ke Konsulat Saudi di Istanbul.
Duta Besar Saudi membantah telah melakukan percakapan telepon dengan Khashoggi.
Mentor dan penasihat MBS, Maher Abdulaziz Mutrib diduga setelah pembunuhan Khasogi menelepon Qahtani dan memintanya untuk memberi tahu sang bos bahwa misi telah dilaksanakan.
Meski Mutrib tak secara eksplisit menyebut nama bos itu, namun Qahtani hanya memiliki satu bos yakni MBS.
Rincian seperti yang disampaikan oleh Jaksa Agung Saudi sejauh ini merupakan pernyataan paling detail yang disediakan Riyadh terkait pembunuhan itu. Namun, penjelasan itu secara khusus juga menegaskan pembunuhan dilakukan tanpa izin dan putra mahkota tidak tau menahu tentang rencana itu.
Penjelasan tersebut adalah versi keempat yang disediakan Saudi setelah sebelumnya menyangkal memiliki hubungannya dengan pembunuhan dan justru mengklaim Khashoggi menghilang secara misterius atau bunuh diri.
Setelah Turki mulai membocorkan rincian rekaman di konsulat, Riyadh terpaksa mengakui keterlibatan parsial dan akhirnya menyatakan bahwa pejabat senior terlibat dalam perencanaan dan pembunuhan itu.
Sementara jaksa agung Saudi telah mengumumkan 21 tersangka dan 15 dakwaan sekaligus menuntut hukuman mati pada lima tersangka, Riyadh jelas terlihat sedang mencoba mengurangi tekanan yang harus Washington.
Selain pamer ‘niat baik’ dengan pengumuman itu, sebelumnya Raja Salman telah memecat Ahmed al-Asiri dan Saud al-Qahtani. Keduanya adalah wakil kepala intelijen dan penasihat senior MBS.
Jaksa Agung Saudi juga menyebut Khashoggi dibunuh dengan ‘suntikan mematikan’ dan jasadnya dipotong-potong yang kemudian diserahkan kepada seseorang di luar konsulat untuk dibuang.
Menerapkan seberapa tinggi level pejabat yang bisa dijerat dalam kasus pembunuhan Khashogi, Raja Salman tampaknya tak ada pilihan selain memeriksa masa depan putra mahkotanya sendiri.
Sebuah tweet dari mujtahidd terkenal di Saudi yang berdasarkan laporan dari istana menyebut, orang-orang yang dekat dengan raja mulai ‘mengirim’ pesan kuat dan menuntut pencopotan MBS dari jabatannya sebagai putra mahkota.
Laporan-laporan itu menyebut MBS tak membiarkan siapa pun mendekati ayahnya kecuali untuk melaporkan masalah-masalah yang sangat mendesak.
Menilai perilaku brutal MBS pada musuh-musuhnya, ia diklaim bakalan sanggup untuk melancarkan perang habis-habisan melawan siapa saja yang menantang otoritasnya atau mencoba untuk menggulingkannya.
Persetujuan MBS atas dua penasihatnya sebagai menjadi kambing hitam untuk menenangkan AS dan komunitas internasional, menunjukkan bahwa MBS tak bakalan menyerah tanpa perlawanan.
Pertanyaan kuncinya adalah apakah Washington merasa ‘cukup’ dengan eksekusi dan pemenjaraan para perancang pembunuhan Khashogi tanpa menuntut pemecatan MBS?
Namun dengan mengingat kesimpulan CIA, keputusan itu menjadi hampir tidak mungkin disetujui terutama setelah Kongres menuntut hukuman bagi Saudi termasuk pembekuan penjualan senjata. Di sisi lain, pembekuan kontrak senjata senilai US110 miliar itu jelas-jelas bakal ‘menyakiti’ AS sendiri.[TGU]