Pembiayaan LRT Jakarta Tak Lagi dari APBN Murni

Ilustrasi: LRT di Kuala Lumpur Malaysia/skyscrapercity.com

Koran Sulindo – Pemerintah merevisi pembiayaan pembangunan prasarana dan penyelenggaraan sarana Kereta Api Ringan/Light Rail Transit terintegrasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi. Melalui Perpres No. 49/2017, seperti dikutip situs setkab.go.id,  PT Kereta Api (Persero) dilibatkan.

Sebelumnya, melalui Peraturan Presiden (Nomor 65 Tahun 2016) pembiayaannya ditanggung 100 persen oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

PT Adhi Karya (Persero) tetap menjadi kontraktor proyek LRT Jabodebek, sedangkan PT KAI (Persero) menjadi investor dan operator terkait dengan penyediaan dana untuk pembangunan prasarana maupun penyediaan sarana untuk pengoperasiannya.

Dalam Perpres baru ini, pemerintah membayar pembangunan prasarana yang dibangun PT Adhi Karya (Persero) Tbk sebagian melalui APBN, sebagian melalui PT KAI.

Pendanaan PT KAI dibantu lewat Penyertaan Modal Negara (PMN) dan penerusan pinjaman dari Pinjaman Pemerintah yang berasal dari luar negeri dan/atau dalam negeri; penerbitan obligasi PT KAI, dan pinjaman langsung  PT KAI.

Selain itu KAI juga mendapat masa konsesi dan pemberian subsidi dalam bentuk  (public service obligation/PSO) selama 12 tahun. Subsidi ini opsi sumber dananya bisa dari APBN atau APBD Pemprov DKI Jakarta.

Suntikan PMN diharapkan dapat memperkuat modal KAI untuk bisa mendapatkan pinjaman perbankan BUMN.

Proyek LRT itu total menghabiskan biaya Rp23,3 triliun. Kementerian Keuangan akan memberikan modal lewat skema PMN sebesar Rp5,6 triliun, sisanya PT KAI harus mencari dana sendiri.

Sementara proyel LRT di Palembang, Sumatera Selatan, tetap 100 persen dibiayai APBN. [DAS]