Dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran dimasa pandemi Covid-19 metode pembelajaran bauran dianggap akan menjadi solusi. Metode ini adalah kombinasi antara pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara daring dengan pembelajaran luring atau tatap muka.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu telah meminta sekolah merancang Hybird Learning agar pembelajaran lebih efektif. Jokowi menekankan tetap dilaksanakan pembelajaran daring dikombinasikan dengan pembelajaran tatap muka (PTM) disertai protokol kesehatan yang ketat.
“Saya mengharapkan semua sekolah merancang sistem pembelajaran yang efektif, merancang hybrid learning yang metode pembelajaran menggunakan kombinasi antara luring dan daring,” kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan sambutan di Peringatan HUT Ke-76 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Sabtu (27/11).
Pandemi Covid-19 berdampak besar terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Kebijakan pemerintah melaksanakan PJJ pada awal pandemi didasari oleh berbagai pertimbangan. Pertimbangan pertama yaitu harus tetap menyelenggarakan pendidikan pertimbangan lainnya adalah upaya menekan laju penyebaran Covid-19.
Masalah dalam pelaksanaan PJJ
Sebagai bentuk pengendalian penyebaran Covid-19 telah diberlakukan pembatasan sosial dengan cara membatasi kerumunan atau pertemuan secara langsung. Maka salah satu upaya yang dilakukan adalah melakukan pembelajaran jarak jauh. Dengan pelaksanaan PJJ maka kegiatan tatap muka atau interaksi langsung dapat di hindari.
Ketentuan penyelenggaraan PJJ lebih lanjut diatur dalam Surat Edaran Nomor 15 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar Dari Rumah Dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19).
Dalam surat tersebut PJJ secara daring dapat dilakukan melalui gawai (gadget) atau laptop, sedangkan PJJ secara luring dapat dilakukan melalui siaran televisi atau modul belajar mandiri, bahan cetak, alat peraga juga berbagai media di lingkungan sekitar. Pemerintah menunjang pelaksanaan PJJ dengan menyediakan aplikasi pembelajaran gratis yang dapat diakses melalui internet.
Pada perjalanannya, pelaksanaan PJJ ini memiliki berbagai masalah bagi siswa, orangtua, tenaga pengajar maupun sekolah. Permasalahan yang sering mengemuka adalah kurang efektifnya kegiatan pembelajaran, sehingga transfer pengetahuan tidak berjalan maksimal.
Selain itu, situasi PJJ cenderung monoton serta kurang interaktif meski ditunjang berbagai aplikasi pembantu seperti zoom, google meet ataupun google classroom, apalagi jika pengajar lebih banyak melakukan komunikasi satu arah. Pada sisi fisik, PJJ daring meningkatkan jumlah waktu siswa duduk menatap layar sehingga menguras fisik dan banyak yang mengalami masalah kesehatan serius termasuk pada mata anak.
Persoalan lain adalah jumlah tugas yang diberikan selama PJJ seringkali lebih banyak dibandingkan dengan pembelajaran di sekolah, sehingga siswa mengalami kelelahan secara fisik maupun mental.
Menurut survei yang diadakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) terhadap lebih dari 3.200 anak SD hingga SMA pada Juli 2020 lalu, sebanyak 13% responden mengalami gejala-gejala yang mengarah pada gangguan depresi ringan hingga berat selama masa “kenormalan baru”. Gejala emosi yang paling banyak dirasakan adalah sedih dan mudah marah.
Pada sisi teknologi, banyak siswa kesulitan mengikuti pelajaran sebab tidak semua memiliki peralatan untuk mengakses pembelajaran melalui internet. Bagi yang memiliki alat, jaringan internet pun menjadi masalah tersendiri baik dari sisi pembiayaan kuota maupun kelancaran jaringan.
Pembelajaran Bauran
Pembelajaran bauran atau campuran antara PJJ dan PTM dianggap menjadi solusi atas masalah pelaksanaan PJJ selama ini. Sebagai penerapannya, diberlakukan PTM terbatas yang diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri.
Dalam SKB dijelaskan bahwa pelaksanaan pembelajaran di satuan pendidikan wilayah PPKM level 1-3 dapat dilakukan melalui PTM terbatas dan/atau PJJ.
Berdasarkan survey Universitas Indonesia awal tahun 2021, metode pembelajaran bauran lebih diminati mahasiswa dibandingkan hanya menggunakan metode daring ataupun PTM penuh.
Hasil survei menunjukkan 9.083 (48%) mahasiswa memilih KBM bauran, 5.298 (28%) mahasiswa memilih KBM daring penuh, sedangkan pembelajaran tatap muka penuh dipilih oleh hanya 4.542 (24%) mahasiswa.
Meski mayoritas responden adalah mahasiswa yang telah mendapat vaksin Covid-19, survey tersebut menunjukkan masih tingginya kekhawatiran peserta didik untuk menjalankan PTM secara penuh. Di sisi lain tersirat pula kejenuhan mahasiswa akan penyelenggaraan pembelajaran daring.
Pelaksanaan PTM terbatas di tingkatan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah pada tahun ajaran 2021/2022 juga mendapat respons positif dari siswa. Siswa merasa senang bisa melakukan tatap muka langsung, bertanya langsung dan lebih mudah memahami penjelasan guru, karena selama ini interaksi lebih sulit dilakukan ketika belajar melalui daring.
Butuh kesiapan
Pembelajaran bauran memiliki sejumlah aspek positif bagi siswa dan proses pendidikan, akan tetapi banyak pula timbul masalah dalam pelaksanaannya. Meski diberlakukan dengan menerapkan protokol kesehatan, penyelenggaraan pendidikan bauran melalui PTM terbatas sangat rentan menjadi sarana penyebaran virus Covid-19.
Di berbagai daerah telah muncul klaster sekolah, di Pekanbaru, Riau contohnya. Sebanyak 113 siswa dan guru di SMP Islam Terpadu di Jalan Bakti, Kecamatan Marpoyan Damai, Pekanbaru, terkonfirmasi positif covid-19. Dari 340 siswa dan guru yang diperiksa 113 terkonfirmasi positif Covid-19. Hal serupa juga terjadi seperti di DIY, Jawa Tengah dan Solo.
Dalam pembelajaran bauran pemerintah dinilai perlu mempertimbangkan berbagai aspek terutama kesehatan masyarakat.
Segi kesiapan siswa, orangtua, tenaga pengajar, dan sekolah, perlu juga menjadi perhatian. Hingga saat ini kesadaran akan bahaya Covid-19 serta pemahaman masyarakat tentang upaya pencegahannya belum merata. Begitu pula dengan vaksin Covid-19, belum semua siswa maupun tenaga pengajar mendapatkan vaksin.
Kita juga bisa mengambil pelajaran dari negara lain seperti Korea Selatan dan Prancis ketika sekolah kembali di buka justru terjadi lonjakan kasus Covid-19.
Apabila tidak dipersiapkan dengan baik dikhawatirkan pelaksanaan pembelajaran bauran dapat menjadi bumerang bagi upaya pengendalian penyebaran Covid-19 yang selama ini telah dilakukan. [PTM]