Koran Sulindo – Peluang menemukan berbagai senyawa aktif baru dari tumbuhan untuk dimanfaatkan sebagai obat masih terbuka lebar. Penggunaan sumber botani tanaman sebagai titik awal dalam program pengembangan obat bermanfaat, terutama karena sebagian besar pemilihan calon spesies tumbuhan untuk penelitian didasarkan pada penggunaan jangka panjang oleh manusia.

“Dari sekitar 9.600 spesies tumbuhan di hutan tropis Indonesia yang diketahui memiliki khasiat obat, baru 200 spesies yang digunakan sebagai bahan baku industri obat tradisional,” kata Prof.Dr. Ratna Asmah Susidarti, M.S., Spt., saat menyampaikan pidato pengukuhan jabatan Guru Besar pada Fakultas Farmasi UGM,  di Balai Senat UGM, pekan lalu.

Pemanfaatan tanaman sebagai bahan baku obat juga belum dilakukan secara maksimal di level global. Dari sekitar 250.000-500.000 spesies tumbuhan yang ada di dunia, hanya sekitar 15 persen dilaporkan telah diteliti secara fitokimia. Sementara itu, untuk tanaman yang telah diuji aktivitas biologisnya baru sekitar 6 persen.

Data penelitian menunjukkan terdapat 122 senyawa yang digunakan sebagai obat. Seluruh senyawa tersebut didapat dari 94 spesies tanaman yang sebagian besar yaitu sekitar 80 persen diantaranya telah digunakan sebagai obat rakyat.

Dalam pidato pengukuhan berjudul ”Tanaman Sebagai Sumber Senyawa Bioaktif: Peranannya Dalam Terapi dan Pengembangan Obat Baru,” Ratna mengatakan di sisi lain pengembangan obat dari sumber daya alam memiliki sejumlah kelemahan. Salah satunya terjadi  eksploitasi terhadap sumber daya alam akibat komersialisasi produk.

Kebutuhan akan bahan baku tanaman obat yang tinggi sementara ketersedian bahan baku semakin terbatas. Selain itu, pengembangan obat dari tanaman juga membutuhkan biaya tinggi dalam proses ekplorasinya.

Riset terintegrasi, komperehensif, dan berkesinambungan untuk penemuan dan pengembangan obat baru juga harus terus digalakkan. Pemerintah juga diharapkan mampu menyediakan dana dan peralatan yang dapat menunjang pelaksanaan riset agar berhasil dan berdaya guna.

“Harapannya dengan pengembangan obat baru dalam negeri ini dapat mengurangi ketergantungan obat dari luar negeri,” kata Ratna. [ugm.ac.id/DAS]