Pelanggaran Kode Etik Dua Jenderal Masih Diselidiki

Koran Sulindo — Tim khusus Bareskrim Polri masih melakukan penyelidikan dugaan pelanggaran kode etik, yang dilakukan Irjen Pol Napoleon Bonaparte dan Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo.

Sejauh ini, meurut Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono, tim khusus dan Div Propam Polri masih memeriksa keduanya dan sejumlah saksi.

“(Dugaan pelanggaran) kode etik yang dilakukan mantan Kadiv Hubinter dan mantan Ses NCB Interpol Indonesia masih dalam proses (penyelidikan),” kata Irjen Argo di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa(21/7).

Termasuk, kata Argo mengenai saksi-saksi atas kasus penerbitan surat perjalanan Djoko Tjandra. “Masih dalam proses pemeriksaan,” ujar Argo.

Argo menyebut, dalam penanganan kasus ini, Polri mengedepankan asas praduga tak bersalah. Tetapi, atas hal itu, Kadiv Hubinter Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte dan Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo pada Jumat (17/7) oleh Kapolri Jenderal Pol Idham Azis.

Pencopotan jabatan keduanya itu tertuang dalam Surat Telegram Kapolri Nomor: ST/2076/VII/KEP./2020 tertanggal 17 Juli 2020. Surat telegram itu, disebutkan Irjen Napoleon dimutasikan ke Analis Kebijakan Utama Itwasum Polri. Sementara Brigjen Nugroho digeser ke Analis Kebijakan Utama Bidang Jianbang Lemdiklat Polri.

Pencopotan jabatan tersebut merupakan sikap tegas Kapolri terhadap pelanggaran kode etik yang dilakukan keduanya terkait pengiriman surat Brigjen Nugroho pada 5 Mei 2020 kepada Dirjen Imigrasi tentang pemberitahuan informasi red notice atas nama Djoko Soegiarto Tjandra, yang telah terhapus dari sistem basis data Interpol sejak 2014 karena tidak ada permintaan perpanjangan dari Kejaksaan RI.

Tembusan surat tersebut kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham dan Kadiv Hubinter Polri. Dua hari sebelumnya juga, Brigjen Pol Prasetijo Utomo dicopot dari jabatan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri dan digeser ke bagian Yanma Polri dalam rangka pemeriksaan.

Mutasi jabatan itu buntut dari penerbitan surat jalan oleh Prasetijo untuk Djoko Tjandra. Surat jalan tersebut dikeluarkan Prasetijo atas inisiatif sendiri tanpa seizin pimpinan. Prasetijo pun dinilai telah melakukan hal yang melampaui kewenangannya. [WIS]