koransulindo.com – Juni 2021 lalu diselenggarakan webinar bertema “Jejak Pelabuhan Kuno Di Daerah Aliran Sungai Brantas”. Berdasarkan sejumlah data arkeologi, diyakini Sungai Brantas menjadi jalur transportasi pada abad ke-11. Dalam hal ini masyarakat pedalaman terhubung dengan masyarakat pesisir. Penyebutan Sungai Brantas antara lain terdapat pada Prasasti Kamalagyan 1037 M. Prasasti itu terletak di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Namun, sisa-sisa perahu kuno belum pernah ditemukan. Hanya petunjuk dari galangan kapal di daerah aliran sungai (DAS) Brantas yang membuat perahu tradisional dengan teknik kuno. Prasasti Canggu 1368 M, mencatat desa tempat penyeberangan sungai. Ditafsirkan pelabuhan sungai masuk ke jalur sungai untuk mendukung kapal besar yang tak bisa melalui jalur sungai.
Ada perahu hiliran yang menjadi penghubung antara kawasan pesisir dengan daerah pedalaman. Dari perahu besar di pelabuhan laut berpindah ke perahu hiliran yang menelusuri aliran sungai. Perahu hiliran merupakan perahu yang lebih kecil yang leluasa menelusuri daerah aliran sungai. Begitu informasi dari webinar tadi.
Dosen Teknik Geofisika ITS Firman Syaifudin meneliti dan mengeksplorasi jejak pelabuhan kuno DAS Brantas di Situs Kadipaten Terung sejak 2018. Ia menduga Situs Kadipaten Terung merupakan jejak pelabuhan kuno di DAS Brantas. Terjadi sedimentasi sehingga tertutup lapisan tanah, akibat longsor karena kegempaan atau sedimen lahar Gunung Penanggungan.
Dulu, Jawa Timur memiliki pelabuhan Hujung Galuh atau Ujung Galuh sebagai pelabuhan utama perniagaan antarpulau. Namun, lokasi pelabuhan itu tidak disebutkan secara gamblang. Ma-huan orang Tiongkok menulis kitab Yingyai Shenglan, sebuah kronik perjalanan ekspedisi Cheng Ho pada abad ke-15. Mungkin Ujung Galuh berada di aliran Kalimas, di daerah Wonokromo atau Sidoarjo.
Buku “Jalur Rempah dan Dinamika Masyarakatnya Abad X-XVI: Kepulauan Banda, Jambi, dan Pantai Utara Jawa” (2017) menyebutkan Tuban merupakan kota pelabuhan tertua di Jawa dan mengalami perkembangan pesat pada abad ke-11. Orang-orang Tionghoa pada abad ke-13 berupaya untuk menaklukkan Tuban, tetapi gagal. Sebagian upeti dari negara-negara bawahan mencapai ibu kota Majapahit melalui pelabuhan Tuban.
Pelabuhan menjadi salah satu bukti eksistensi jalur rempah. Saat ini sejumlah pelabuhan kuno masih ditemukan di Nusantara. Beberapa pelabuhan masih berfungsi dan beberapa lagi menjadi pelabuhan mati atau berubah fungsi. Bahkan ada beberapa pelabuhan kuno sudah hilang dan belum teridentifikasi.
Dulu, misalnya, pelabuhan Bergota menjadi salah satu titik penting jalur rempah di Jawa Tengah. Pelabuhan itu berdiri pada abad ke-9 M, saat menjadi bagian dari Kerajaan Mataram Kuno. Namun, lama-kelamaan terjadi pendangkalan di sekitar wilayah pelabuhan sehingga timbul daratan. Akibat pelabuhan itu ditinggalkan masyarakat karena tidak dekat lagi dengan bibir pantai.
Pada abad ke-16 Banten merupakan kota pelabuhan internasional. Banyak pedagang mancanegara datang ke Banten. Perdagangan lada paling marak di pelabuhan itu. Kini Karangantu hanya menjadi pelabuhan kecil untuk nelayan. [DS]
(Selesai. Bagian pertama dapat dilihat di sini)
Baca juga: