Koran Sulindo — Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan sangat menyesalkan sikap Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi yang sepertinya ngotot impor beras dan garam. Hal itu dianggap mengabaikan koordinasi dengan jajaran kementerian terkait. Termasuk para kepala daerah  yang menjadi sentra produksi pangan.

“Basis kekuatan utama Pemerintah adalah rakyat. Rakyat sebagai sumber legitimasi kekuasaan pemerintahan negara. Karena itulah menteri sebagai pembantu presiden, di dalam mengambil keputusan politik, harus senafas dengan kebijakan politik pangan presiden dan berupaya mewujudkan kedaulatan pangan nasional serta berpihak pada kepentingan petani,” kata Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dalam keterangannya, Sabtu (20/3).

Menurut Hasto, sejatinya, seorang Menteri harus belajar dari kepemimpinan Presiden Jokowi yang selalu membangun dialog, menyerap aspirasi, mengemukakan data-data yang obyektif, baru mengambil keputusan.

“Menteri tidak hidup di menara gading sebab ia adalah pengemban tugas sebagai pembantu presiden,” ujarnya.

Karenanya, PDI Perjuangan meminta menteri perdagangan untuk secepatnya melakukan koordinasi dengan pihak terkait baik kementerian pertanian, Bulog, asosiasi petani, para pakar di bidang pertanian dan para kepala daerah.

“Politik pangan nasional adalah politik pangan berdikari. Indonesia memiliki keanekaragaman pangan yang luar biasa. Konsolidasi peningkatan produksi pangan atas keunggulan kenaekaragaman pangan nusantara. Sebab persoalan pangan adalah persoalan mati hidupnya negeri,” tegas Hasto.

Kembali terkait pangan, sikap PDI Perjuangan sangat jelas dan jangan mengorbankan petani oleh kepentingan impor sesaat yang di dalamnya sarat dengan kepentingan pemburu rente.

“Sejak Maret tahun 2020 PDI Perjuangan telah memelopori gerakan menanam tanaman yang bisa dimakan. Seluruh kepala daerah Partai bergerak. Langkah ini yang seharusnya dipilih para pembantu Presiden,” pungkas Hasto. [CHA]