Koran Sulindo – Isu rasisme dalam pemilihan kepala daerah tidak hanya terjadi di DKI Jakarta. Hal yang sama juga terjadi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kali ini yang menjadi “korbannya” adalah PDI Perjuangan (PDIP).
Dalam pesan singkatnya yang dikirimkan ke redaksi Koran Suluh Indonesia, Ketua DPD PDIP Aceh Karimun Usman mengingatkan semua kader agar tidak terpancing dengan provokasi yang menuduh partai berlambang banteng itu sebagai sarang komunis. Ia mengimbau kader agar segera melapor ke polisi jika ada pihak-pihak yang sengaja memprovokasi.
“Untuk diketahui, hampir 99,9 persen pengurus PDIP mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota beragama Islam. Tapi, ideologi PDIP adalah Pancasila 1 Juni 1945. Dan kami menghormati kebinekaan mulai dari adat, budaya, suku dan agama,” kata Karimun pada Senin (13/2).
Karimun menuturkan, pihaknya siap berada di garis depan jika ada yang mencoba-coba menzalimi kaum muslim di Aceh. Karena itu, isu yang menyudutkan PDIP dengan tuduhan sebagai sarang komunis adalah tidak benar. Sesungguhnya para penuduh tersebut yang merupakan antek-antek PKI.
“Itu pengecut tidak berani tunjuk hidung. Polisi harus bertindak untuk melindungi masyarakat Aceh,” tambah Karimun.
Mendukung Irwandi-Nova
Dalam pemilihan gubernur Aceh, PDIP secara resmi mendukung pasangan calon Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah untuk periode 2017 hingga 2022. Akan tetapi, banyak kader yang mempertanyakan mengapa PDIP mendukung pasangan tersebut.
Karimun mengatakan, dukungan terhadap pasangan tersebut bukanlah tanpa sebab. Selain karena berpendidkan, Irwandi adalah mantan gubernur Aceh yang memiliki sejumlah prestasi dan dirasakan langsung oleh masyarakat Aceh. Sudah teruji, katanya.
Semisal, pemberian jaminan sosial seperti kesehatan gratis, bertanggung jawab terhadap fakir miskin, yatim piatu, memberi bea siswa hingga mengirim mahasiswa untuk kuliah ke luar negeri. Dalam mengangkat pejabat, Irwandi juga menerapkan uji kelayakan dan kepatutan.
“Jaminan kesehatan Irwandi justru melebihi jaminan kesehatan yang diterapkan pemerintah pusat,” tutur Karimun.
Untuk saat ini, kata Karimun, program pemerintah pusat yang tertuang dalam Nawa Cita juga sejalan dengan gagasan Irwandi yang mengutamakan pembangunan infrastruktur. Sedangkan, pemerintah Aceh yang saat ini berkuasa dianggap kurang serius dalam menjalankannya. Buktinya pembangunan Waduk Krueng Keureuto, Aceh Utara sampai saat ini tersendat karena masalah pembebasan lahan.
Sebagai partai pendukung pemerintah, maka PDIP atas dorongan masyarakat meyakini Irwandi-Nova sejalan dengan program Nawa Cita Joko Widodo-Jusuf Kalla. Dan Karimun memastikan Irwandi dan Jokowi telah bersahabat sejak lama, ketika keduanya masih sama-sama menjadi kepala daerah.
Isu yang beredar dalam pilkada Aceh adalah masyarakat akan menutup kantor-kantor PDIP di penjuru provinsi itu. Pasalnya, PDIP dituduh anti-Islam dan berbau PKI.
Tuduhan ini disebut Karimun sebagai provokasi dan sebagai upaya untuk memecah belah kesatuan masyarakat. Aparat karena itu diminta untuk tidak lengah dan siap menghadapi segala kemungkinan yang terjadi. Tuduhan-tuhan itu, demikian Karimun, hanya berasal dari kelompok-kelompok yang anti-persatuan, anti-kebinekaan dan anti-Pancasila. [KRG]