PDI Perjuangan: Wajar Pemerintah Kukuh soal Presidential Threshold

Arif Wibowo/Youtube

Koran Sulindo – Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan di DPR menilai wajar pemerintah bersikukuh menginginkan besaran angka ambang batas calon presiden (presidential threshold) sebesar 20-25 persen. Anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-undang Penyelenggaraan Pemilu dari Fraksi PDI Perjuangan Arif Wibowo, hal itu berkaitan dengan kepentingan pemerintah guna menjalankan kebijakan dan program sistem presidensial yang kuat.

“Pemerintah berkeyakinan bahwa ambang batas pencalonan presiden di 20-25 persen itu adalah keniscayaan. Itu modal dasar terhadap terbangunnya koalisi yang lebih baik,” kata Arif di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/6).

Pemilu serentak menurut Arif memberi keleluasaan koalisi yang terbangun tidak secara mendadak. Sebab, pada Pemilu lalu koalisi dibangun kurang lebih hanya 3 bulan.

Sementara dengan Pemilu serentak, partai politik memiliki cukup waktu untuk membangun koalisi sejak awal. Bahkan, koalisi bisa terus langgeng dan dapat mendukung kebijakan pemerintah secara langgeng. Karena sebagai modal untuk dukungan presiden tidak hanya pada pencalonan tapi juga pasca pencalonan yang dilanjutkan ke penyusunan kabinet.

“Demi membangun pemerintah dan hubungan antara eksekutif dan legislatif yang stabil, itu tetap dibutuhkan. Ini berujung untuk kepentingan rakyat agar pemerintah lebih akuntabel,” katanya.

Fraksi PDI Perjuangan tentu akan memberikan dukungan kepada pemerintah jika tetap bersikukuh atas besaran angka tersebut. Namun Fraksi PDI Perjuangan tetap mendorong adanya musyawarah mufakat antar fraksi-fraksi di DPR.

“Sedapat mungkin pandangan fraksi-fraksi dalam mengambil keputusan secara bersama-sama yang bisa kita setujui bersama-sama,” kata Arif.

Sejauh ini hanya ada 3 fraksi yakni PDI Perjuangan, Golkar, dan NasDem yang mendukung usulan pemerintah. Sementara 7 fraksi lain mengerucut pada opsi alternatif yaitu 10-15 persen.

Sebelumnya, Wakil Ketua Pansus UU Pemilu, Benny K Harman mengingatkan, pemerintah tidak bisa asal menarik diri dari pembahasan revisi . Alasannya, proses pembahasan Undang-Undang harus ada kompromi dari unsur pemerintah dan DPR. Sebelumnya, pemerintah mengancam menarik diri jika ambang batas pencalonan presiden tetap 20-25 persen tidak diakomodir.

“Tapi kan harus berdasarkan kedua belah pihak tidak bisa begitu saja namanya membahas undang-undang kan harus ada kompromi harus ada konsensus tidak bisa ditarik begitu saja,” kata politikus Paetai Demokrat itu.

Benny menilai pemerintah akan menghambat tahapan Pemilu 2019 apabila memutuskan menarik diri dari pembahasan. Langkah pemerintah dianggap mengganggu persiapan pemilihan presiden dan pemilihan legislatif.

“Kalau itu dilakukan pemerintah, sama saja pemerintah menghambat-hambat tahapan pemilu. Tentu ini akan menjadi ancaman mengganggu proses persiapan pemilu tahun 2019 yang akan datang, pemilu 2019 ini strategis karena Pileg dan Pilpres serentak,” kata Benny. [CHA]