Koran Sulindo – PDI Perjuangan berkomitmen menjaga Indonesia sebagai negara Pancasila, bukan negara komunis, sekuler, liberal, ataupun fasis. PDI Perjuangan juga menolak berbagai upaya kelompok ekstrim kiri maupun ekstrim kanan yang mencoba mengganti Pancasila.
“PDI Perjuangan bersama segenap komponen bangsa lainnya menolak berbagai upaya baik dari ekstrim kiri maupun ekstrim kanan yang mencoba mengganti Pancasila. Karena itulah dukungan terhadap Pancasila sebagaimana sering disuarakan akhir-akhir ini, termasuk oleh mereka yang sebelumnya memiliki pandangan ideologi berbeda, merupakan dialektika kemajuan yang semakin menunjukkan kebenaran terhadap Pancasila sebagai ideologi negara,” kata Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, di Jakarta, Minggu (5/7/2020).
Penegasan sikap PDI Perjuangan itu terjadi di tengah upaya sekelompok massa, seperti dari Persatuan Alumni 212 dan ormas yang kini tak berizin Front Pembela Islam (FPI), yang muncul belakangan di media massa ataupun jalanan.
Kelompok itu memojokkan partai yang didirikan Proklamator RI Soekarno itu, sebagai partai komunis dan berusaha mengganti Pancasila. Padahal partai berlambang banteng yang diketuai putri Bung Karno Megawati Soekarnoputri itu, justru yang selama ini dikenal publik sebagai partai berideologikan Pancasila. Bahkan pernyataan sikap politik dan kebijakannya selalu bertemakan Pancasila.
Proses kelahiran Indonesia melalui perjuangan panjang, hingga akhirnya merdeka karena kekuatan sendiri. Indonesia berdiri dengan landasan kokoh yang digali melalui pemikiran yang jernih, membumi, visioner, serta terus menggelorakan semangat pembebasan dari segala bentuk penjajahan, khususnya kapitalisme dan imperialisme.
Hal itu terbukti dengan adanya Pancasila, Indonesia bersatu dan mampu menghadapi berbagai ujian sejarah seperti kemampuan memadamkan pemberontakan PKI, DI/TII, Permesta, Pemberontakan RMS, dan lain-lain. Menjadirbukti pula bahwa dengan Pancasila, Indonesia bersatu untuk semua dan setiap warga negara setara.
“Dengan Pancasila kita selalu satu, berbeda dengan Yugoslavia, Uni Soviet yang terpecah belah, juga Yaman, Irak, Suriah dan lain-lain, yang terus dihadapkan pada krisis akibat perang yang tidak kunjung usai. Karena itulah adanya falsafah hidup, falsafah dasar, dan juga alat pemersatu seperti Pancasila selalu kita syukuri,” katanya.
Dengan ideologi yang menjadi pemersatu tersebut, ditegaskannya bahwa Pancasila jelas terbukti efektif menjadi dasar dan tujuan kehidupan berbangsa.
“Melalui Pancasila pula kita tegaskan bahwa Indonesia bukan negara sekuler, bukan negara komunis, bukan negara teokrasi, bukan liberal, dan bukan fasisme. Indonesia adalah negara Pancasila, suatu konsepsi negara kebangsaan yang berdiri di atas paham individu atau golongan,” katanya.
Dengan Pancasila pulalah maka bangsa Indonesia mampu mengatasi berbagai paham yang antiketuhanan dan antikemanusiaan. Pancasila berbeda dengan paham ekstrimisme radikal. Berbagai bentuk bom bunuh diri sebagaimana terjadi di Kota Surabaya pada tahun 2018, adalah contoh paham yang buta terhadap nilai ketuhanan dan kemanusiaan.
Kini saatnya seluruh bangsa Indonesia bersatu teguh dalam Pancasila di tengah ancaman isme yang tak sesuai dengan jalan hidup bangsa Indonesia.
“Saatnya kedepankan semangat persaudaraan sebagai satu bangsa yang bertanah air satu, Indonesia,”kata Hasto.
Berkah di Balik RUU HIP
Sementara itu, Ketua Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) Zuhairi Misrawi bersyukur atas berkah baru di tengah perdebatan Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila, di mana kelompok yang sebelumnya dikenal sebagai pro-negara teokrasi, kini berubah menjadi pendukung Pancasila. Hal ini semakin menguatkan bukti Pancasila menjadi pemersatu bangsa.
Perdebatan yang mengemuka di publik perihal RUU HIP menimbulkan berkah yang tidak terduga sebelumnya. Bahwa pada akhirnya publik makin membincangkan pentingnya Pancasila.
“Kami merasa bangga dan bersyukur, bahwa pada akhirnya mereka yang selama ini selalu menggaungkan ideologi khilafah dan negara pro-teokrasi, yang secara terbuka menyatakan berseberangan dengan Pancasila, mereka justru semakin lantang menjadi ‘juru bicara Pancasila’ di ruang publik,” kata Gus Mis– sapaan akrab Zuhairi.
Teokrasi adalah dimana negara menganggap bahwa konstitusi, ideologi serta peraturan lainnya ialah berdasarkan nilai-nilai keagamaan. Salah satu contohnya adalah Arab Saudi yang merupakan negara monarki absolut dan ideologinya menggunakan nilai-nilai ajaran agama Islam.
Belakangan ini, sejumlah kelompok seperti Persaudaraan Alumni 212 dan bekas ormas Front Pembela Islam (FPI) memang kerap turun ke jalan bersuara tentang Pancasila dalam polemik RUU HIP. Mereka membangkitkan lagi isu komunisme dan secara khusus menyerang PDI Perjuangan.
Gus Mis mengatakan dirinya melihat aksi itu dari sisi lain, yakni soal perubahan ide yang mendukung teokrasi, yang jelas bertentangan dengan Pancasila, dan kini malah mempromosikan Pancasila.
“Hal ini merupakan berkah Tuhan pada negeri ini, sehingga tugas kita selanjutnya adalah membumikan Pancasila agar dapat mewarnai seluruh kehidupan berbangasa dan bernegara,” kata lulusan Al Azhar Kairo itu.
Menurut Gus Mis, semua elemen nasional harus optimistis bahwa Pancasila merupakan ideologi pemersatu bangsa yang akan membawa negeri ini pada kemajuan dan kesejahteraan.
“Selama kita berpijak pada Pancasila, kita akan mempunyai masa depan yang cerah dalam mewujudkan Trisakti Bung Karno, yaitu kedaulatan politik, kemandirian ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan,” katanya.
PDI Perjuangan merupakan Partai yang selama ini terdepan dalam mengukuhkan dan membumikan Pancasila, sebagaimana termaktub dalam pembukaan Undang-undang Dasar Tahun 1945. Setiap kader Partai mempunyai latar belakang dari berbagai agama, suku, dan bahasa, dan berada dalam satu rampak barisan untuk menjadikan Pancasila sebagai titik-temu dan kekuatan bersama dalam membangun negeri ini.
“Sebab itu, nasionalisme para kader yang menginspirasi perjalanan negeri ini sangat kokoh karena bersumber dari keyakinan dan pemahaman yang utuh terhadap Pancasila,” katanya.
Gus Mis berterima kasih kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan Majelis Agama-Agama lainnya yang selalu memberikan bimbingan, arahan, dan inspirasi agar Pancasila semakin kokoh dan berdiri tegak sebagai ideologi bangsa.
“Pancasila merupakan pelita yang akan menerangi negeri ini, yang akan membawa kerukunan dan kedamaian, serta mampu mewujudkan keadilan sosial,” katanya.
Di sisi lain, Gus Mis mengatakan dirinya sangat menyayangkan adanya pihak-pihak yang masih cenderung memainkan kartu politik, khususnya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat (PD) dalam perdebatan mutakhir.
“Kita sejatinya mempunyai kearifan dan kebijaksanaan dalam berdemokrasi, bahwa di tengah pandemi ini kita membutuhkan gotong-royong dari berbagai lapisan masyarakat, sehingga kita mampu bangkit dan fokus pada upaya memajukan negeri. Mari kita jadikan Pancasila sebagai pedoman dalam tindakan politik kita di tengah pandemi,” kata Gus Mis. [CHA]