Koran Sulindo – Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono mengatakan pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu mengadaptasi penerapan sistem penanganan banjir seperti pada 2016. Penanganan banjir saat itu dinilainya efektif, karena jumlah titik rawan banjir turun dari 480 titik menjadi 80 titik hanya dalam waktu 1 tahun.
“Hal ini menjadi renungan kita bersama bahwa janji kampanye terkait banjir di Jakarta bukanlah janji yang mudah untuk dipenuhi. Hal ini juga harus disertai dengan solusi yang realistis dan terukur,” kata Gembong, di Jakarta, Senin (6/1/2020), melalui rilis media.
Menurut Gembong, selama dua tahun terakhir tidak ada eksekusi program penanggulangan banjir yang kongkrit dari Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswesan.
“Pak Gubernur harus benar-benar mengerti masalah banjir di Jakarta, perlu ada pembangunan infrastruktur yang efektif dan efisien bukan hanya sekedar enak dipandang, Fraksi PDI Perjuangan merasa bahwa program yang dilakukan selama ini hanya fokus kemasalah estetika tanpa memikirkan fungsi dan manfaat,” katanya.
Program penataan empat sungai, yakni Sungai Ciliwung, Sungai Pesanggrahan, Sungai Angke, dan Sungai Sunter, ditargetkan selesai pada 2022. “Namun kini penataan sungai terhenti,” kata Gembong.
Tentukan Kualitas Kepemimpinan Daerah
Sebelumnya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menilai langkah-langah yang diambil untuk pencegahan dan pengendalian banjir menentukan kualitas kepemimpinan di daerah.
“Banjir di Ibu Kota Jakarta cermin rusaknya tata kelola lingkungan. Dengan memelajari kepemimpinan Jokowi, Basuki Tjahaja Purnama, dan Djarot Syaiful Hidayat, ketika menjadi Gubernur DKI Jakarta, juga kepemimpinan Tri Rismharini sebagai Wali Kota Surabaya, Hendrar Prihadi atau Hendi Wali Kota Semarang, maka persoalan pencegahan dan pengendalian banjir itu merupakan ukuran kualitas kepemimpinan kepala daerah,” kata Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, di Jakarta, Sabtu (4/1/2020) lalu.
Menurut Hasto, Surabaya danSemarang secara topografis tidak jauh berbeda dengan Jakarta, yang juga menghadapi ancaman karena menaiknya muka air laut.
“Namun, melalui program komprehensif, terarah, fokus, dan pemimpinnya memahami persoalan lapangan, maka arahan yang diberikan sangat jelas terkait pencegahan banjir. Kedua kota besar tersebut terbukti efektif mengendalikan dan mencegah banjir,” katanya.
Banjir di Jakarta merupakan persoalan kepemimpinan dan manajemen.
“Banjir merupakan persoalan kepemimpinan dan manajemen. Pernyataan selebar apapun sungai di Jakarta, selama air dari selatan dibiarkan bebas mengalir ke daerah pesisir termasuk Jakarta, bukanlah pernyataan yang bijak dan cenderung cuci tangan,” katanya.
Karena itu, menghadapi banjir di beberapa daerah, khususnya di DKI Jakarta, PDI Perjuangan melalui Badan Penanggulangan Bencan (Baguna) langsung bergerak melakukan evakuasi dan bantuan untuk rakyat. Dapur umum di DKI, Bekasi, dan Bogor serta beberapa daerah lain langsung didirikan.
“Partai hadir dengan seluruh nilai-nilai kemanusiaan. Kemampuan salah satu dapur umum di DPD PDI Perjuangan DKI bisa memberikan makanan sehat dan bergizi minimum 3.500 nasi kotak per hari. Aksi kemanusiaan ini untuk rakyat kecil tanpa membeda-bedakan pilihan politiknya,” kata Hasto. [CHA/sulindox@gmail.com]