Koran Sulindo – Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan menggelar lomba desain aksesoris berhadiah jalan-jalan ke 10 destinasi wisata baru yang ditetapkan oleh Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Para peserta lomba desain itu wajib berbasis sebuah puisi Bung Karno yang berjudul “Negeri Tempe, Bulan Negeri Keju”.
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyamto menyampaikan langsung lomba desain saat peluncuran
RedMe Official Store, sebuah toko online menjual atribut resmi partai berlambang moncong putih itu. Dua orang pemenang akan dihadiahi tiket jalan-jalan ke 10 destinasi wisata baru.
“Karena Pak Jokowi telah menetapkan 10 destinasi wisata, maka hadiahnya tiket berkunjung ke 10 destinasi wisata itu. Kan mantul, mantap betul,” ujar Hasto, di Menteng, Jakarta, Senin (21/1/2019).
Adapun 10 destinasi wisata tersebut adalah Danau Toba di Sumatra Utara, Borobudur di Jawa Tengah, Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur, Tanjung Kelayang di Kepulauan Bangka Belitung, Tanjung Lesung di Banten, Kepulauan Seribu di Jakarta, Bromo-Tengger-Semeru di Jawa Timur, Mandalika di Nusa Tenggara Barat, Wakatobi di Sulawesi Tenggara, dan Morotai di Maluku Utara.
Hasto berharap kaum milenial dapat berperan serta menumpahkan kreativitas di dalam lomba itu. Syaratnya cuma satu. Basis desainnya harus bisa “menghidupkan” isi sebuah puisi yang dibacakan Hasto. Para peserta bisa melihat lebih lanjut sarat mengikuti lomba di akun Instagram resmi Kios Redme dan akun DPP PDI Perjuangan.
Hasto juga membacakan puisi Bung Karno:
“Negeri Tempe Bukan Negeri Keju”
Inilah negerinya tempe negeri singkong, yang dengannya kita bisa bertahan sebagai bangsa yang sungguh beradab.
Apa yang kau banggakan dari daging dan keju, negeri roti dan susu.
Mereka bangga dengan kentang dan saos, karena mereka harus mencari makan yang tahan lama akibat musim dinginnya yang sungguh tak bersahabat.
Mereka memiluh roti dan keju karena tak bisa memasak nasi dan sayur setiap hari.
Tidak ada ubi dan singkong yang cita rasanya tak kalah lezat. Mereka tidak punya makanan yang begiru beragam, bercitarasa surga.
Mereka begitu memuja kenikmatan dan kesenangan, karena tidak menemukan kebahagiaan di istana rasa. Tidak menemukan jiwa tentram damai dalam balutan spiritual nikmatnya hidup sederhana, gotong royong, berbagi, bersyukur bersama-sama dalam satu kesatuan.
Sebab mereka tidak mengerti.
Tidak ada orang sakit karena kebanyakan makan tempe. Apalagi kebanyakan makan singkong dan ubi.
Tetapi begitu banyak orang sakit karena kebanyakan makan daging dan keju.
Jadi, apa lagi yang kau banggakan dari mereka sehingga engkau memuja mereka.
Sama saja engkau merendahkan diri kita sendiri.
Mengikuti mereka sama saja kita melepaskan berlian hanya untuk mendapatkan besi.
Tidak begitu anakku. Jadilah diri sendiri untuk menjadi permata negeri.
Karena sesungguhnya kita mempunyai semuanya. Kekayaan lahir dan batin, keseimbangan jiwa dan raga.
Jangan kau hancurkan semua yang sudah ada, jangan kau rusak semua keindahan kehidupan yang telah engkau miliki.
Tugasmu adalah menjaganya. Memeliharanya dan melestarikannya. Bukan merusak apalagi menghancurkannya.
Kekayaan batin adalah kekayaan yang paling hakiki yang kita punya.
Kekayaan yang sungguh tidak ternilai harganya.
Karena kekayaan batin akan melahirkan kebahagiaan bukan kesenangan.
Kekayaan batin akan menuntunmu pada ketentraman, bukan pada kekacauan.
Lihatlah anakku…
Beda dan sangat berbeda kesenangan dan kebahagiaan itu. Antara keserakahan dan penerimaan dengan rasa syukur.
Dan kamu bisa melihat semua itu hanya dengan rasa tenang batin yang hidup.
Maka anakku… matikanlah ragamu untuk menghidupkan batinmu dengan laku prihatin, agar kau bisa membaca yang tersirat dalam batin, dan bukan hanya yang sekedar tersurat.
Melihat dengan mata dan pikiran kadang kala justru tidak menemukan substansi pokok permasalahan.
Tetapi melihat dengan mata hati akan menemukan kehidupan yang sesungguhnya.
Inilah hidup yang harus selalu kau jaga dan kau syukuri.
Menjaga negeri ini, menjaga semua yang ada, lakukan hal sama ketika engkau melakukan untuk dirimu sendiri.
Mencintai negaramu, lakukanlah dengan cara yang sama ketika engkau mencintai dirimu dan keluargamu.
Karena sesungguhnya kita sama dan bersuadara, kita satu dan bersaudara.
Kita sama-sama hidup di tanah pertiwi. Sama-sama makhluk tuhan, maka sudah selayaknyalah kita selalu bersama untuk sebuah niatan yang baik.
Berjalanlah anakku. Selalu menyertai langkahmu.” [CHA]