Sebuah suara solid untuk Palestina terdengar di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) ketika 143 negara mendukung resolusi yang menetapkan langkah-langkah menuju keanggotaan penuh Palestina.
Sementara itu, sembilan negara, termasuk Amerika Serikat dan Israel, menolak, sementara 25 negara lainnya memilih abstain.
Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, menyambut hasil pemungutan suara tersebut dengan kata-kata penuh haru, menyatakan, “Dunia bersama rakyat Palestina.”
Baginya, pengesahan resolusi tersebut adalah bukti solidaritas global dengan hak dan kebebasan rakyat Palestina, sambil menegaskan penolakan terhadap agresi Israel.
Pemungutan suara yang digelar pada Jumat 10/05 memutuskan langkah-langkah resolusi untuk keanggotaan Palestina. Resolusi ini akan memberikan hak dan keistimewaan baru kepada Palestina, serta meminta Dewan Keamanan untuk mempertimbangkan kembali permintaan keanggotaan Palestina ke PBB.
Sebelumnya, AS telah memveto draf resolusi Dewan Keamanan PBB terkait keanggotaan Palestina. Langkah ini menjadi rintangan besar dalam upaya Palestina untuk menjadi anggota penuh PBB.
Namun, dorongan untuk pengakuan Palestina di PBB semakin kuat, terutama dengan meningkatnya kekerasan di Gaza yang telah menarik perhatian dunia.
Wakil duta besar AS untuk PBB, Robert Wood, kembali menegaskan penolakan pemerintahannya terhadap resolusi Dewan Keamanan yang berkaitan dengan Palestina. Namun, di Majelis Umum, di mana tidak ada hak veto, suara mayoritas mewakili aspirasi luas dari komunitas internasional.
Sebagai sebuah langkah menuju keadilan dan perdamaian yang diinginkan banyak pihak, keanggotaan penuh Palestina di PBB menjadi fokus perhatian.
Hal ini diperkuat oleh krisis kemanusiaan di Gaza dan dampak serangan yang telah menewaskan ribuan orang, yang memicu kemarahan dan tuntutan solidaritas dari banyak negara.
Meskipun tantangan besar yang dihadapi, langkah-langkah menuju pengakuan Palestina di PBB terus menjadi titik fokus dalam agenda diplomatik global, dengan harapan untuk membawa solusi yang berkelanjutan bagi konflik yang telah lama menghantui kawasan tersebut. [UN]