Perang Dunia II tidak hanya mencatat kehancuran dan konflik antarnegara, tetapi juga menjadi panggung lahirnya senjata paling dahsyat dalam sejarah umat manusia yaitu bom atom. Di balik pengembangannya, berdiri deretan ilmuwan brilian yang berjasa besar bagi kemajuan sains, namun banyak di antara mereka harus menghadapi dilema etika dan penyesalan mendalam atas hasil temuan mereka sendiri.
Proyek Manhattan
Pengembangan bom atom dilakukan melalui Proyek Manhattan, sebuah program rahasia Amerika Serikat yang dimulai pada awal 1940-an. Proyek ini melibatkan sejumlah ilmuwan terkemuka dari berbagai belahan dunia, termasuk pengungsi dari Eropa yang melarikan diri dari rezim Nazi. Tujuannya jelas: mengembangkan senjata nuklir sebelum Jerman berhasil melakukannya lebih dahulu.
Di antara tokoh sentralnya adalah J. Robert Oppenheimer, fisikawan Amerika yang dikenal luas sebagai “bapak bom atom”. Ia memimpin Laboratorium Los Alamos di New Mexico dan bertanggung jawab atas koordinasi seluruh proses riset dan pengujian. Di tangan Oppenheimer dan timnya, bom atom pertama akhirnya berhasil diuji coba di gurun New Mexico pada Juli 1945, sebelum kemudian dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki.
Perjalanan menuju pembuatan bom atom tak lepas dari kontribusi para ilmuwan. Mengutip berbagai sumber, berikut ilmuwan di balik bom atom:
1. Enrico Fermi, fisikawan Italia-Amerika, adalah orang pertama yang berhasil menciptakan reaksi nuklir berantai terkendali di Chicago Pile-1 pada tahun 1942. Uji coba ini menjadi tonggak penting dalam produksi bahan nuklir untuk bom.
2. Leo Szilard, ilmuwan Hungaria-Amerika, menjadi sosok visioner yang pertama kali mengusulkan konsep reaksi berantai. Ia pula yang menggandeng Albert Einstein untuk menandatangani surat kepada Presiden Franklin D. Roosevelt pada 1939. Surat ini memperingatkan potensi militer dari uranium dan menjadi pemicu awal keterlibatan pemerintah Amerika dalam riset senjata nuklir.
3. Hans Bethe, kepala Divisi Teori di Los Alamos, memainkan peran vital dalam perhitungan matematis dan fisika nuklir, termasuk dalam menentukan critical mass dari uranium-235 dan plutonium-239.
4. Ernest O. Lawrence, penemu alat siklotron, memimpin upaya pemisahan isotop uranium, sebuah proses penting dalam penyediaan bahan fisil berkualitas tinggi.
5. Glenn Seaborg, bersama Edwin McMillan, menemukan unsur plutonium dan mengembangkan metode produksi plutonium-239 untuk bom “Fat Man” yang meledak di Nagasaki.
6. John von Neumann, matematikawan jenius, menyumbangkan keahliannya dalam merancang mekanisme ledakan dan simulasi numerik melalui pengembangan komputer awal.
7. Richard Feynman, yang kala itu masih muda, turut serta dalam menyelesaikan masalah teknis kompleks terkait efisiensi ledakan bom di Los Alamos.
Selain itu, tidak bisa dilupakan tiga ilmuwan Jerman, Otto Hahn, Fritz Strassmann, dan Lise Meitner yang pertama kali menemukan fenomena fisi nuklir pada 1938. Temuan mereka, meski tidak secara langsung terkait dengan Proyek Manhattan, menjadi dasar ilmiah utama dalam pengembangan senjata nuklir.[UN]