Ilustrasi/katalog pameran

Koran Sulindo – Pameran Seni Koleksi Istana Presiden kembali hadir tahun ini dan menjadi tahun ketiga penyelenggaraan pameran ini. Pameran yang berlangsung sejak Jumat (3/8/2018) iniakan berlangsung hingga 31 Agustus nanti di Galeri Nasional, Jakarta Pusat.

Pameran yang dibuka Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Puan Maharani ini bertema, disesuaikan dengan even Asian Games 2018, yang diselenggarakan di Jakarta-Palembang.

“Karena pameran ini dalam suasana dan dalam rangka memeriahkan Asian Games 2018, tema yang diangkat adalah ‘Indonesia Semangat Dunia,” kata Puan, saat memberikan sambutan.

Pameran menampilkan 45 koleksi karya lukisan, patung, dan dan arsip yang mengisahkan kisah-kisah perjuangan mengekspresikan semangat bangsa Indonesia termasuk Asian Games 1962. Total karya 34 seniman Indonesia dan mancanegara terpampang di galeri yang terletak di seberang Stasiun Kereta Api Gambir Jakarta tersebut.

Karya seni yang biasa hanya dipajang di Istana Kepresidenan RI di Bogor, Yogyakarta, Jakarta, Tampak Siring, dan Cipanas ini juga menghadirkan 3 mahakarya seniman yaitu lukisan ‘Berburu Banteng’ karya Raden Saleh, lukisan ‘Memanah’ karya Henk Ngantung, dan Lukisan ‘Perkelahian dengan Singa’ karya Raden Saleh.

Selain itu juga karya Naskah Jamin dan Harijadi S dan Zsiemond Kisfaludi Strobel, Walter Spies, Fernando Amorsolo, dan Yevgeny Viktorovich Vuchetich.

Menurut Puan, penyelenggaraan pameran merupakan wujud nyata apresiasi pemerintah atas karya seni dan budaya. Harapannya, acara ini dapat menjadi sumber inspirasi dan kreatifitas anak bangsa dalam merawat dan melestarikan budaya bangsa.

Kurator pameran tahun ini adalah Amir Sidharta dan Watie Moerany.

Selain pameran karya seni, pengunjung juga dapat ikut dalam berbagai rangkaian acara antara lain workshop membuat sketsa dari KamiSketsa GalNas, program bimbingan edukasi menjadi apresiator seni, dan lomba lukisa kolektif pelajar tingkat nasional.

Semua kegiatan tak dipungut biaya alias gratis, termasuk untuk menikmati pameran. Waktu kunjungan berlangsung setiap hari dari pukul 10.00-20.00 WIB, kecuali pada Hari Raya Idul Adha (22/8) tutup.

Saat jumpa pers di Kementerian Sektretariat Negara, Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf yakin pameran terpenting di Indonesia akan mendatangkan para pecinta seni dari mancanegara.

“Kebetulan tanggal 2 Agustus akan dibuka Art Jakarta, yang menggembirakan pengunjung Art Jakarta dari luar negeri pastikan akan tertarik mengunjungi pameran kita,” kata Triawan.

Koleksi seni yang berasal dari 5 Istana Kepresidenan di Indonesia diketahui ada sekitar 3000-an karya. Selama ini karya-karya tersebut tersimpan tidak pernah diperlihatkan pada publik. Baru mulai 2016 lalu, Kementerian Sekretariat Negara bekerja sama dengan Kemendikbud, Kementerian Pariwisata, Bekraf, dan Mandiri Art, pameran koleksi Istana Negara digelar.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan pameran ini sudah menjadi tradisi tahunan di bulan Agustus.

“Juga mulai tahun ini ada pameran serupa di daerah-daerah. Secara bertahap memunculkan para maestro di berbagai daerah yang kualitasnya juga tidak kalah. Kita ingin mencoba meratakan tradisi apresiasi karya seni,” kata Mendikbud.

Persahabatan Antarbangsa

Koleksi  lima Istana Kepresidenan yang dipamerkan ini juga mengungkap persahabatan antarbangsa dan diplomasi Indonesia di masa lalu.

Dalam mempersiapkan pameran itu, para kurator dan tim riset meneliti informasi latar belakang sejarah setiap karya yang dipamerkan dengan mencari berbagai materi arsip yang ada pada keluarga para perupa, di museum-museum, perpustakaan dan media massa di Indonesia dan di berbagai negara.

Di antara karya seni itu, patung Sang Penombak karya Roberto Juan Capurro diberikan oleh Presiden Argentina Dr Arturo Frondizi kepada Presiden Soekarno sekaligus mempererat hubungan kedua negara. Sebelumnya, Presiden Sukarno berkunjung ke Argentina pada 1959 dan melihat patung Sang Penombak di Museum Seni La Boca dan menyatakan kekagumannya pada karya itu. Presiden Argentina lalu menawari sebuah edisi patung itu sebagai kenangan atas kunjungan Soekarno. Presiden Sukarno pun menerima tawaran tersebut.

Selanjutnya, lukisan Berburu Banteng yang menjadi salah satu dari beberapa lukisan tentang perburuan karya Raden Saleh Syarif Bustaman. Karya ini menjadi suatu contoh dari diplomasi budaya antara Indonesia dan Belanda karena lukisan Berburu Banteng II dibuat sebagai hadiah kenang-kenangan Raden Saleh kepada Raja Willem III sebelum sang pelukis pulang ke Jawa pada 1851.

Bersama lukisan Raden Saleh yang berjudul Perkelahian dengan Singa, lukisan tersebut dihadiahkan Ratu Belanda Juliana kepada pemerintah Indonesia hampir seratus dua puluh tahun kemudian ketika Presiden Soeharto berkunjung ke Belanda pada 1970.

Ilustrasi: Antara Hidup dan Mati (Between Life and Death), Raden Saleh (1870)

Selanjutnya, persahabatan antarbangsa juga tersirat dalam pembuatan koleksi kristal eksklusif yang dinamakan Asian Artists in Crystal. Pada pertengahan 1950-an perusahaan kaca Steuben melibatkan perupa dari 16 negara Asia termasuk Indonesia dalam program kerja sama budaya menciptakan koleksi kristal eksklusif yang dinamakan Asian Artists in Crystal.

Di antara tiga puluh enam kristal dalam program tersebut, terdapat tiga karya perupa Indonesia, yaitu Bima dan Ular karya Basoeki Abdullah, Tarian Pura karya Agus Djaya, dan Ngaben karya Made Djata.

Koleksi tiga kristal Indonesia diserahkan oleh Duta Besar Amerika untuk Republik Indonesia Howard Jones kepada Presiden Soekarno di Istana Cipanas pada 1 Agustus 1959, ketika Presiden Sukarno memperkenalkan kabinetnya kepada korps diplomatik.

Dalam kunjungannya ke Hungaria pada 1960 dan 1961, Presiden Soekarno mengunjungi studio Strrebl dan memesan belasan patung, termasuk patung Pemanah, yang dalam pengertian Sukarno, merupakan lambang kesatriaan bangsa Timur dan Selatan. Patung-patung itu kemudian dibawa ke Indonesia dan menghiasi halaman depan Istana Negara yang menghadap Jalan Veteran Jakarta.

Salah satu edisi dari prototipe patung Pejuang Soviet dihadiahkan Angkatan Bersenjata Uni Soviet kepada Presiden Soekarno pada 11 September 1956. Karya seni itu mengusung semangat kemerdekaan dan kemanusiaan. Patung itu menggambarkan seorang pejuang Soviet yang berdiri dengan pedang di atas Swastika yang telah hancur, sambil menggendong seorang anak Jerman di lengan kirinya. [DAS]