Koran Sulindo – Jika masih dikarunia umur, hari ini Pak Pram berusia 92 tahun. Mungkin masih membakar sampah di rumahnya yang mewah, dibanding lingkungan sekitarnya, di Bojonggede, Bogor. Mungkin masih tak henti-henti menyalakan Jarum Super. Mungkin masih sering tersenyum tipis sambil berbicara agak berteriak, seolah orang yang berbicara dengannya juga mempunyai masalah dengan telinganya, telinga yang dipopor serdadu sebelum dibuang ke Pulau Buru pada awal-awal rezim Soeharto.
Hari ini Google merayakan 92 tahun penulis besar Indonesia itu di Doodle-nya. Animasi GIF yang menyertai di gerbang mesin pencari di internet itu ada gambar Pramoedya Ananta Toer sepuh sedang bekerja di depan mesin ketik. Hari ini sudah banyak media massa menulis profil orang yang pernah di penjara semua rezim penguasa di Indonesia itu, baik dalam negeri atau pun manca. Time, Aljazeera, Asian Correspondent…
Masalah terbesar karya-karya Pak Pram adalah terjemahannya dalam bahasa asing, terutama Inggris, kekurangan gregetnya, banyak nuansa yang hilang. Akibatnya, pembaca dalam bahasa Inggris mungkin kesulitan, dan lain-lain, sehingga sebenarnya tak banyak pemilik bahasa ibu itu bisa menemui Pram lewat bukunya. Sedikit anekdot saja, obituari di harian Guardian pada 2006 saja menulis Minke seorang perempuan…
Jika masih dikarunia umur, hari ini Pak Pram mungkin masih meriung di Bojonggede dengan anak-anak muda, seumuran anak-anaknya, seusia cucu-cucunya, yang membuatnya selalu terlihat lebih segar. Angkatan muda yang selalu dia puja, dia banggakan.
Anak-anak muda itulah yang 10 tahun lalu, pada suatu hari Minggu petang dalam hujan deras mengangkat lengan kiri bersama menyanyikan Darah Juang di pemakamanmu. Seorang pahlawan telah gugur. [DAS]