Pajak Penghasilan Final bagi UKM Turun Menjadi 0,5%

Ilustrasi: Ketua Umum PDI Perjuangan mengunjungi pameran produk usaha kecil dan menengah di Jakarta, 2017 lalu.

Koran Sulindo – Setelah diwacanakan sejak tahun 2016, tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final bagi usaha kecil dan menengah (UKM) yang beromzet di bawah Rp 4,8 miliar akhirnya diturunkan dari 1% menjadi 0,5%. Penurunan itu dijanjikan oleh Presiden Joko Widodo akan dilaksanakan pada akhir Maret 2018 ini. “Insya Allah, nanti akhir bulan ini, pajaknya akan kami turunkan dari satu persen menjadi nol koma lima persen,” ujar Jokowi sebelum membuka Sidang Dewan Pleno II dan Rapimnas Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Tahun 2018 di Tangerang, Banten, Rabu (7/3).

Diceritakan Jokowi, dirinya terlibat tawar-menawar seru dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat membahas pajak UKM. Katanya, dia ingin pajak serendah-rendahnya, sementara Sri Mulyani ingin menjaga pemasukan negara. “Saya kemarin sebetulnya nawarnya nol koma dua puluh lima persen, tapi Menteri Keuangan ngotot. ‘Tidak bisa, Pak. Ini kalau turunnya sampai sejauh itu akan memengaruhi penerimaan, pendapatan pemerintahan.’ Oleh sebab itu ditawar nol koma lima persen, ditawar setengah, ya, sudah saya ikut,” tutur Jokowi.

Pengambilan keputusan tersebut, tambahnya, sudah melalui pertimbangan cukup matang. Pemerintah juga sudah melakukan pertemuan khusus untuk membahas soal penurunan tarif pajak UKM sebanyak tiga kali. “Ini sudah kami rapatkan tiga kali,” kata Jokowi.

Sri Mulyani sendiri sudah mengatakan, kementeriannya sedang mengkaji penurunan tarif PPh Final bagi UKM yang beromzet di bawah Rp 4,8 miliar dari 1% menjadi 0,5% sejak tahun 2016 lalu. “Posisi kami sedang mengkaji penurunan tarif PPh UKM karena kami tugasnya menerima instruksi presiden dan melakukannya dengan berbagai macam persiapan, apakah dari sisi peraturan pelaksanaan,” kata Sri Mulyani di Bogor, Jawa Barat, 27 November 2016 silam.

Dijelaskan Sri, Kementerian Keuangan akan memperbaiki dan mempermudah peraturan untuk UKM, termasuk cara berkomunikasi dan berinteraksi dengan pelaku usaha UKM supaya menimbulkan kepercayaan. “Kami ingin UKM berinteraksi dengan Ditjen Pajak tidak khawatir, susah, tapi simpel, cepat, dan ada kepercayaan dari mereka. Ini PR kami, apakah dari sisi tarif pajak, prosedur, melayani masyarakat supaya makin yakin, dan kami bisa menarik pajak secara efisien tanpa menimbulkan ketakutan,” tuturnya.

Ketika Sri mengumumkan lagi akan menurunkan batasan omzet Pengusaha Kena Pajak (PKP) dari Rp 4,8 miliar per tahun, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menolak. Menurut pihak Apindo, tanpa penurunan batasan omzet kena pajak, pemerintah tetap dapat menurunkan PPh Final untuk UKM dari 1% menjadi 0,5%.

Dijelaskan Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani, batasan PKP Rp 4,8 miliar sudah cukup moderat. Jika pemerintah menurunkan batasan PKP, itu akan berdampak bagi para pelaku usaha. “Dampaknya bakal negatif. Karena, jika threshold diturunkan,  mereka bayar pajaknya kenanya lebih rendah,” tutur Hariyadi di Jakarta, 24 Januari 2018. Beban pajak yang lebih besar, lanjutnya, justru akan menyusahkan bisnis UKM.

Lebih lanjut Haryadi mengatakan, tarif PPh Final UKM menjadi 0,5% itu akan merangsang UKM untuk bertumbuh lebih cepat. Tapi, jika disertai penurunan batasan omzet kena pajak justru akan membebani UMKM. Lebih baik tarif PPH Final UKM tetap 1% tanpa penurunan batasan PKP. “Jadi lebih baik berlaku batasan PKP Rp 4,8 miliar. Itu angka yang moderat atau threshold tetap dan tarif PPh diturunkan,” ujarnya.

Di sisi lain, Hariyadi mengaku memahami alasan pemerintah yang memunculkan wacana tersebut. Karena, sekarang ini banyak pengusaha yang tiba-tiba mengubah usahanya menjadi UKM sehingga bebas dari batasan PKP. “Karena banyak pengusaha mengaku sebagai UKM, jadi ada wacana Rp 4,8 miliar itu untuk semua individu (UKM), tidak badan hukum,” ungkap Hariyadi. [RAF]