Bekas Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta [Foto: Istimewa]

Koran Sulindo – Kesaksian eks Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin tentang korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP) membuat merah telinga beberapa politikus. Mereka antara lain Melchias Markus Mekeng, Agun Gunandjar Sudarsa (keduanya dari Partai Golkar), Ganjar Pranowo (PDI Perjuangan), Teguh Juwarno (Partai Amanat Nasional/PAN) dan lain-lain.

Keempat orang ini disebut Nazaruddin kecipratan uang dari proyek tersebut. Kesaksian Nazaruddin ini memang tidak lagi mengejutkan karena sebelumnya dakwaan yang dibacakan jaksa terhadap dua terdakwa kasus itu yakni Irman dan Sugiharto, keduanya mantan pejabat di Kementerian Dalam Negeri menyebutkan keterlibatan politikus DPR lintas partai.

Nyanyian Nazaruddin itu tak lalu dianggap sebagai kebenaran oleh sebagian pihak terutama politikus yang disebut menerima uang dari proyek itu. Mereka justru meragukan cerita Nazaruddin. Padahal, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kerap menjadikan kesaksian Nazaruddin untuk mengusut berbagai kasus di samping korupsi e-KTP. Kesaksian itu lantas berbuah pemenjaraan terhadap Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh (mantan rekannya di Partai Demokrat) dan lain-lain.

Nazaruddin yang bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Senin (3/4) kembali bercerita tentang pengalamannya dalam korupsi e-KTP. Ia memastikan ada bagi-bagi uang kepada berbagai pihak yang berasal dari proyek e-KTP. Ia mengaku melihat langsung uang yang akan diantar ke ruangan Mustokoweni Murdi, anggota Fraksi Golkar.

Ia ketika itu sedang berada di ruangan Mustokoweni. Kemudian, pimpinan Komisi II DPR dipanggil ke ruangan Mustokoweni. Di ruangan itu lalu dibagi-bnagi jatah untuk koordinator Komisi II dan ketua kelompok fraksi, juga untuk anggota Badan Anggaran. “Pembicaraannya ketika itu sempat ribut,” kata Nazaruddin seperti dikutip tempo.co.

Bekas karib Anas ini juga mengaku mengikuti pertemuan di ruang Fraksi Demokrat lantai 9 Gedung Nusantara I yang ketika itu dihadiri Ignatius Mulyono (Fraksi Demokrat), Mustokoweni dan Andi Agustinus (Narogong). Mereka disebut sedang membahas anggaran program dan menghitung keuntungan yang akan diperoleh dari proyek e-KTP.

Pembahasan mengenai pembagian dana kepada anggota Komisi II dan pejabat di Kementerian Dalam Negeri juga dibahas pada pertemuan itu. “Saya bertindak sesuai dengan perintah,” kata Nazaruddin.

Aliran untuk Politikus
Untuk politikus Partai Golkar Agun Gunandjar, menurut Nazaruddin, berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP) menerima uang US$ 1 juta. Namun, berdasarkan dakwaan, Agun disebut menerima sekitar US$ 1,047 juta. Soal itu, Nazaruddin mengaku tidak terlalu ingat berapa yang diterima Agun karena tidak terlalu mengikutinya.

Sementara untuk Anas Urbaningrum, Nazaruddin menyebutnya menerima Rp 500 miliar untuk kepentingan pemenangan pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat waktu itu. Penyerahannya diberikan dalam bentuk dolar AS dan rupiah secara bertahap. Awalnya Rp 20 miliar dan penyerahan tahap kedua US$ 3 juta.

Sedangkan Ganjar disebut Nazaruddin menerima US$ 500 ribu. Awalnya jatah untuk politikus PDI Perjuangan ini hanya US$ 150 ribu, namun ia menolak. Ganjar minta disamakan dengan pimpinan Komisi II sebesar US$ 500 ribu.

Nazaruddin juga menyebut nama Mekeng yang menerima aliran dana dari proyek e-KTP. Mekeng, mantan pimpinan Badan Anggaran itu dalam dakwaan disebut menerima US$ 1,4 juta. Nyanyian Nazaruddin itu membuat Mekeng emosi. Ia merasa difitnah dan akan melaporkannya ke polisi karena dianggap mencemarkan nama baiknya.

Yang terasa janggal adalah ketika jaksa menyinggung nama Setya Novanto yang kala itu menjadi Ketua Fraksi Golkar. Ia yang selama ini berkoar-koar mengatakan dalang proyek e-KTP adalah Novanto, namun dalam persidangan kali ini ia mengaku lupa pernah bertemu dengan Ketua DPR itu. Padahal, dalam BAP-nya, ia bersama Anas, Novanto dan Andi Narogong bertemu di Pasific Place, Jakarta pada September 2010.

Dalam pertemuan itu, Anas meminta realisasi atas kesepakatan 35 persen dari keuntungan bersih dari proyek e-KTP. Novanto menjanjikan akan memberi US$ 3 juta pada Agustus dan September 2010. Ia mengakui bertemu dengan Anas dan Andi Narogong. Namun, dengan Novanto Nazaruddin ragu-ragu menjawabnya. “Lupa saya,” katanya.

Menanggapi persidangan tersebut, juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, dakwaan yang dibuat hanya untuk dua terdakwa. KPK fokus membuktikan bahwa keduanya terbukti korupsi dalam proyek e-KTP. Akan tetapi, proses penelusuran kasus ini pasti berlanjut. Buktinya, KPK kemudian menetapkan Andi Narogong sebagai tersangka.

“Kita pasti akan menelusuri pihak-pihak lain yang terlibat dalam kasus ini,” kata Febri. [KRG]