Presiden Joko Widodo pada peletakan batu pertama proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung, 21 Januari 2016.

Koran Sulindo – Ada yang ganjil dengan program proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung. Karena, ternyata, proyek tersebut berjalan lelet. Padahal, peletakan batu pertamanya sudah dilakukan sejak Januari 2016 lampau.

Bahkan, kesepakatan pinjaman sebesar 75% dari total investasinya oleh China Development Bank (CDB) saja baru dikabarkan terjadi pada pekan lalu. Seperti diberitakan Nikkei Asian Review, penandatanganan dokumen kesepakatan dilakukan di sela-sela kunjungan Presiden Joko Widodo ke Beijing pada 13-14 Mei 2017 lalu. Ketika itu Jokowi menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi One Belt One Road (OBOR), konferensi mengenai infrastruktur.

Memang, dalam pidatonya di konferensi tersebut, Presiden Tiongkok Xi Jinping sempat menyinggung soal kereta api cepat itu. Tiongkok berharao proyek kereta cepat di Indonesia bisa menjadi proyek percontohan dari inisiatif OBOR. Itu sebabnya, mereka berani menanggung sebagian besar biaya konstruksi megaproyek tersebut. Sungguhpun begitu, pihak Tiongkok menyatakan, proyek itu tidak begitu menguntung, seperti diungkapkan akademisi Universitas Renmin yang menjadi bagian dari tiom ahli OBOR, Wang Yiwei, sebagimana diberitakan Nikkei Asian Review.

Menurut Direktur Utama Wijaya Karya (Wika) Bintang Perbowo, pinjaman bakal cair paling cepat Juni 2017 mendatang. Struktur pinjaman tetap 60% berdenominasi dolar Amerika Serikat dan sisanya yuan. “Berbagai persyaratan sudah cocok, tinggal menyampaikan sedikit dokumen,” katanya sebagaimana dikutip berbagai media.

BUMN yang dipimpin Bintang memang pemegang saham terbesar, 38% atau setara dengan Rp 1,710 triliun, di PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), konsorsium BUMN yang mewakili Indonesia dalam PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Saham lain PSBI dimiliki PTPN VIII dan KAI, masing-masing 25% atau senilai Rp 1,125 triliun, dan Jasa Marga 12% atau Rp 540 juta.

KCIC merupakan perusahaan join venture antara PSBI dan pihak Tiongkok. Ini proyek bisnis murni. Komposisi sahamnya: 60% milik PT PSBI dan 40% milik perusahaan Tiongkok, dengan bendera China Railway Corporation. Perusaahaan Tiongkok yang juga terlobat dalam proyek ini antara lain China Railway Engineer Corporation (CREC), China Railway Rollingstock Corporation (CRRC), dan Sinohydro Corporation Limited.

Rencananya, pinjaman dari CDB terdiri dari dua jenis pinjaman. Pertama: 63% pinjaman dalam dolar Amerika Serikat, dengan bunga 2% per tahun. Kedua: 37% dalam bentuk renmimbi, dengan bunga 3,64% per tahun. Jangka waktu pengembaliannya hingga 40 tahun, dengan tenggang waktu 10 tahun.

Kekurangan dana investasi sebesar 25% atau Rp 19 triliun akan diambil dari modal PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Itu pun dibagi dua yakni PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) 15 persen dan China Railway Corporation sebesar 10 persen.