Nasib Pilu Kacang Kedelai

Ilustrasi kedelai impor.

Kedelai adalah salah satu sumber pangan selain padi dan jagung yang digemari hampir semua lapisan usia di Indonesia. Setiap tahun kebutuhan komoditas pangan penghasil protein nabati ini terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan kebutuhan bahan baku industri olahan seperti tahu, tempe, kecap, dan susu.

Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur seperti kecap, tahu, dan tempe. Berdasarkan penemuan arkeologi, tanaman ini telah dibudidayakan sejak 3500 tahun yang lalu di Asia Timur. Kedelai putih diperkenalkan ke Nusantara oleh pendatang dari Cina sejak maraknya perdagangan dengan Tiongkok, sementara kedelai hitam sudah dikenal lama orang penduduk setempat.

Kedelai merupakan sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia. Penghasil kedelai utama dunia adalah Amerika Serikat meskipun kedelai praktis baru dibudidayakan masyarakat di luar Asia setelah 1910.

Ada 16 daerah pengembangan kedelai di Indonesia yaitu meliputi Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, Nusa Tenggara Timur, Riau, Jambi, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Bali, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat.

Alternatif pengganti kedelai

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengungkapkan harga kedelai impor Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh masalah El Nina di kawasan Amerika Selatan semata. Kenaikan harga kedelai dari US$ 12 menjadi US$18 per gantang juga dipicu oleh kebutuhan besar pakan ternak babi di China.

Lutfi menuturkan kebutuhan kedelai dalam negeri mencapai 3 juta ton. Namun, budidaya di Tanah Air hanya mampu memproduksi 500.000-700.000 ton per tahunnya. Alhasil, Indonesia harus mengimpor kedelai untuk memenuhi gap permintaan. Dikutip dari the Pig Site, kedelai berjangka China melonjak ke rekor tertinggi minggu ini di tengah kekhawatiran tentang skala panen kedelai Amerika Selatan yang dilanda kekeringan dan pengetatan pasokan makanan di pasar domestik.

Pengamat Pertanian dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Mercy Bientri Yunindanova menyebut Indonesia perlu memikirkan alternatif pengganti kedelai menyusul terjadinya kenaikan harga pada komoditas tersebut.

“Kita harus mencari alternatif, budi daya tidak bisa 100 persen mencukupi kebutuhan kedelai dalam negeri karena membutuhkan sistem budidaya lebih terpadu, seragam, dan manajemen yang baik,” kata Dosen Agroteknologi Fakultas Pertanian UNS dikutip dari ANTARA di Solo, Jawa Tengah, Selasa (1/3/2022).

Dengan demikian, kata dia, perlu ada proses diversifikasi pangan sumber protein dengan penggunaan alternatif biji-bijian lain sebagai bahan baku yang mengandung protein mendekati kedelai.

“Indonesia sangat kaya dengan keanekaragaman tanaman biji-bijian dan telah terbukti dapat diolah menjadi olahan tempe. Sebetulnya tidak perlu khawatir karena banyak kearifan lokal tentang tempe,” katanya.

Tanam kedelai lebih menguntungkan

Di lahan sawah, kedelai umumnya ditanam pada musim kemarau setelah pertanaman padi. Sedangkan di lahan kering (tegalan) kedelai umumnya ditanam pada musim hujan.

Badan Litbang Pertanian melalui Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) telah merakit teknologi produksi kedelai untuk lahan sawah dan lahan kering, dan lahan pasang surut tipe C dan D yang diharapkan dapat meningkatkan produksi dan keuntungan usahatani.

Dengan penggunaan varietas unggul baru yang sesuai dan teknologi yang tepat, hasil kedelai dapat mencapai lebih dari 2,0 ton/ha.

Keuntungan menanam kedelai menurut Sunanto tidak lebih rendah dibandingkan menanam padi atau jagung. Hasil analisis usaha yang dilakukan Dinas Pertanian Grobogan menunjukkan bahwa jika dihitung harian, pendapatan petani kedelai adalah Rp 152 ribu per hari dengan input usaha tani per hektar hanya Rp 5 juta sedangkan padi per hari kurang lebih Rp 143.500 dan jagung Rp 127 ribu per hari dengan input usaha tani masing-masing dirata-ratakan sebesar Rp 15 juta per hektar.

“Kita ketahui, jagung itu butuh 110 hari, kalau padi sekitar 115 hari dan kedelai hanya 85 hari. Sehingga kalau misalnya pendapatan dibagi waktu tanam, maka sebenarnya kedelai paling menguntungkan,” imbuhnya. (republika.co.id, 3 Maret 2022).

Kondisi kedelai saat ini

Kontrak kedelai berjangka yang paling aktif diperdagangkan di Dalian Commodity Exchange menguat menjadi 3.792 yuan (US$596.22) per ton saat ini, rekor harga tertinggi, dan naik 13 persen dari sebelum liburan Tahun Baru Imlek selama seminggu.

“Impor kedelai pada semester kedua tahun lalu rendah, dan importir menunggu margin membaik,” kata Darin Friedrichs, salah satu pendiri perusahaan riset pertanian Sitonia Consulting. “Tapi sekarang ada masalah produksi. Kontrak berjangka AS telah banyak mengalami reli, dan Dalian sedang mengejar ketinggalan,” kata Friedrichs.

Importir China telah mengandalkan pasokan kedelai yang melimpah dan murah dari Brasil untuk tiba bulan ini dan memenuhi kebutuhan mereka untuk kuartal pertama tahun 2022. Namun masalah tanaman di Amerika Selatan kini membuat beberapa pihak lengah. “Pabrik pemroses [kedelai] tidak menerima kargo yang cukup,” kata seorang manajer yang berbasis di China selatan. “Kami tidak melakukan banyak pembelian sebelumnya karena marginnya rendah,” kata manajer yang menolak disebutkan namanya karena sensitivitas masalah ini.

Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo) melaporkan sebagian besar importir skala kecil hingga sedang menahan diri untuk melakukan impor kedelai di tengah kenaikan harga bahan baku tempe dan tahu. Kenaikan harga komoditas tersebut diproyeksikan berlanjut hingga pertengahan tahun ini.

Direktur Akindo Hidayat mengatakan penahanan impor yang dilakukan pelaku usaha pengolahan skala kecil hingga sedang itu tidak akan mengganggu pasokan kedelai impor untuk pengrajin tahu dan tempe dalam negeri. “Dengan harga tinggi [kedelai] beberapa importir kecil sudah menahan diri untuk impor karena fluktuasi yang tajam sebagian sudah mengurangi tetapi mudah-mudahan dari importir besar itu menjamin ketersediaan stok untuk para pengrajin,” kata Hidayat, Kamis (17/2).

Kendati demikian, ia memastikan ketersediaan kedelai impor bakal tetap terjaga hingga lebaran nanti. Juga berharap importir kedelai skala besar dapat tetap memasok bahan baku impor itu untuk industri domestik. “Dipastikan itu tidak mengganggu pengadaan bahan baku kedelai untuk pengrajin termasuk sampai dengan lebaran nanti.”

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) melaporkan tren kenaikan harga kedelai masih berlanjut pada pekan kedua Februari 2022. Malahan, kenaikan harga bahan baku tempe dan tahu itu bakal menyentuh di angka tertinggi sebesar US$15,78 per bushels pada Mei 2022.

Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Kemendag Isy Karim mengatakan kenaikan harga kedelai itu disebabkan karena inflasi di negara produsen yang belakangan berdampak pada meningkatnya biaya input produksi, sewa lahan hingga kekurangan tenaga kerja.

Di lain sisi, ketidakpastian cuaca di negara produsen turut andil mendorong petani kedelai menaikkan harga. Berdasarkan data Chicago Board of Trade (CBOT), harga kedelai pada pekan kedua Februari 2022 mencapai US$15,57 per bushels. Harga ini diperkirakan terus naik hingga Mei yang mencapai US$15,78 per bushels dan mulai turun pada Juli sebesar US$15,75 per bushels. “Harga kedelai di tingkat pengrajin pada bulan Februari 2022 telah mencapai Rp11.000 per kilogram dan akan terus mengalami peningkatan pada bulan mendatang menyesuaikan perkembangan harga kedelai dunia,” kata Isy Karim.

Berdasarkan catatan Kemendag, lebih dari 80 persen kebutuhan kedelai di dalam negeri dipasok dari importasi sehingga perkembangan harga kedelai di dalam negeri sangat bergantung pada perkembangan harga kedelai dunia. Dia mengatakan kementeriannya telah berupaya menjaga keberlangsungan usaha pengrajin tahu dan tempe dengan memastikan pasokan kedelai aman dan tersedia serta melakukan koordinasi secara intens bersama pelaku usaha baik importir (AKINDO) maupun pengrajin tahu dan tempe (GAKOPTINDO).

“Selain itu, importir juga telah menyampaikan komitmen untuk menjaga harga kedelai di tingkat importir sebesar Rp10.500 sampai Rp11.500 per kilogram pada Februari 2022 dan akan direview setiap akhir bulan berjalan menyesuaikan perkembangan harga kedelai dunia,” demikian Isy Karim. [S21]