Koran Sulindo – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan memajang pengembang-pengembang nakal di Jakarta Smart City (JSC). Pengembang yang akan dipublikasikan adalah yang belum memenuhi kewajiban atas pembangunan dan terancam tidak mendapat Sertifikat Layak Fungsi (SLF).
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama mengatakan banyak pengembang yang belum menyelesaikan kewajibannya. Pemajangan nama-nama itu untuk memberikan efek jera.
Pemprov DKI menyatakan selama ini telah memberi kelonggaran ke pengembang dengan menerbitkan SLF sementara hingga 6 bulan. Namun banyak pengembang justru tidak memperpanjang SLF yang telah dikeluarkan.
“Sering kali habis selesai 6 bulan pengembangnya nakal dan tidak urus perpanjangan SLF lagi,” kata Ahok, di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (23/2).
Selain mempublikasi nama-nama pengembang, Pemprov juga akan memasang plang pada bangunan yang belum menunaikan kewajiban atas pembangunan.
“Kami akan tempel bahwa ini pengembang nakal. Biar warga tidak terjebak membeli barang,” katanya.
Sampai saat ini memang belum ada payung hukum yang mengatur sanksi bagi pengembang nakal.
“Kalau mereka tidak mau bayar, kita tidak mau terbitkan SLF,” kata Ahok.
Sementara itu, Wakil Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DMP dan PTSP) DKI Jakarta, Indrastuty Rosari Okita, mengatakan akan mendata terlebih dahulu para pengembang yang belum sampai kini belum memperpanjang SLF.
“Kami akan data dulu. Setelah itu kami sampaikan secara resmi ke Jakarta Smart City,” kata Indrastuty.
Pengembang Nakal
Pengembang nakal biasanya justru berhubungan dengan bank di tingkat kabupaten atau kota yang kecil. Sebagai contoh, warga Perumahan Grand Mutiara Naggerang adalah salah satu korban mencoba mencari titik terang atas permasalahan mereka dengan pengembang. Banyak pembeli perumahan itu rumahnya tak kunjung jadi, bahkan ada juga rumah sudah dihuni namun tak bersertifikat.
Koordinator warga Andi Triatna mengatakan, telah mengirimkan dua kali somasi kepada PT Pratama Mega Konstruksindo.
“Somasi pertama kami kirimkan ada tanggal 25 Oktober 2016 kepada Abdullah Sany selaku Direktur PT Pratama Mega Konstruksindo. Kami kirimkan ke kantor mereka yang beralamat di Jalan Kartini No 80, Pancoranmas, Depok,” kata Andi, di Nanggerang, Tajurhalang, Senin (7/11/2016), kepada Rakyat Merdeka online.
Karena tidak mendapatkan, warga mengganti alamat pengiriman somasi kedua. Tujuannya agar bapak tiga orang putri tersebut mau menyelesaikan permasalahannya. Somasi kedua dikirimkan ke kediaman dan rumah mertua dari Abdullah Sany pada 31 Oktober 2016.
Rencananya warga akan melanjutkan kasus ini ke Bareskrim Polda Metro Jaya.
“Kami juga akan mengirimkan bukti somasi ke Bank BTN cabang Bogor. Jadi kami bisa mendapatkan informasi mengenai keberadaan Abdullah Sany lebih luas. Tapi kalau gak ada etikat baik, berdasarkan keputusan bersama akan kami bawa ke pihak berwenang,” kata Andi.
Kasus sama dialami Fikri Faqih (28), seorang pekerja mediaberanak satu yang membeli rumah seharga Rp 140 juta di Grand Mutiara, Nanggerang, Bojong Gede, Bogor, Jawa Barat. PT Pratama Mega Kontruksindo, pengembang perumahan itu menjanjikan rumah selesai dalam 6 bulan.
Pada April 2016 urusan pembayaran dia selesaikan, rumah yang diidamkannya harusnya sudah terbangun pada September 2016.
“Tapi nasib saya masih terkatung-katung karena pengembang hilang dan tidak dapat dihubungi,” katanya.
Berdasarkan pertemuan warga, yang sudah mengkonfirmasi ke Bank Tabungan Negara cabang Bogor, pengembang sebenarnya sudah memasukkan berkas semua calon pemilik rumah ke institusinya. Namun pengembang kemudian mencabut berkas usai wawancara dengan petugas bank.
Akad antara bank dan pembeli pun tak terjadi. Bank merasa tak perlu bertanggung jawab atas raibnya uang konsumen.
“Kami juga jadi tahu bahwa pengembang itu punya pengacara, tapi bank tak mau membeberkannya,” kata Fakri.
Celakanya, kantor Pratama Mega Konstruksindo tak jelas lagi keberadaannya. Berdasarkan informasi terdapat di salah satu portal online lowongan kerja, pada Juni 2015, kantor pengembang tersebut beralamat di Jalan Raya kartini (Raya Citayam) Ruko No 80, Pancoran Mas-Depok. Namun, setelah ditelusuri, ternyata hanya toko alumunium. Direktur PT Pratama Mega Kontruksindo, Abdullah Sany saat dihubungi telepon genggamnya mati, sempat aktif tetapi tak diangkat.
Dirjen Pembiayaan Perumahan PUPR
Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Maurin Sitorus, terlihat kaget mendengar kasus pengembang nakal masih bermunculan.
“Hal itu sangat kami sesalkan, nggak tahu pengembang itu anggota dari asosiasi atau berdiri sendiri, ini yang masyarakat sering terkecoh. Biasanya pengembang anggota asosiasi tertib,” kata Maurin kepada Merdeka.com.
Martin mendorong konsumen yang tertipu oleh pengembang untuk mengadu via e-mail terdapat dalam website Ditjen Pembiayaan Perumahan.
Eddy Ganefo, Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan Rakyat Seluruh Indonesia (Apersi), mengaku tak pernah menerima laporan terkait pengembang yang melarikan uang konsumen. Menurut Eddy, Pratama Mega Konstruksindo bukanlah anggota asosiasi pengembang spesialis perumahan subsidi tersebut.
“Belum pernah kasus pengembang kabur itu terjadi di Appersi,” kata pemimpin perkumpulan 2.600 pengembang di Tanah Air tersebut saat dihubungi via telepon, kemarin.
Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) Jawa Barat Irfan Firmansyah mengatakan hal serupa. [beritajakarta.com/DAS]