SEBELUMNYA, Wakil Ketua Dewan Masyarakat Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga mengatakan,  seiring adanya implentasi mandatori B20, konsumsi minyak sawit mentah (CPO) semester kedua dapat tumbuh hingga 800 ribu ton dibandingkan konsumsi semester pertama 2018. “Kalau produsen biodiesel agresif bisa sampai sebesar itu,” tutur Sahat di Jakarta, Kamis (30/8).

DMSI memprediksi, konsumsi CPO dalam negeri tahun ini mencapai 7 juta ton. Padahal, DMSI awalnya memprediksi konsumsi biodiesel tumbuh konservatif pada semester kedua, sebesar 300 ribu ton. Tapi, dengan adanya mandatori B20, konsumsi biodiesel diperkirakan meningkat cukup besar.

Penyerapan sawit untuk biodiesel juga diharapkan bisa mengerek harga jual CPO dunia. Jadi, bukan hanya untuk meningkatkan angka konsumsi. “Harga CPO bisa naik sehingga nantinya akan relatif stabil,” kata Sahat.

Hingga kini, PT Pertamina (Persero) belum dapat menerapkan program itu secara penuh. Penyebabnya antara lain terkait pasokan FAME atau minyak nabati..

Diungkapkan Direktur Pemasaran Retail Pertamina Mas’ud Hamid, dari 112 terminal BBM, hanya 60 yang sudah menyalurkan B20. “Lima puluh dua terminal belum ada pasokan FAME dari badan usaha,” tutur Mas’ud dalam rapat dengar pendapat di Komisi VII DPR, Jakarta, Selasa (28/8)

Pertamina memprediksi, dengan adanya kebijakan B20, mulai September hingga Desember 2018 ada tambahan kebutuhan FAME sekitar 383.320 kiloliter untuk pencampuran BBM nonsubsidi. Tambahan FAME untuk BBM subsidi periode November-Desember mencapai 495.457 kiloliter.

Ada 19 perusahaan produsen biodiesel yang telah mendapatkan alokasi pengadaan 940.407 kiloliter biodiesel untuk sektor non-PSO, yang kemudian didistribusikan ke 11 perusahaan retail minyak dan gas. Ke-19 perusahaan itu adalah PT Cemerlang Energi Perkasa (55.397 kiloliter); PT Wilmar Bioenergi Indonesia (131.768 kiloliter); PT Pelita Agung Agrindustri (18.466 kiloliter); PT Ciliandra Perkasa (23.081 kiloliter); PT Darmex Biofuels (23.081 kiloliter); PT Musim Mas (108.946 kiloliter); PT Wilmar Nabati Indonesia (136.867 kiloliter); PT Bayas Biofuels (69.245 kiloliter); PT SMART Tbk. (35.384 kiloliter); PT Tunas Baru Lampung (32.314 kiloliter); PT Multi Nabati Sulawesi (39.106 kiloliter); PT Permata Hijau Palm Oleo (33.515 kiloliter); PT Intibenua Perkasatama (35.546 kiloliter); PT Batara Elok Semesta Terpadu (23.081 kiloliter); PT Dabi Biofuels (33.238 kiloliter); PT Sinarmas Bio Energy (36.580 kiloliter); PT Kutai Refinery Nusantara (33.700 kiloliter); PT Sukajadi Sawit Mekar (32.314 kiloliter), dan; PT LDC Indonesia (38.778 kiloliter). [RAF]