Koran Sulindo – Majelis Ulama Indonesia Sulawesi Selatan menolak hasil ijtima ulama dan tokoh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) yang mencalonkan Prabowo Subianto sebagai calon presiden.
Sebagai payung yang bertugas menjaga kerukunan umat, ulama harus netral dan tak bisa dibawa-bawa ke urusan politik praktis.
“Ulama harus netral. Kita memilih umat dan kita tidak bisa memihak ke salah satu orang. Umat tidak boleh sampai terpecah gara-gara ini,” kata Sekretaris MUI Sulsel, HM Renreng, Kamis (2/8).
Di tahun-tahun politik seperti sekarang ini, kata Renreng lebih lanjut, ulama di Sulsel justru harus mengacu pada nilai-nilai kerukunan.“Apalagi kita ceramah dan menyampaikan hoax. Tidak boleh itu,” kata Renreng.
Terkait penolakan ijtimah GNPF yang ditolak MUI Sulsel itu Gerindra mengaku menghormati pilihan itu.
Anggota Badan Komunikasi DPP Gerindra Andre Rosiade menyebut semua orang memiliki hak menerima dan menolak sebagai bagian dari demokrasi.
“Sebagai partai yang menjunjung tinggi demokrasi itu sah-sah saja. Kami hormati. Itu kan pendapat beliau. Kalau putusan satu organisasi, itu ada sidangnya. Itu kan pribadi beliau. Kalau MUI setahu saya ada sidangnya,” kata Andre, Rabu (2/8).
Berbeda dengan Gerindra, anggota Majelis Syuro PKS Tifatul Sembiring menyebut keikutsertaan partai politik dalam ijtimak GNPF itu tak berarti ulama menjadi anggota partai.
Tifatul menyebut, MUI Sulsel tak bisa melarang-larang ulama memberikan pandangan politik.
Menurutnya, menanyakan calon pemimpin kepada ulama seharusnya dianggap sebagai hal yang baik dan merupakan langkah positif.
“Ini bukan berarti ulamanya otomatis jadi anggota partai, dan jangan larang-larang pula para ulama memberikan pandangan politiknya,” kata Tifatul.
Seperti diketahui, ijtimak ulama merekomendasikan duet Prabowo Subianto dengan Abdul Somad Batubara atau duet Prabowo Subianto-Salim Segaf Al-Jufri. Mereka didapuk ulama untuk maju pada Pilpres 2019.
Namun, penunjukan sebagai calon cawapres itu ditampik Abdul Somad. Melalui akun Instagramnya, @ustadzabdulsomad, ia justru mengunggah poster yang berisi wajah Prabowo Subianto dan Salim Segaf Aljufri.
Dalam poster itu pasangan tersebut disebutnya sebagai ‘DUET MAUT TENTARA-ULAMA Pimpin & Jaga NKRI.’
“Prabowo-Habib Salim pasangan tawazun (seimbang) antara ketegasan tentara dan kelembutan ulama, Jawa non-Jawa, nasionalis-religius, plus barokah darah nabi dalam diri Habib Salim,” tulis Abdul Somad.
Seimbang yang disebutnya itu termasuk mencakup Jawa-non-Jawa, nasionalis-religius dan plus barokah darah Nabi dalam diri Habib Salim.
Ia justru mengatakan ingin fokus di bidang pendidikan dan dakwah dan tetap berkomunikasi dengan Habib Salim atau Prabowo. Ia menyebutnya tetap ingin mejadi suluh di tengah kelam, setetes embun di tengah sahara.
“Setelah Sayyidina Umar bin Khattab wafat, sebagian Sahabat ingin membaiat Abdullah -anak Sayyidina Umar- sebagai pengganti. Beliau menolak lembut, karena bidang pengabdian ada banyak pintu,” tulis Abdul Somad mentamsilkan penolakannya itu.
Saat berada di Semarang, Jawa Tengah, Ustaz Somad telah menyampaikan penolakannya terkait dengan rekomedasi ulama. Dia mengaku sangat menghormati keputusan dalam Ijtima Ulama.
“Doakan Ustaz Somad istiqomah jadi ustaz sampai mati, bahwa ada para ulama ijtima, kiai-kiai, santri-santri, lebih seribu orang memberikan rekomendasi kita hormati,” katanya.[SAE/TGU]