Minim Infrastruktur, Ironi Pertumbuhan Industri Aviasi Kita

Ilustrasi industri aviasi [ Foto: Istimewa]

Koran Sulindo – Tingkat pertumbuhan industri aviasi kita terutama pertumbuhan penumpang dan tingginya jadwal penerbangan tidak seimbang ketersediaan infrastruktur penerbangan. Pemerintah karena itu terus berupaya meningkatkan infrastruktur penerbangan dengan membangun dan memoderninsasi bandar udara.

Pembangunan bandara terutama dilakukan di daerah terpencil sebagai upaya dari pemerataan pembangunan dan mengembangkan perekonomian daerah. Itu sebabnya, sejak 2015 hingga 2016 masif dilakukan pembangunan bandara baru di berbagai wilayah yang salah satunya adalah Bandara Miangas, Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara.

Soal ini, Bayu Sutanto dari Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) mengatakan, meski jumlah penumpang tumbuh, pembukaan rute baru dan peningkatan jadwal penerbangan, industri penerbangan Indonesia masih akan menghadapi beberapa tantangan besar di masa mendatang. Semisal, pemerintah telah membuat kebijakan batas harga tiket untuk melindungi daya beli penumpang.

Akan tetapi, pemerintah seringkali lambat untuk menaikkan harga padahal biaya operasional meningkat karena harga bahan bakar pesawat naik. Situasi demikian, kata Bayu, mengganggu perusahaan maskapai karena harus menanggung kerugian sebab harga tiket pesawat tidak bisa dinaikkan. Selanjutnya, kata Bayu, peningkatan jadwal penerbangan justru menjadi ironi karena keterbatasan kapasitas bandara.

Ketika bandara kesulitan menangani tingginya jadwal penerbangan, maka akan berdampak pada ketidakefisienan, bahkan bisa menimbulkan risiko yang berbahaya. Karena itu, menurut Bayu, pemerintah perlu membentuk sebuah badan penerbangan baru yang bertugas memantau kondisi bandara di seluruh negeri yang antara lain berkaitan dengan tarif, infrastrukturnya, keamanannya dan lain sebagainya.

Kendati demikian, kenyataannya bandara Indonesia merupakan salah satu bandara yang tersibuk di Asia. Bandara Internasional Soekarno-Hatta, misalnya, mencatat jumlah lepas landas dan pendaratan terbanyak di wilayah Asia yang mencapai 72 kejadian per jam atau 1.200 hingga 1.700 kejadian per hari. Jumlah ini jauh di atas rata-rata yang terjadi di Kuala Lumpur, Changi dan Suvarnabhumi yang hanya 868 hingga 971 kejadian per hari.

Pertumbuhan penumpang domestik ini akan terus berlanjut dan kemungkinan mampu menyalip Jepang pada 2018. Tahun lalu, misalnya, jumlah penumpang domestik Jepang mencapai 101,8 juta. Sementara tingkat penumpang domestik Brasil yang mencapai 90,6 juta penumpang itu berada di urutan keenam. Sementara Indonesia dengan merujuk data Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, pangsa pasar penumpang domestik tumbuh sekitar 8 persen pada 2017 atau setara dengan 96,9 juta penumpang. Sementara tahun sebelumnya tingkat pertumbuhan penumpang domestik mencapai 17 persen. [KRG]