Menyusuri Lawang Sewu, Gedung Kolonial yang Diselimuti Aura Misteri

Lawang Sewu. (Foto: Sulindo/Ulfa Nurfauziah)

Di pusat Kota Semarang, berdiri megah sebuah bangunan kolonial bergaya Indische yang telah lama menyita perhatian, tidak hanya karena nilai sejarah dan arsitekturnya, tetapi juga karena kisah-kisah mistis yang menyelubunginya.

Bangunan itu adalah Lawang Sewu, yang secara harfiah berarti “seribu pintu” dalam bahasa Jawa.

Dibangun pada awal abad ke-20 oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS)—perusahaan kereta api Belanda—Lawang Sewu awalnya berfungsi sebagai kantor pusat perkeretaapian.

Namun, perjalanan sejarah yang panjang dan kelam, terutama pada masa pendudukan Jepang, menjadikan bangunan ini lebih dari sekadar warisan kolonial: ia menjadi rumah bagi cerita-cerita misteri yang berkembang dari generasi ke generasi.

Penjara Bawah Tanah dan “Hantu Bawah Tanah”

Salah satu bagian Lawang Sewu yang paling sering disebut dalam cerita-cerita horor adalah penjara bawah tanah. Ruang ini dipercaya dulunya digunakan sebagai tempat penyiksaan tahanan oleh tentara Jepang selama masa Perang Dunia II.

Suasana pengap dan lembap di ruang-ruang sempit yang berada di bawah bangunan utama ini membuat banyak pengunjung merasakan kejanggalan bahkan sebelum mendengar kisah mistisnya.

Beberapa pengunjung melaporkan mengalami pengalaman tak masuk akal. Mereka mengaku melihat sosok bayangan manusia dengan mata hijau menyala yang muncul secara tiba-tiba dan mendekati mereka.

Aura mencekam dan perasaan tidak nyaman kerap muncul tanpa sebab. Tidak sedikit pula yang mengaku mencium bau anyir darah saat berada di ruang bawah tanah, padahal tidak ada sumber bau yang bisa diidentifikasi secara logis.

Yang juga sering diceritakan adalah penampakan sosok tanpa kepala yang muncul di lorong-lorong gelap, atau suara jeritan dan tangisan yang terdengar samar—seolah datang dari masa lalu yang penuh penderitaan.

Pengalaman ini menimbulkan spekulasi bahwa arwah para tahanan yang disiksa masih “bersemayam” di area tersebut, belum mendapatkan ketenangan.

Misteri Sumur Bawah Tanah

Tepat di depan gedung utama Lawang Sewu terdapat sebuah sumur tua bawah tanah yang hingga kini tetap menjadi bagian penting dalam cerita-cerita mistis seputar bangunan ini.

Menurut penuturan masyarakat dan beberapa mantan petugas keamanan, sumur ini dulunya digunakan sebagai tempat penyiksaan sekaligus pembuangan jenazah para tentara Belanda oleh pasukan Jepang.

Kisah yang paling sering terdengar adalah munculnya suara-suara teriakan minta tolong dari dalam sumur pada malam hari, terutama menjelang tengah malam. Meski tidak ada aktivitas apapun yang terdeteksi di area tersebut, suara-suara itu terus menjadi misteri yang belum terpecahkan.

Sumur ini juga diyakini sebagai “portal” yang menghubungkan dunia nyata dengan dunia tak kasat mata, dan beberapa pengunjung yang terlalu lama berada di sekitarnya dikabarkan mengalami kesurupan atau merasakan gangguan fisik secara tiba-tiba.

Penampakan Noni Belanda dan Tentara

Selain sosok bawah tanah, Lawang Sewu juga dikenal dengan penampakan noni Belanda, yakni wanita Eropa dari masa kolonial yang mengenakan pakaian khas zaman itu.

Sosok ini sering terlihat berjalan menyusuri lorong-lorong, terutama di lantai dua gedung utama, atau bahkan berdiri menatap keluar dari jendela besar pada malam hari.

Ada pula laporan mengenai penampakan tentara, baik tentara Jepang maupun Belanda, yang masih “berjaga” di berbagai sudut bangunan. Sosok-sosok ini sering muncul secara sekilas, berdiri diam, lalu menghilang seolah menembus tembok.

Penampakan seperti ini disebut-sebut sebagai bagian dari “memori ruang”, di mana bangunan tertentu menyimpan energi kejadian-kejadian traumatis dari masa lalu.

Mitos Seribu Pintu yang Menyesatkan

Nama Lawang Sewu sering disalahpahami secara harfiah. Meskipun disebut memiliki seribu pintu, jumlah sebenarnya adalah sekitar 429 pintu dan lebih dari 1.200 jendela, banyak di antaranya berukuran besar dan berbentuk menyerupai pintu.

Namun, jumlah tersebut tetap menciptakan ilusi labirin, terutama karena struktur bangunan yang saling terhubung dan berliku-liku.

Kesan “labirin” inilah yang sering disebut membuat orang tersesat secara harfiah maupun spiritual. Beberapa pengunjung mengaku merasa kebingungan arah atau bahkan seperti “dituntun” ke arah yang tidak mereka kenali.

Cerita semacam ini memunculkan mitos bahwa bangunan Lawang Sewu memiliki jalur gaib atau dimensi lain, meski belum ada bukti nyata yang menguatkannya.

Cerita-cerita horor dari Lawang Sewu telah beredar luas hingga menjadi bagian dari budaya populer di Indonesia. Bangunan ini beberapa kali diangkat dalam film horor, di antaranya Lawang Sewu: Dendam Kuntilanak (2007), serta muncul dalam berbagai acara uji nyali di televisi, dokumenter mistis, hingga konten-konten eksplorasi di media sosial.

Kisah-kisah ini semakin mengukuhkan status Lawang Sewu sebagai salah satu destinasi wisata angker paling terkenal di Indonesia. Pemerintah daerah dan pengelola pun menyadari potensi ini, dengan mengemas kunjungan ke Lawang Sewu sebagai pengalaman wisata sejarah sekaligus “uji nyali” yang aman dan terkontrol.

Walau tidak semua cerita mistis di Lawang Sewu dapat diverifikasi secara ilmiah, aura dan atmosfer bangunan ini memang menyimpan beban sejarah yang tidak bisa diabaikan.

Perpaduan antara arsitektur kolonial yang megah, catatan kelam dari masa pendudukan, dan banyaknya saksi pengalaman supranatural menjadikan Lawang Sewu lebih dari sekadar gedung tua—ia adalah simbol dari sejarah yang belum selesai dibicarakan.

Bagi sebagian orang, Lawang Sewu adalah tempat pembelajaran sejarah kolonialisme dan perjuangan, sementara bagi yang lain, ia adalah gerbang menuju dimensi spiritual yang belum sepenuhnya terungkap. [UN]