Koran Sulindo – Ratusan tokoh bersama organisasi masyarakat sipil menolak pelibatan TNI dalam pemberantasan tindak pidana terorisme. Keterlibatan TNI dalam hal itu disebut akan merusak sistem penegakan hukum dan mengancam hak asasi manusia (HAM).
Penolakan para tokoh masyarakat dan organisasi masyarakat sipil ini dibuat dalam petisi. Petisi ini merupakan respons atas revisi Undang Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tahun 2003 yang dalam salah satu pasalnya memuat keterlibatan TNI secara langsung dalam memberantasa terorisme.
Celakanya, rencana tersebut didukung penuh Presiden Joko Widodo yang pada akhir Mei lalu mengatakan perlunya melibatkan TNI dalam memberantasa terorisme. Pernyataan Jokowi ini lalu disusul oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto yang menegaskan, pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme dilakukan secara langsung, bukan di bawah kendali operasi (BKO).
“Sesungguhnya, pelibatan militer dalam mengatasi terorisme sudah diatur dalam UU tentang TNI.
Mengacu pada UU itu, presiden sudah memiliki otoritas dan landasan hukum yang jelas untuk dapat melibatkan militer dalam mengatasi terorisme sepanjang ada keputusan politik negara,” demikian keterangan resmi penolakan pelibatan TNI dengan narahubung Niccolo Attar, peneliti Imparsial pada Jumat (9/6).
Menurut Niccolo, pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme itu dilakukan jika ancaman terorisme secara nyata mengancam kedaulatan dan keutuhan teritorial negara.
Pelibatan militer dalam membantu kepolisian dalam mengatasi terorisme sifatnya hanya perbantuan dan bersifat sementara.
Dengan kata lain, pelibatan militer itu merupakan pilihan terakhir yang dapat digunakan presiden jika seluruh komponen pemerintah lainnya khususnya kepolisian sudah tidak dapat lagi mengatasi aksi terorisme. Dalam praktiknya, selama ini pun TNI juga sudah terlibat dalam mengatasi terorisme sebagaimana terjadi dalam operasi perbantuan militer kepada polisi di Poso.
“Kami memandang alangkah lebih tepat jika pelibatan TNI dalam penanganan terorisme cukup mengacu pada UU TNI. Langkah seharusnya yang lebih tepat dilakukan pemerintah dan DPR adalah segera membentuk aturan tentang tugas perbantuan militer kepada pemerintah sebagai aturan main lebih lanjut,” demikian Niccolo. [KRG]