Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati/kemenkeu.go.id

Koran Sulindo – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tergolong bagus dibandingkan negara-negara lainnya.

“Kalau kita bandingkan dengan emerging country yang relatively big, yang sekelompok misalnya negara-negara G20. Size ekonomi kita besar dan kita hampir open ekonomi, pertumbuhan kita tertinggi ketiga setelah RRT dan India,” kata Menkeu, dalam sebuah acara diskusi di Tjikini Lima, Jakarta, Selasa (22/1/2019), seperti dikutip kemenkeu.go.id.

Menurut Menkeu, Indonesia masih bisa menutup pertumbuhan ekonomi dengan baik diangka sekitar 5,1-5,2 persen dan inflasi sekitar 3,2-3,5 persen.

“Ini di situasi di tengah guncangan terjadi dan sering kita tidak melihat sisi ini, terlebih dalam komunikasi politik. Dari capaian ini, APBN kita ditutup dengan defisit 1,76. Ini sangat baik, kita win and win, artinya kita melewati guncangan, growth terjaga dan APBN kita masih bagus. Ini bagus, karena banyak negara yang growth-nya terkontraksi,” kata Menkeu.

Menurut Sri, pada 2018 lalu ekonomi Indonesia mengalami guncangan terutama dari naiknya suku bunga dolar Amerika Serikat dan perang dagang AS versus China.

“Seluruh dunia terkena imbas. Dalam situasi itu pemerintah dan Bank Indonesia harus menyikapi. Kita harus melakukan tindakan-tindakan untuk mengurangi impor, tapi risikonya pertumbuhan ekonomi tertekan,” katanya.

Diskusi yang dimoderatori akademisi Universitas Indonesia (UI) Imam Prasojo itu juga dihadiri Mantan Menteri Keuangan dan Ekonom UI Chatib Basri.

Menurut Chatib, tahun lalu memang berat bagi ekonomi Indonesia.

“Itu tekanan bunga the Fed dan perang dagang. Kemudian ketidakpastian yang muncul terhadap kebijakan Presiden Trump. 2018 itu berat sekali, seandainya itu fiskalnya agak terlambat dilakukan langkah langkah yang tepat Rupiah kita bisa lebih diatas 15 ribu. Growth kita 2018 bertahan di 5,1-5,2 ini stabil, saya appreciate apa yang dilakukan sama pemerintah dan Bank dunia, silakan cek data-datanya,” kata Chatib.

Chatib optimistis terhadap ekonomi Indonesia yang dinilainya bukan negara miskin dan memiliki potensi yang baik, dibandingkan negara-negara yang memiliki karakteristik hampir sama.

“Kalau pendapatan perkapita dibawah 995 USD itu low income, Indonesia 3800-4000 USD jadi kita antara lower middle dan upper middle country. Kalau dari definisi ini kita bukan negara miskin. Banyak negara yang tumbuh hanya 3 persen sedangkan Indonesia bisa 5 persen, kita melihat masa depan yang cerah,” kata Chatib.

Kelas Menengah

Dalam bagian lain Menkeu mengatakan saat ini lebih dari 50 juta rakyat Indonesia tergolong Kelas Menengah Atas dan 120 juta penduduk merupakan aspiring middle class (Kelas Menengah Harapan) yakni kelompok yang tidak lagi miskin dan menuju kelas menengah yang lebih mapan. Menurut Menkeu, kelas menengah akan memberikan dampak terhadap ekonomi Indonesia, terutama dari sisi permintaan dan gaya hidup.

“Tahun ini mungkin sudah naik mendekati 60 juta dan 2020 dipekirakan 80 juta. Seluruh Malaysia tidak akan sebesar itu, demikian seluruh Asean. Jadi ini akan menjadi penggerak ekonomi Indonesia,” kata Sri.

Bagi Kelas Menengah gaya hidup adalah hal yang penting, dan ini memunculkan pasar.

“Kelas menengah sangat suka gaya hidup yang experience, mencari makanan yang sehat, minuman yang sehat, ini menimbulkan market. Dengan lifetyle seperti itu membentuk market yang luar biasa, kalau ada demand maka supply merespon,” katanya.

Pemerintah mendorong kelas menengah ini terus berkembang.

“Kita ingin kelas menengah growing dan industri kreatif meningkat. Makanya vokasi itu penting, skill itu penting. Saat ini knowledge dan ketrampilan bisa dari internet, tapi pemerintah masih bisa mendorong karena vokasi itu juga masih dibutuhkan untuk pendalaman,” katanya.

Dari segi pajak, pemerintah juga terus menurunkan persentasenya.

“Sebelumnya 1% sekarang pajak UMKM 0,5%. Kemudian usaha usaha kreatif disupport sama Bekraf. Kita juga bisa menggunakan dan Transfer ke Daerah, misalkan space olahraga di daerah, kenapa tidak dibuatkan stadion di daerah menggunakan dana desa, jadi instrumennya sebetulnya banyak. Yang langsung dirasakan seperti program-program dari Bekraf,” kata Menkeu.

Sementara Chatib Basri menekankan potensi kelas menengah menggerakkan ekonomi.

“Yang mendorong perekonomian itu adalah permintaan. Kelas menengah itu sebagai profesional complainer, gak ada yang lebih hebat dari kelas menengah kalau complain. Ini sebetulnya bagus, untuk membuat ibu Sri Mulyani kerja lebih keras. Kelas menengah akan menjadi agent of change, karena dia akan memaksa pemerintah untuk bekerja lebih baik lagi,” katanya.

Menurut Chatib, potensi industri kreatif sejalan dengan gaya hidup kaum tersebut.

“Dengan berkembangnya kelas menengah industri kreatif itu jadi luar biasa. Dari yang namanya niche ke wants. Jadi bukan pakaian yang dipake, tapi harus indah dan menarik. Masa depan industri kreatif ini akan menarik,” kata Chatib. [DAS]