Ilustrasi: Upacara bendera di tambang bawah tanah Freeport/situs web PTFI

Koran Sulindo – Menteri Keuangan Sri Mulyani menjamin penerimaan negara dari PT Freeport Indonesia menjadi lebih besar setelah proses pengalihan saham mayoritas (divestasi) kepada holding industri pertambangan PT Inalum (Persero) tuntas.

“Penerimaan dari sisi perpajakan dan penerimaan bukan pajak lebih besar untuk negara, dengan berapapun nilai dari harga tembaga dan emas,” kata Sri Mulyani, di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi DKI Jakarta, Jumat (21/12/2018) malam, seperti dikutip antaranews.com.

Menurut Menkeu, keseluruhan komponen penerimaan pajak dan bukan pajak akan menggunakan Pasal 169 Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

“Karena kami harus menghitung berdasarkan Pasal 169 UU Pertambangan Mineral dan Batubara untuk menjamin kita mendapatkan pendapatan lebih tinggi, dan untuk Freeport mereka bisa bekerja dengan kepastian kewajiban apa yang mereka harus bayarkan kepada kita,” katanya.

Dengan perubahan harga, menurut Menkeu, kalau dijumlahkan seluruh penerimaan Indonesia baik dalam bentuk pajak penghasilan (PPh) badan, PPh perseorangan, pajak pertambahan nilai (PPN), PBB, pajak air dan tanah, royalti, itu semuanya akan masuk dalam komponen yang secara total lebih banyak,” katanya.

Baca juga: Presiden: Kepemilikan Mayoritas di Freeport Digunakan Sebesar-besarnya untuk Kemakmuran Rakyat

Pemerintah menggunakan sistem pajak nail down atau persentase setiap komponen pajak bersifat tetap untuk menghitung penerimaan negara dari tambang PT Freeport Indonesia.

“Komponennya bisa berbeda-beda. Untuk masing-masing komponen di dalam PPh, kami menggunakan PPh yang sekarang. Berarti mereka mendapatkan pajak korporasi 25 persen, itu lebih kecil dari yang di kontrak karya yang 35 persen namun di-nail down, jadi kalau ada perubahan UU PPh mereka tetap bayar 25 persen,” katanya.

Untuk komponen PPN, skema yang digunakan juga nail down sehingga tidak terpengaruh apabila ada perubahan.

“Karena ini memberikan kepastian mereka untuk tetap memberikan kewajiban penerimaan. Royalti juga menggunakan yang sekarang ini ditetapkan, sehingga mereka akan membayar sesuai tarif sekarang, kalau nanti ada perubahan tarif royalti, tetap ada nail down,” kata Sri Mulyani.

Skema semacam itu mampu memberikan kepastian dalam hal penerimaan kepada negara.

Untuk pajak daerah, Menkeu mengatakan Peraturan Daerah (Perda) Papua mengenai komponen-komponen pajak daerah segera diterbitkan.

Saham Mayoritas di Tangan Indonesia

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengumumkan sebanyak 51,2 persen saham PT Freeport Indonesia sudah beralih menjadi milik ke PT Inalum, dan sudah dibayar lunas hari ini.

“Hari ini merupakan momen bersejarah setelah PT Freeport beroperasi di Indonesia sejak tahun 1973. Kepemilikan mayoritas saham PT Freeport itu akan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” kata Presiden Jokowi,  dalam keterangan pers di ruang kredensial Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (21/12/2018), seperti dikutip setkab.go.id.

Hal-hal yang berhubungan dengan masalah lingkungan, dan yang berkaitan dengan smelter, sesuai laporan yang diterimanya semuanya,  sudah diselesaikan dan disepakati.

“Semuanya sudah komplet dan tinggal bekerja saja,” kata Jokowi.

Mengenai saham, Presiden menjelaskan pemerintah daerah di Papua memperoleh 10 persen dari keseluruhan saham yang ada.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, PT Inalum (Persero) telah membayar 3,85 miliar dollar AS kepada Freeport McMoRan Inc. (FCX) dan Rio Tinto, untuk membeli sebagian saham FCX dan hak partisipasi Rio Tinto di PTFI sehingga kepemilikan INALUM meningkat dari 9,36% menjadi 51,23%.

Kepemilikan 51,23% tersebut terdiri atas 41,23% untuk Inalum dan 10% untuk Pemerintah Daerah Papua. Saham Pemerintah Daerah Papua akan dikelola oleh perusahaan khusus PT Indonesia Papua Metal dan Mineral (IPPM) yang 60% sahamnya akan dimiliki oleh INALUM dan 40% oleh BUMD Papua.

Rilis media Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jumat (21/12/2018) menyatakan dalam saat bersamaan, pemerintah menerbitkan Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK-OP).

Penyerahan itu dilakukan Kementerian ESDM, melalui Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Bambang Gatot Ariyono yang menyerahkannya kepada Direktur Utama PTFI Tony Wenas.

Dengan terbitnya IUPK ini, PTFI akan mendapatkan kepastian hukum dan kepastian berusaha dengan mengantongi perpanjangan masa operasi 2 x 10 tahun hingga 2041, serta mendapatkan jaminan fiskal dan regulasi. PTFI juga diwajibkan membangun pabrik peleburan (smelter) dalam jangka waktu lima tahun. [DAS]