Koran Sulindo – Kehidupan masa muda mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah (periode 1968-1990), AR Fachruddin diangkat dalam sebuah film dengan judul “Meniti 20 Hari”. Pemutaran perdana film ini berlangsung di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Yogya, Sabtu (18/3) malam.
Film Meniti 20 Hari berkisah secuil perjalanan sosok AR Fachruddin dalam dakwahnya dari kota Palembang ke Medan, saat akan menghadiri Kongres Muhammadiyah ke-28 pada tahun 1939. Rozak – panggilan AR Fachruddin kala muda – yang kebetulan ditugasi melatih gerakan kepanduan Hizbul Wathan (HW) di Palembang mendapat telegram agar menghadiri kongres.
Mestinya Rozak bersama 11 anggota HW lainnya naik kapal menuju Medan. Ternyata, ada kabar kapal tak bisa berlabuh akibat cuaca buruk. Halangan ini tak menyurutkan tekad Rozak bersama rekan-rekannya berangkat ke Medan dengan bersepeda meski harus menempuh jarak sekitar 1.300 km.
Selama 20 hari perjalanan inilah Rozak dan kawan-kawan menemui beberapa peristiwa. Diantaranya bertemu dengan harimau, sepeda yang rusak, ada yang tergelincir, sakit dan lain sebagainya. Toh begitu banyak halangan, namun dengan tekad yang kuat akhirnya Rozak bersama rekan-rekannya sampai di Medan tepat saat Kongres dimulai.
“Film ini merupakan film pendidikan karakter bagi kader-kader Muhammadiyah melalui sebuah perjalanan dakwah AR Fachrudin bersama Pandu HW di masa itu,” ungkap Sukriyanto selaku Ketua LSBO PP Muhammadiyah.
Karenanya, lanjut Sukriyanto, film ini layak ditonton oleh generasi muda, utamanya kader Muhammadiyah, mengingat dalam film itu memuat pesan-pesan moral seperti mengedepankan kerja tim, ekspedisi mencari kebenaran dan kebaikan hakiki ataupun petualangan rohani untuk mencapai visi misi yang diinginkan.
Ditambahkan oleh Arimus Barianto, sang sutradara, film Meniti 20 Hari ini menjadi tontonan yang bagus dan menarik bagi semua pihak, khususnya anak muda sekarang. “Mudah-mudahan ini bisa menjadi tontonan yang bagus bagi anak sekarang. Tak hanya petualangan dan tentang HW, di film ini juga menyelipkan romantisme tentunya agar menjadi tontonan yang menarik bagi anak muda,” ujarnya.
Sukriyanto menuturkan, film Meniti 20 Hari ini seratus persen digarap warga Muhammadiyah, baik dari sutradara, produsen hingga para pemainnya. Selama ini, lanjutnya, belum ada film yang 100% buatan kader Muhammadiyah. Misalnya, Laskar Pelangi dibuat oleh Mira Lesmana. Sang Pencerah dibuat oleh Hanung Bramantyo. “Nah kalau ini, 100% semua warga Muhammadiyah,” katanya.
Produser Film Meniti 20 Hari, Andika Prabangkara, menambahkan, salah satu hal yang menarik dari film ini adalah keseluruhan proses produksi asli dari Yogyakarta. “Kalau di waktu sebelumnya semua film diproduksi di Jakarta, kali ini kami lakukan semua di Yogya. Production house nya, studionya, dan sebagian besar proses pembuatannya di Jogja. Sedangkan bintang-bintangnya kita ambil dari Palembang karena lokasi pembuatan film berlatar di Palembang,” jelasnya.
Andika menambahkan, film ini juga tak akan diedarkan lewat gedung-gedung bioskop. Namun dengan cara model layar tancap. Yakni film ini akan diedarkan ke pelosok lewat jaringan Muhammadiyah seperti sekolah-sekolah di bawah jejaring Muhammadiyah.
“Banyak warga yang tak pernah nonton film di gedung bioskop yang berada di kota. Bisa dikatakan hanya 30 persen masyarakat yang nonton di gedung bioskop. Selebihnya, 70 persen tak pernah menonton. Inilah yang kami sasar,” tutur Andika.
“Harga tiketnya juga kami sesuaikan dengan kondisi setempat,” tambah Sukriyanto.
Pada kesempatan itu Sukriyanto menerangkan pula bahwa film ini juga merupakan salah satu upaya Muhammadiyah untuk melakukan reformasi budaya. Saat ini Muhammadiyah tengah melakukan reformasi budaya seni, baik itu seni film, musik atau yang lainnya. Sukriyanto menilai selama ini ada yang tak beres. “Coba lihat saja lagu Balonku itu, hanya meletus satu saja kok galau. Lagu Naik Kereta Api kok mengajarkan maunya gratis. Hal-hal inilah yang akan kami reformasi,” kata Sukriyanto. [YUK]