Putra Mahkota Arab Saudi Mohammad bin Salman menghilang dari penampilan publiknya.

Koran Sulindo –Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi Mohammad bin Salman menghilang setelah insiden tembakan berkepanjangan terdengar di istana kerajaan tengah malam 21 April lalu.

Absennya MBS dari penampilan publiknya selama sebulan memicu spekulasi bahwa penembakan itu adalah upaya kudeta. Pertanyaan adalah apakah MBS terbunuh, terluka atau hanya bersembunyi dari musuh-musuhnya?

Selama ini Pemerintah Saudi mengklaim bahwa rentetan suara tembakan itu ditujukan untuk menjatuhkan pesawat tanpa awak yang terbang terlalu dekat ke dinding istana.

“Itu adalah pesawat mainan kecil yang dikendalikan dari jarak jauh yang masuk ke wilayah udara terbatas dan segera ditembak jatuh,” kata seorang pejabat Saudi beberapa saat setelah insiden itu.

Sementara itu, aktivis Saudi di media sosial mengatakan tembakan itu tidak ada hubungannya dengan pesawat tak berawak, namun merupakan serangan dari sebuah kendaraan bersenjata senapan mesin berat yang menembak secara acak ke istana.

Beberapa sumber yang berafiliasi dengan kelompok oposisi Saudi menyebut penembakan itu memicu ketakutan MBS. Ia melarang seluruh keluarga kerajaan dan pejabat tinggi meninggalkan Saudi.

MBS jelas takut bahwa sepupunya dan mantan putra mahkota, Muhammad bin Nayef, bakal berusaha menggulingkan. dia.

Sejauh ini sumber-sumber resmi Saudi belum merilis foto satupun foto MBS selama tiga minggu terakhir termasuk dalam pertemuan dewan menteri Arab Saudi pada 15 Mei lalu.

MBS juga tak terlihat kamera ketika Menteri Luar Negeri AS yang baru Mike Popmeo melakukan kunjungan perdananya ke Riyadh akhir April silam.

Meski beberapa laporan mengatakan MBS menjadi tuan rumah makan malam dengan Pompeo, justru yang diterbitkan hanya gambar pertemuannya dengan Raja Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud dan Menlu Adel al-Jubeir.

Terbunuh?

Absennya MBS di mata publik itu menyebabkan beberapa media Iran dan Rusia berspekulasi bahwa ia mungkin telah terbunuh. Ia dilaporkan terkena dua peluru selama serangan 21 April dan mungkin benar-benar mati karena tak muncul di depan umum sejak kejadian itu.

Pemimpin redaksi Kayhan, sebuah media yang berbasis di Teheran dalam editorialnya menulis “Setidaknya dua peluru telah menghantam bin Salman pada bentrokan di Riyadh 21 April, bahkan mungkin dia tewas.”

Kayhan mengutip kematian MBS berdasarkan “laporan dinas rahasia yang dikirim ke pejabat senior negara Arab yang tidak disebutkan namanya.”

Kabar itu dibantah sumber pemerintah Saudi di kantor Kementerian Luar Negeri di Inggris, sumber itu menyebut MBS masih hidup dan sehat.

Iran atau Rusia, jelas bakal bersuka cita dengan kematian MBS yang dalam tahun-tahun terakhir terus memicu ketegangan di Timur Tengah akibat kedekatannya dengan Presiden AS Donald Trump.

Apapun yang terjadi pada MBS, putra mahkota berusia 32 tahun itu jelas tak bakal kekurangan musuh di dalam negeri. Setelah menjadi penguasa de fakto, tahun lalu ia mengumpulkan 380 atau lebih orang-orang terkaya Saudi dalam apa yang disebutnya sebagai pemberantasan korupsi.

Beberapa laporan penyiksaan dilaporkan dari orang-orang yang ditahan itu sampai akhirnya mereka setuju menandatangani pengalihan sebagian besar kekayaan mereka kepada negara.

MBS juga jelas tak mungkin menghindari kemarahan ulama-ulama Wahabi karena menabrak tradisi ratusan tahun untuk mempreteli kekuasaan mereka.

Ia telah mencabut larangan mengemudi perempuan, dan, yang paling mengejutkan bagi kaum konservatif adalah kemungkinan menjalin hubungan dengan Israel yang menjadi musuh bersama di Timur Tengah.

Seruan Kudeta

Di lingkungan keluarga Bani Saud, MBS juga tak bakal kekurangan musuh.

Pangeran Khaled bin Farhan, mantan menteri dalam negeri Saudi dan anggota jauh keluarga kerajaan yang tinggal di Jerman sejak 2013 menyerukan agar MBS disingkirkan dari kekuasaan.

Khaled menuding MBS dan ayahnya adalah penyebab menyebabkan kerusakan pada keluarga kerajaan Saudi hingga pada titik di ‘tanpa harapan’.

Seperti dikutip dari Middle East Eye, Senin (21/5) lalu, Khaled meminta Pangeran Ahmed dan Pangeran Muqrin menggunakan pengaruh mereka di kalangan anggota Kerajaan dan militer Saudi untuk melakukan kudeta terhadap Kerajaan Saudi.

Kedua pangeran yang disebut Khaled itu tak lain adalah paman-paman dari MBS. Khaled menyebut perubahan diperlukan untuk menyelamatkan Saudi dari arahan ‘irasional, tak terduga, dan bodoh’.

Ia juga menyebut pembebasan anggota keluarga yang ditangkap atas tuduhan korupsi itu tak pernah benar-benar terjadi.

Menurutnya, orang-orang yang baru dibebaskan itu dipantau dengan dengan alat yang dipasang di kaki dan dilarang pergi ke luar Saudi. “Mereka hidup dalam situasi yang sangat memalukan,” sebutnya.

Pangeran Khaled menyebut operasi penangkapan massal itu memicu banyak kebencian di kalangan keluarga Kerajaan Saudi terhadap MBS sendiri.

“Keluarga merasakannya sebagai pelecehan. Ada banyak kemarahan di dalam keluarga kerajaan,” klaim Pangeran Khaled.(TGU)