Koran Sulindo – Sejak bertemu kali pertama dengan Fidel Castro di Meksiko pada 1955 dan berhasil memenangi Revolusi Kuba pada 1959, Che Guevara tampaknya tidak pernah “mati”. Ia seperti tokoh-tokoh revolusioner dunia lainnya boleh mati secara fisik, namun gagasannya tetap hidup dan jejaknya akan tetap tercatat dalam sejarah dunia.
Ernesto Che Guevara de la Serna, demikian nama lengkapnya. Bukan suatu kebetulan hidupnya berubah sedemikian rupa. Bersama dengan penyakit asma yang menemaninya dalam setiap perjuangan revolusionernya, Che Guevara berubah menjadi seorang pejuang. Semangat juangnya itu telah terlihat sejak kecil ketika melawan asmanya sambil tiduran di dada ayahnya.
Sebuah tulisan berjudul Ernesto Guevara: The man who gave himself menggambarkannya sebagai seorang anak yang tidak rajin ke sekolah. Akan tetapi, ia tetap belajar di rumah. Ia menjadi mandiri dan mampu membuat keputusan. Ia berolahraga dan kuliah di fakultas kedokteran. Ia menulis banyak terutama kisah hidupnya. Mulai latihan olahraga dengan kondisi demam dan ia yang tidak pernah absen atau berhenti bekerja.
Dalam waktu yang lama, Che Guevara kerap mengamati dan juga menderita atas apa yang terjadi di Amerika Latin. Perjalanannya mengelilingi Amerika Latin sangat membantunya dalam menentukan posisi keberpihakannya dan untuk tujuan apa ia mengabdikan pemikiran politiknya.
Che menyaksikan kejatuhan Presiden Guatemala Jacobo Arbenz (1951 hingga 1954) yang digulingkan lewat kudeta dan didanai Badan Pusat Intelijen (CIA). Juga menaruh perhatian tinggi pada revolusi Paraguay dan mengunjungi Bolivia serta negara-negara lain di kawasan Amerika Latin.
Dan suatu siang di Meksiko, 1955 itu, Che bertemu dengan kaum revolusioner Kuba, termasuk Fidel Castro. Mereka berkumpul di sebuah rumah dan tampak beberapa pria meriung di sebuah meja sambil bercakap-cakap. Mereka menunggu kedatangan Fidel. Percakapan mereka tentu saja berkaitan bagaimana cara mencetuskan revolusi dan cara memenanginya.
Setelah setuju ikut mengambil bagian dalam revolusi Kuba, Che bertempur di Sierra Maestra dan menjadi Comandante. Pada waktu itu, ia sudah populer dengan panggilan Che. Juga dikenal sebagai pemimpin revolusioner dengan disiplin yang tinggi.
Dan pada 14 Juni hari ini, 90 tahun setelah kelahirannya, Che tidak hanya menjadi simbol abad ke-20. Ia adalah seorang penulis dengan segala perjalanan dan pengalamannya di Amerika Latin maupun dunia. Ia juga seorang ekonom, politikus, seorang marxis, seorang anak, ayah dan teman. Ia akan selalu dikenang akan ide-ide, keyakinan dan semangat internasionalismenya.
Itu sebabnya, banyak orang membuat puisi dan lagu untuk menghormatinya. Che sosok yang boleh dikatakan tidak mementingkan dirinya, karena seperti yang diucapkan almarhum Eduardo Galeano, wartawan sekaligus penulis asal Uruguay “Ia tidak pernah menyimpan apapun untuk dirinya, juga tidak pernah meminta apapun.”
Che berpikir, hidup adalah memberi dan ia telah memberikan seluruh hidupnya untuk massa rakyat dan kaum tertindas dunia. Feliz cumpleanos Comandante! [KRG]