Pluto hampir memenuhi bingkai pada gambar ini dari pesawat ruang angkasa New Horizons milik NASA yang diambil pada tanggal 13 Juli 2015. (NASA)

Selama lebih dari tujuh dekade, Pluto berdiri kokoh dalam jajaran planet di tata surya kita—sebagai si kecil yang jauh, misterius, dan memesona.

Namun pada tahun 2006, status Pluto mengalami pergeseran dramatis: dari planet kesembilan menjadi “planet katai.” Keputusan yang diambil oleh Persatuan Astronomi Internasional (IAU) ini memicu perdebatan luas, tidak hanya di kalangan ilmuwan, tetapi juga publik yang telah lama menganggap Pluto sebagai bagian tak terpisahkan dari keluarga planet.

Jejak Awal Pluto dan Harapan Akan Planet X

Perjalanan Pluto bermula pada tahun 1930, ketika Clyde Tombaugh, seorang astronom muda Amerika, berhasil menemukan benda langit yang ia dan rekan-rekannya yakini sebagai “Planet X.”

Kala itu, astronom meyakini adanya planet yang belum terlihat di luar orbit Neptunus, sebab orbit Uranus dan Neptunus menunjukkan penyimpangan yang tak bisa dijelaskan dengan data massa yang tersedia saat itu. Tombaugh pun menemukan Pluto, tepat di lokasi yang diperkirakan oleh teori tentang Planet X.

Diberi nama Pluto, sesuai nama dewa dunia bawah dalam mitologi Romawi, objek ini disambut sebagai penemuan besar dan resmi menjadi planet kesembilan.

Namun, keterbatasan teknologi saat itu menyulitkan para ilmuwan untuk mengukur ukuran dan massa Pluto secara akurat. Anggapan umum pun menganggap Pluto sebanding dengan Bumi. Persepsi ini bertahan selama beberapa dekade.

Segalanya mulai berubah pada tahun 1978 ketika Charon—bulan terbesar Pluto—ditemukan. Dengan mempelajari orbit Charon, astronom akhirnya dapat menghitung massa Pluto dengan lebih akurat.

Hasilnya mengejutkan, Pluto ternyata hanya memiliki 0,2% dari massa Bumi, jauh lebih kecil dari yang pernah dibayangkan. Fakta ini menyingkirkan Pluto dari kandidat Planet X, dan kecurigaan pun muncul bahwa benda langit ini bukanlah satu-satunya objek besar di pinggiran tata surya.

Ketidakpastian akan status Pluto semakin mencuat pada tahun 1990-an dan awal 2000-an ketika para astronom mulai menemukan banyak objek lain di Sabuk Kuiper—wilayah tata surya di luar Neptunus yang penuh dengan benda es.

Salah satunya adalah Eris, ditemukan pada tahun 2005, yang bahkan memiliki ukuran lebih besar dari Pluto. Penemuan ini mengundang pertanyaan mendasar: jika Pluto disebut planet, mengapa Eris dan objek-objek lain tidak?

Tanpa definisi resmi tentang “planet,” komunitas astronom menghadapi dilema. Maka pada tahun 2006, IAU menetapkan tiga kriteria baru untuk sebuah benda langit dapat disebut planet:

1. Harus mengorbit Matahari.

2. Harus cukup besar sehingga gravitasinya membuatnya berbentuk bulat.

3. Harus membersihkan jalur orbitnya dari benda lain.

Pluto memenuhi dua kriteria pertama—mengorbit Matahari dan memiliki bentuk bulat. Namun, ia gagal dalam kriteria ketiga. Orbit Pluto berada di wilayah yang penuh dengan objek-objek Sabuk Kuiper lainnya, dan gravitasinya tidak cukup kuat untuk “membersihkan” jalurnya.

Maka, Pluto diklasifikasikan ulang sebagai “planet katai” bersama objek lain seperti Eris, Haumea, dan Makemake.

Meskipun kehilangan status sebagai planet, Pluto tak kehilangan pesonanya sebagai dunia yang unik dan kompleks. Misi New Horizons yang diluncurkan NASA pada tahun 2006 dan melintasi Pluto pada Juli 2015, memberikan pandangan pertama yang dekat tentang permukaan Pluto.

Hasilnya luar biasa: dataran es yang luas, pegunungan yang terbentuk dari es air, dan bukti aktivitas geologis menandakan bahwa Pluto bukanlah benda mati.

Citra yang dihasilkan New Horizons menunjukkan lanskap yang dinamis, termasuk dataran nitrogen yang membeku, lembah, dan bahkan kemungkinan adanya danau es di masa lalu.

Ini membuktikan bahwa meskipun ukurannya kecil dan statusnya sebagai planet telah dicabut, Pluto tetap menjadi subjek penelitian ilmiah yang penting dalam memahami bagaimana sistem tata surya terbentuk dan berevolusi.

Kisah Pluto bukan sekadar tentang penurunan status, melainkan tentang bagaimana ilmu pengetahuan bekerja. Definisi dan klasifikasi ilmiah bukanlah sesuatu yang statis, tetapi berkembang seiring penemuan baru dan pemahaman yang lebih dalam.

Pluto tetap menjadi simbol penting dalam astronomi modern—sebagai pengingat bahwa langit selalu menyimpan kejutan, dan bahwa dalam dunia sains, jawaban hari ini bisa menjadi pertanyaan esok hari. [UN]