Menelusuri Yaodong, Hunian Gua yang Membentuk Peradaban di China Utara

Rumah gua tradisional di Kabupaten Lingshi, Provinsi Shanxi, Tiongkok. Di latar belakang, sebagian dinding kompleks Chongningbu. (Foto: Wikipedia)

Tahukah kamu bahwa di China terdapat hunian yang dibangun menempel pada tebing, menyerupai gua, sesuatu yang bagi banyak orang justru identik dengan tempat gelap dan misterius?

Di wilayah tertentu, bentuk rumah seperti itu bukan hal aneh, melainkan bagian dari tradisi yang telah berlangsung ribuan tahun. Tempat tersebut bernama yaodong. Lantas, seperti apa sebenarnya hunian yang disebut yaodong itu? Dirangkum dari berbagai sumber, mari kita telusuri lebih jauh melalui artikel berikut ini.

Jejak Sejarah Yaodong

Berada di kawasan berbukit Loess Plateau di utara China, rumah-rumah yang menempel pada tanah liat kuning itu telah menghuni lanskap selama ribuan tahun. Masyarakat menyebutnya yaodong, hunian tradisional yang dibentuk dengan menggali lereng bukit atau membangun ruang-ruang bawah tanah dalam sebuah halaman cekung.

Di wilayah dengan tanah loess yang lunak namun stabil, bentuk hunian semacam ini tak hanya mungkin dibuat, tetapi juga menghadirkan kenyamanan yang mungkin sulit ditandingi bangunan modern.

Tradisi membangun yaodong diyakini sudah berlangsung sejak milenium ke-2 SM, seiring munculnya peradaban awal Tiongkok. Sejumlah penelitian mengaitkan perkembangan awalnya dengan masa Dinasti Xia, sekitar empat ribu tahun silam.

Konstruksi hunian gua ini kemudian terus berevolusi dari masa ke masa, terutama ketika Dinasti Han berkuasa antara 206 SM hingga 220 M. Namun, popularitasnya benar-benar mencapai puncak pada era Ming dan Qing. Pada periode inilah yaodong berkembang luas di berbagai wilayah Loess Plateau, menjadi rumah ribuan keluarga petani dan pekerja yang hidup dekat dengan tanah yang mereka olah.

Hingga awal 2000-an, diperkirakan 30 hingga 40 juta orang masih tinggal di rumah gua tersebut. Banyak yang mempertahankannya karena kualitas termal alami yang diberikan bentuknya.

Dengan dinding yang dikelilingi tanah, suhu ruangan cenderung stabil sepanjang tahun. Hangat di musim dingin dan sejuk di musim panas hingga tak banyak memerlukan pemanas atau pendingin tambahan. Efisiensi ini membuat yaodong menjadi contoh awal bangunan rendah energi jauh sebelum konsep eco-house populer.

Tiap wilayah menghadirkan karakter berbeda. Ada yaodong yang dibuat dengan menembus dinding tebing, membentuk lorong-lorong horizontal yang langsung menghadap lembah. Ada pula model sunken courtyard, sebuah lubang besar digali ke dalam tanah sebagai halaman utama, kemudian ruang-ruang hunian dibentuk di sekeliling dindingnya.

Pada daerah yang tanahnya kurang kuat, masyarakat menambahkan kayu atau batu untuk memperkuat struktur, lalu menutup atap dengan tanah sebagai isolasi tambahan. Pilihannya beragam, namun semuanya menunjukkan bagaimana bentuk arsitektur ini selalu menyesuaikan diri dengan kondisi geografis.

Di luar fungsi sebagai tempat tinggal, yaodong memegang peran penting dalam kehidupan sosial masyarakat setempat. Generasi demi generasi tumbuh di lorong-lorong tanah berlapis ini, menjalani kehidupan yang dekat dengan alam dan ritme musiman.

Beberapa kawasan bahkan berkembang menjadi perkampungan gua, sebuah kompleks hunian yang saling terhubung dengan halaman, lorong, hingga ruang pertemuan. Di Yan’an, Shaanxi, yaodong memiliki arti lebih jauh, di sanalah sejumlah pemimpin politik China bermukim dan membangun basis kegiatan selama masa perang.

Meski memiliki banyak keunggulan, yaodong bukan tanpa risiko. Struktur tanah yang menjadi kekuatannya sekaligus membuatnya rentan jika terjadi gempa atau longsor. Riwayat gempa besar di Shaanxi mencatat ribuan rumah gua runtuh, menimbulkan korban dalam jumlah besar.

Selain itu, arus urbanisasi membuat sebagian penghuni lama berpindah ke rumah modern, meninggalkan yaodong yang perlahan menua atau tak terurus.

Namun, identitas hunian ini belum hilang. Beberapa wilayah mulai memugar yaodong lama sebagai bagian dari pelestarian budaya, ada pula yang mengadaptasinya menjadi penginapan wisata atau model rumah ramah lingkungan.

Fasilitas modern seperti listrik, air, hingga kamar mandi disisipkan tanpa mengubah karakter arsitektur dasarnya. Upaya semacam ini tak hanya mempertahankan sejarah, tetapi juga membuka jalan bagi pemanfaatan yaodong sebagai inspirasi desain di era berkelanjutan.

Dari tempat tinggal petani ribuan tahun lalu hingga objek wisata dan studi arsitektur modern, rumah gua tradisional ini terus mengingatkan bahwa keberlanjutan sering kali berawal dari kebijaksanaan lokal yang sederhana, namun bertahan sepanjang waktu. [UN]