Koran Sulindo – Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM awalnya enggan berterus terang mengenai pencegahan Ketua DPR Setya Novanto ke luar negeri. Padahal, informasi tersebut sudah beredar di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (10/4) malam.
Memang pencegahan terhadap Novanto tidak dilakukan secara terbuka. Menurut sumber merdeka.com yang telah memberitakan pencegahan Novanto sejak kemarin malam menyebutkan itu dilakukan secara diam-diam. Permintaan diam-diam itu karena berbagai pertimbangan walau sang sumber tak mau menjelaskan maksudnya itu.
Informasi mengenai pencegahan Setya Novanto ke luar negeri baru terang benderang setelah Dirjen Imigrasi Ronny F. Sompie mengakui hal tersebut. Pencegahan terhadap Novanto yang juga Ketua Umum Partai Golkar akan berlaku selama enam bulan ke depan.
Ronnie tidak mau menjelaskan mengapa Novanto dicegah berpergian ke luar negeri dan juga soal statusnya dalam kasus korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP). Soal itu, ia menyarankan agar menanyakannya kepada penyidik KPK. Nama Novanto memang berada di pusaran utama kasus korupsi e-KTP yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun itu.
Novel Disiram
Setelah merebaknya informasi pencegahan terhadap Novanto, pada Selasa (11/4) subuh penyidik KPK Novel Baswedan justru disiram dengan air keras oleh dua orang yang tidak dikenal di Masjid Al Ihsan, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Novel memang dikenal sebagai penyidik yang seringkali membongkar kasus-kasus mega-korupsi antara lain e-KTP. Memang belum diketahui apakah ada hubungan antara penyiraman tersebut dengan kasus-kasus yang ditangani Novel terutama korupsi e-KTP.
Novel mendapat siraman air keras setelah menunaikan salat subuh di masjid dekat rumahnya. Mendapat serangan begitu, Novel segera dilarikan oleh warga sekitar masjid ke Rumah Sakit Mitra Keluarga Kepala Gading untuk mendapatkan perawatan.
Keadaannya berangsur pulih. Ia sudah bisa berbicara lancar. Karena air keras itu mengenai matanya, maka Novel segera dilarikan ke Rumah Sakit Jakarta Eye Center. Sementara ini, Novel merasakan penglihatannya masih terganggu.
Kepolisian disebut telah memeriksa dan mengumpulkan barang bukti penyerangan air keras terhadap Novel. Sejumlah saksi juga sudah diperiksa. Akan tetapi, walau Novel sudah menjadi korban, kepolisian belum akan memberikan perlindungan khusus kepada pimpinan dan penyidik KPK.
Sebelum peristiwa ini, Novel memang sudah mencurigai ada orang yang kerap membuntutinya. Bahkan ia telah memiliki foto orang yang dicurigai membuntutinya itu. Sesungguhnya Novel kerap menerima teror dari orang-orang yang tidak dikenal. Imam Masjid Al Ihsan Abdurrahim Hasan memiliki cerita soal itu.
Ia acapkali mendapati orang-orang mencurigakan datang ke kawasan tersebut. Dan itu diduga sangat terkait dengan pekerjaan Novel sebagai penyidik KPK. Novel, sebut Abdurrahim, pernah dua kali diduga ditabrak secara sengaja dengan sepeda motor dan mobil. Kemudian, Novel juga kerap dibuntuti orang yang tak dikenal.
Berdasarkan kamera pemindai (CCTV), penabrakan terhadap Novel memang tampak seperti sengaja. Ketika bertemu dengan Novel pada Minggu (9/4) malam, Abdurrahim sempat berbincang-bincang dengannya. Dalam kesempatan itu, Novel menyampaikan merasa ada orang yang membuntutinya.
Dalam dakwaan terhadap kedua orang terdakwa yakni Irman dan Sugiharto, mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyebutkan Nvanto sebagai turut serta dalam kasus korupsi proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun itu. Novanto disebut menerima komisi dari proyek tersebut sekitar Rp 574 miliar. Sebagai Ketua Fraksi Golkar ketika itu, Novanto bertugas mengatur dan menggolkan anggaran proyek senilia Rp 5,9 triliun.
Kendati disebut turut serta dalam kasus korupsi e-KTP, Novanto acap membantah tudingan tersebut. Dakwaan jaksa disebut tidak benar. Ia menolak disebut sebagai pengatur proyek itu. [KRG]