Memetik Hikmah di Masjid Hagia Sophia

Emir Moeis, Pendiri dan Pemimpin Umum Koran Suluh Indonesia, di depan Masjid Hagia Sophia.

Koran Sulindo – Bulan Agustus 2017 lalu, dalam perjalanan pulang dari Moskow-Rusia, transit di Istanbul, Turki, saya memperpanjang masa transit menjadi dua hari. Dalam kesempatan itu, saya berkeliling untuk melihat sejarah Istanbul atau Konstantinopel sebagai pusat kebudayaan Barat dan kristiani yang ditaklukkan kesultanan Islam.

Tentu saja saya menyempatkan diri untuk  mengunjungi Masjid Hagia Sophia (yang dalam bahasa Turki disebut Aya Sofya). Saya berjalan kaki cukup jauh untuk ukuran badan tambun seperti saya. Namun, semua itu tidak saya rasakan karena niat saya untuk mengetahui dan berdoa di dalam masjid besar tersebut, yang sebelumnya adalah gereja.

Begitu melewati pintu masjid, saya langsung tertegun melihat sebuah relief yang berisi Hadis Nabi Muhammad S.A.W. Dalam hadis tersebut dikatakan, “Istanbul atau Konstantinopel pasti suatu saat akan kita taklukkan. Segala berkah akan tercurahkan kepada panglima yang telah menaklukkan dan berkah akan didapatkan pula kepada pasukan yang mendukung diri panglima itu.”

Dalam keadaan tertegun membaca teks pada relief itu serta-merta muncul rasa kagum saya kepada Rasulullah S.A.W. Betapa hebatnya beliau.

Beliau mengatakan itu pada tahun 600-an Masehi (beliau lahir tahun 571 Masehi) dan Konstatinopel jatuh ke tangan kesultanan Islam pada tahun 1453 Masehi. Jadi, beliau sudah bisa melihat apa yang akan terjadi kurang-lebih 800 tahun ke depan. Allahu Akbar!

Saya melangkah ke dalam masjid. Sungguh sebuah masjid yang besar. Walau tak semewah Masjid Istiqlal di Jakarta, tetap saja Masjid Hagia Sophia luar biasa dan penuh makna sejarah. Saya solat, lalu mengirim doa untuk orang tua saya serta mengirim salam dan solawat kepada junjungan saya sebagai muslim, Nabi Besar Muhammad S.A.W.

Selesai solat, saya melihat ke atas. Di atas dekat mihrab ada relief besar, berwarna dasar hitam dengan huruf berwarna emas. Sebelah kanan bertulisan “Allah”, sedangkan sebelah kirinya bertulisan “Muhammad”. Yang membuat saya takjub, di antara kedua relief itu, di tengah-tengahnya, ada lukisan Bunda Maria sedang memangku putranya, Isa Al Masih.

Langsung saya berkesimpulan, alangkah tingginya toleransi umat Islam terhadap junjungan umat nasrani. Tidak ada perusakan, perubahan, tidak ada penggantian lukisan-lukisan yang ada di situ.

Sebagai orang politik, langsung saja saya berpikir, kenapa sebagian dari bangsa kita, 500 tahun setelah penaklukan Konstatinopel tersebut, malah menjadi kehilangan sikap toleran terhadap orang lain, seperti bangsa barbar saja. Menurut hemat saya, adalah tugas para ulama dan umara kita untuk mengembalikan sifat toleran umat Islam sebagaimana saya melihat di dalam Masjid Hagia Sophia itu. [Emir Moeis, Pendiri/Pemimpin Umum Koran Suluh Indonesia]