Koran Sulindo – Cawapres nomor urut 01 KH. Ma’ruf Amin angkat bicara menanggapi doa yang dipanjatkan anggota BPN Neno Warisman. Menurutnya, doa tersebut tak layak dipanjatkan karena kondisi Indonesia tak dalam keadaan perang.
Kiai Ma’ruf menyimpulkan doa Neno mirip dengan doa yang dipanjatkan saat perang Badar. Ketika itu, umat Muslim bertempur habis-habisan karena kalah jumlah dengan kaum kafir. Ia menilai Piplres berbeda dari perang Badar.
“Pilpres kok disamakan dengan perang badar. Perang badar itu antara Islam dan kafir. Itu perang hidup mati membela agama. Pilpres itu cari pemimpin terbaik. Pilpres tak sama dengan Perang Badar,” kata Kiai Ma’ruf saat menghadiri Istiqosah dan Shalawat Kubro di Lapangan Dipati Ewangga Windusengkahan, Kuningan, Jawa Barat, Selasa (26/2/2019).
Mustasyar PBNU itu menyayangkan pernyataan Neno yang mengklaim kelompoknya paling Islam. Sedangkan kelompok Jokowi-Ma’ruf dianggap lawan umat Muslim alias kafir. Menurutnya hal ini sungguh tidak etis.
“Mereka menisbahkan kelompok mereka Islam dan kelompok Jokowi-Amin sebagai kafir. Doa itu tak layak dan tidak pantas,” tegasnya.
Ia berharap emosi masyarakat tak terpancing akibat doa Neno. Sebab ia khawatir doa Neno menimbulkan gejolak masyarakat.
“Jangan sampai masyarakat terprovokasi, mudah-mudahan doanya (Neno) tidak mabrur. Kalau sekarang doanya tepat minta Pilpres aman Insya Allah doanya dikabul,” tuturnya.
Sebelumnya, pada Malam Munajat 212 (21/2), Neno membaca puisi yang meminta kemenangan dalam pilpres. Neno memenggal puisi Nabi Muhammad saat Perang Badar melawan pasukan Quraisy di Mekah.
Kemandirian Pangan
Kiai Ma’ruf juga menemui sejumlah perwakilan ulama se-kabupaten Kuningan. Dalam pertemuan itu, Kiai membahas secara khusus kemandirian pangan.
Kiai Ma’ruf tiba di ruang pertemuan langsung disambut hangat para ulama. Mereka datang dari berbagai wilayah guna menemui langsung sekaligus menyimak pesan Kiai Ma’ruf. Tampak hadir juga anggota Dewan Pengarah TKN Jokowi-Ma’ruf Amin, Agung Laksono menghadiri pertemuan.
“Soal pangan di negara kita ke depan bisa diupayakan lebih baik, karena jenisnya banyak tidak hanya nasi saja yang jadi makanan pokok,” kata Ma’ruf pada para ulama.
Ma’ruf menyampaikan Indonesia merupakan negara kaya sumber daya alam. Berbagai macam tanaman pangan tersedia di Indonesia. Misalnya padi, singkong dan sagu. Namun ia menyayangkan mayoritas warga Indonesia amat bergantung pada padi.
“Yang makan sagu paling hanya di Indonesia timur. Mayoritas cuma makan nasi, sayang sekali loh dengan limpahan pangan kita,” ujarnya.
Ia turut menyoroti perlunya perbaikan sektor pertanian. Khususnya pembinaan para petani tanaman pangan. Sebab, hal itu akan berdampak pada meningkatnya kualitas pangan yang dihasilkan.
“Walau ada singkong, tapi kadang kualitasnya kurang bagus, petani kita perlu dibina supaya hasil pertaniannya juga bagus,” kata Ma’ruf. [CHA]