Koran Sulindo – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar dibebaskan Kamis (10/11) ini. Antasari dinyatakan bebas bersyarat setelah menjalani setengah masa pidana dari total vonis 18 tahun penjara.
Sekeluar dari penjara Antasari memekikkan kata merdeka.
“Syukur Alhamdulillah, merdeka, merdeka, merdeka!” kata Antasari dalam jumpa pers di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang, Kamis (10/11).
Ia mengatakan secara fisik telah menjalani masa penahanan selama 7 tahun 6 bulan. Bila dijumlah dengan remisi, totalnya jadi 12 tahun. Artinya dia telah menjalani 2/3 masa hukuman sehingga bisa bebas bersyarat.
Namun ia bersikukuh tidak melakukan tindakan seperti yang divonis hakim.
“Saya masuk penjara karena ada putusan pengadilan yang meminta saya harus menjalani ini. Tapi, bukan karena perbuatan yang didakwakan,” kata Antasari.
Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang, Banten, Arpan, mengatakan Antasari ingin mencium cucunya saat pertama kali meninggalkan ruang tahanan dengan status bebas bersyarat.
“Saat beliau keluar, yang paling utama dan pertama adalah beliau ingin jumpa dan mencium cucu, kemudian keluarga, istri dan anaknya,” kata Arpan.
Antasari masih berkewajiban melakukan wajib lapor sampai masa hukuman pidananya habis pada 2022.
Ida Laksmiwati, istri Antasari, mengatakan seluruh keluarga hari ini ikut menjemput.
Setelah keluar dari dalam penjara, ia langsung menuju rumahnya di Tangerang Selatan dan menggelar syukuran.
Antasari mendapatkan remisi karena dua faktor yakni administratif dan substansif. Untuk administratif, Antasari telah memenuhi sebagian masa tahanan dari jumlah hukuman 18 tahun penjara. Sedangkan untuk urusan substansif, ia dinilai memiliki kelakuan yang baik dan tak pernah memiliki catatan buruk selama di dalam tahanan maupun dalam proses menjalani asimilasi.
Antasari sudah menjalani tes kesehatan pada awal pekan ini dan dinyatakan sehat.
Satu tahun jelang kebebasannya ini, Antasari diharuskan menjalani proses asimilasi dengan melakukan pekerjaan di sebuah kantor notaris. Mantan jaksa itu digaji sebesar Rp 3 juta per bulan. Uang gajinya itu langsung disetor ke negara.
Kemenkumham
Pada Juli 2015, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mencari celah agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat memberikan grasi kepada Antasari Azhar tanpa melanggar undang-undang.
Menkumham Yasonna Laoly mengatakan sedang melakukan kajian terkait landasan konstitusional pemberian grasi kepada Antasari Azhar. Antasari baru mengajukan grasi tiga tahun setelah memperoleh putusan pengadilan dengan kekuatan hukum tetap.
Yasonna mengatakan pemberian grasi merupakan hak preogratif Presiden Jokowi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Hal yang sama berlaku untuk pemberian amnesti, abolisi, dan pengangkatan duta besar Indonesia untuk negara sahabat.
Jangka waktu pengajuan grasi baru diatur dalam UU No. 5/2010 tentang Perubahan Terhadap UU No. 22/2002 tentang Grasi. Dalam Pasal 7 ayat (2) beleid tersebut, permohonan diajukan paling lama dalam jangka waktu satu tahun sejak putusan memperoleh kekuatah hukum tetap.
Antasari mengajukan grasi setelah permohonan peninjauan kembalinya ditolak oleh Mahkamah Agung pada 2011. Grasi yang diajukan Antasari dianggap tidak sesuai dengan UU No. 5/2010 karena diajukan tiga tahun setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Bebasnya Antasari banyak diperbincangkan di Twitter.
Latar Belakang
Kasus Antasari bermula ketika Direktur Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen tewas ditembak di dalam mobil pada 14 Maret 2009 usai bermain Golf di Modernland.
Pada 4 Mei 2009, Antasari ditetapkan sebagai tersangka karena terbongkarnya pertemuan Antasari dengan Rani Juliani di Hotel Grand Mahakam Jaksel.
Pada 11 Februari 2010, Antasari divonis 18 hahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Atas putusan itu, Antasari mengajukan banding namun ditolak.
Antasari sempat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, tapi Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperkuat hukuman yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Antasari juga pernah mengajukan kasasi dan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Namun, kedua upaya hukum itu dimentahkan oleh MA.
Akhirnya Antasari mengajukan uji materi ke MK pada tahun 2014 tentang pasal 268 ayat 3 KUHAP yang mengatur pengajuan PK hanya sekali. MK pun mengabulkan permohonan Antasari dan proses pengajuan PK boleh dilakukan terpidana lebih dari satu kali.
Tetapi, MA melalui surat edaran Nomor 7 Tahun 2014, mengesampingkan putusan MK itu dan tetap menyatakan PK hanya bisa dilakukan sekali.
Kemudian, Antasari menempuh upaya hukum luar biasa melalui grasi kepada Presiden Jokowi pada 2015 namun belum ada jawaban.
Pada 14 Agustus 2015, Antasari menjalani asimilasi setelah menjalani setengah masa pidana. Setelah mendapatkan remisi 53 bulan 20 hari, Antasari pada tanggal 10 November 2016 dinyatakan bebas bersyarat. [DAS]