Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri penuhi Undangan Khusus Presiden Aljazair [Foto: rmol.co]

Para pejuang kemerdekaan Aljazair terinspirasi pemikiran Bung Karno. Kunjungan Megawati Soekarnoputri ke Aljazair disambut hangat rakyat negeri itu.

Koran Sulindo – Turun dari pesawat Megawati Soekarnoputri terlihat segar. Kamis pekan lalu, sekitar pukul 10.30 waktu setempat, pesawat yang membawa Presiden Kelima RI itu dan rombongan  mendarat di  Bandar Udara Houari Boumediene, Aljir. Hari itu Megawati memenuhi undangan khusus Presiden Aljazair, Abdelaziz Bouteflika.

Sambutan tuan rumah juga sangat hangat. Sebuah upacara kenegaraan, berupa dentuman meriam dan pemeriksaan pasukan, digelar pemerintah Aljazair di bandara.
Yang menjemput Megawati dan rombongan adalah Ketua Senat Aljazair yang juga orang nomor dua di Aljazair, Abdulkader Bensalah.

Dari bandara, Megawati dan Abdulkader Bensalah langsung menuju Taman Makam Pahlawan El Alia, melakukan peletakan karangan bunga untuk menghormati para pahlawan kemerdekaan Aljazair. Hari selanjutnya, Megawati meresmikan gedung Opera Boualem Bessaih, setelah itu dilanjutkan dengan pertemuan empat mata Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Aljazair. Pada malam harinya dilanjutkan dengan makan malam kenegaraan di Wisma Negara Aljazair.

Kunjungan Megawati Soekarnoputri itu juga merupakan dukungan terkait Arsip Gerakan Non Blok (GNB); KTT Non Blok pertama tahun 1961 sebagai Warisan Budaya Dunia. Indonesia, melalui Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), bersama empat negara lainnya (Serbia, Aljazair, Srilanka, dan India) sedanga giat mengajukan arsip Gerakan Non Blok (GNB) sebagai Memory of the World ke UNESCO. Keempat negara itu merupakan tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) GNB pada 1961-1992, yang dinilai juga memiliki arsip dan dokumentasi mengenai acara tersebut.

Penghormatan kenegaraan terhadap Megawati Soekarnoputri itu tidak terlepas dari jasa-jasa Soekarno, Presiden pertama RI, yang mendorong dilaksanakannya Konferensi Asia Afrika di Bandung, tahun 1955.  Indonesia, dibawah pemerintahan Presiden Soekarno, juga mendorong kemerdekaan Aljazair, tak lama setelah Konferensi Asia Afrika.

Para bapak bangsa Aljazair, seperti Ahmad Ben Bella dan Houri Houmadeine, sangat mengagumi pemikiran dan sikap politik Soekarno. Dalam memperjuangkan kemerdekan bangsanya, bisa dikatakan mereka terinspirasi Bung Karno.

Aljazair adalah sebuah negara yang terletak di Afrika Utara. Dalam sejarahnya, negeri ini pernah dijajah berbagai bangsa—Romawi, Suku Vandal dari Spanyol, Kekaisaran Bizantium, dan Turki Ustmani.

Di tahun 1830, bangsa Prancis mulai berdatangan, dan sedikit demi sedikit mereka bergerak ke perdalaman, mengalahkan suku Berber yang menduduki sebagian wilayah Aljazair, juga menakhlukan Suku Tuareg di Sahara. Perancis kemudian menyatukan Aljazair di bawah satu kekuasaan, dan menjadikannya salah satu bagian dari Prancis. Revolusi.

Sepanjang abad yang lalu, orang Prancis dan orang Spanyol serta orang dari berbagai negara Eropa lainnya banyak bermukim di Aljazair. Mereka mengambil alih sepertiga wilayah Aljazair yang baik untuk ditanami dan mendapat bantuan keuangan dari Eropa. Para pemukim ini hidup seperti negara di dalam negara. Mereka mengurus kepentingan sendiri, begitu pula rakyat mengurus kepentingannya sendiri. Selama beberapa tahun sejak Aljazair resmi menjadi bagian Prancis, dan bukan merupakan tanah jajahan, rakyat Aljazair meminta untuk diperlakukan sebagaimana layaknya orang Prancis, yaitu dengan persamaan hak dan kesempatan.

Rakyat Aljazair lalu menyadari bahwa untuk mendapatkan hak-haknya mereka harus mempergunakan kekuatan. Pada 1 November 1954, suatu organisasi yang dikenal sebagai Front Pembebasan Nasional (FLN) melancarkan perjuangan kemerdekaan. Tentara Prancis tidak mampu memadamkan pemberontakan, tetapi Prancis baru berunding dengan para pembrontak pada tahun 1960 setelah Jenderal Charles de Gaulle menduduki kursi kepresidenan sebagai Presiden Republik Prancis yang kelima.

Tanggal 1 juli 1962 diadakan sebuah Referendum di Aljazair untuk mendukung kemerdekaan bagi Aljazair. Dua hari kemudian, 3 Juli 1962, de Gaulle memproklamirkan negara merdeka Aljazair. Sejak kemerdekaan Aljazair itu, berbagai kelompok saling bejuang untuk menguasai negara baru ini. Salah seorang pemimpin  kelompok itu, Ahmad ben Bella, mampu untuk menyatukan berbagai kelompok ini. Dia terpilih menjadi presiden Aljazair yang pertama pada tahun 1963.

Pada tahun yang sama, sebuah kontitusi juga disetujui. Konstitusi itu menyatakan bahwa presiden dipilih untuk masa jabatan 5 tahun dan juga menyatakan tentang badan legislatif tunggal, yaitu Dewan Nasional. Pada tahun 1964,  Ben Bella dipilih sebagai sekretaris Jenderal FLN (Front Pembebasan Nasional), yaitu satu-satunya partai politik di Aljazair. Ben Bella merupakan tokoh yang populer, tetapi banyak juga yang tidak setuju dengan berbagai kebikannya.

Pada tahun 1965, tentara menggulingkan Ben Bella dan Kolonel Houari Boumedienne mengambil alih kepresidenan dan mendapatkan pemerintahan di bawah kekuasaan 26 anggota Dewan Revolusi. Tujuan utama Boumedienne adalah untuk mendirikan kelembagaan negara yang kuat untuk menggantikan kekuasaan tunggal Ben Bella. Pada tahun 1967, suatu pemilihan dengan beberapa calon dilangsungankan untuk pertama kalinya untuk memilih para wakil dewan daerah. Pada tahun 1976, sebuah konstitusi baru disetujui dengan presiden bertugas sebagai kepala negara dan kehidupannya Dewan Nasional. Presiden dan para anggota Dewan Nasional memangku jabatannya selama 6 tahun. Boumedienne, satu-satunya calon dipilih sebagai presiden dalam pemilihan di bawah konstitusi baru ini. Dia juga menduduki posisi perdana menteri.

Kini dibawah pemerintahan Presiden Abdelaziz Bouteflika, konsolidasi demokrasi di Aljazair sudah semakin solid. Kunjungan Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri ke negeri itu diharapkan makin mempererat hubngan kedua negara di segala bidang. (Irwan Akbarsyah/IH)