Koran Sulindo – Seorang bayi perempuan berumur delapan bulan dilaporkan tewas akibat gas air mata yang ditembakkan oleh tentara Israel.

Bayi tersebut, Layla Anwar, menjadi korban tewas ke-60 di Gaza. Semula para dokter telah berusaha menyelamatkan nyawa Lila, namun upaya mereka tidak berhasil.

Layla kini berada di sebuah rumah sakit di Gaza dan sedang dipersiapkan untuk dimakamkan.

Heyam Omar, nenek Layla menyebut tembakan gas terjadi di salah satu tenda demonstran yang berlokasi beberapa ratus meter dari perbatasan Gaza.

“Kami berada di kamp tenda di timur Gaza ketika Israel menembakkan banyak gas air mata,” kata Heyam Omar.

“Tiba-tiba putra saya menangis pada saya, Layla menangis dan menjerit. Saya membawanya lebih jauh,” kata dia. “Ketika kami kembali ke rumah, bayi itu berhenti menangis dan saya pikir dia tertidur.”

Kementerian Kesehatan Hamas menyebut selain 60 korban tewas 1.360 warga Palestina terluka oleh tembakan, termasuk 130 yang berada dalam kondisi serius atau kritis. Secara keseluruhan mereka yang terluka oleh bentrokan jumlahnya mencapai 2.771.

Lebih dari 40.000 warga Palestina turun jalanan di Gaza untuk menentang pembukaan Kedutaan AS di Yerusalem. AS memindahkan kedutaan dari Tel Aviv ke Yerusalem atas perintah Presiden AS Donald Trump.

Demo besar-besaran tersebut juga merupakan peringatan Hari Nakba memperingati 70 tahun ribuan warga Palestina terusir dari tanah mereka yang diduduki Israel.

Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengumumkan tiga hari berkabung nasional atas kematian puluhan warganya oleh pasukan Israel.

Otoritas Palestina menganggap tewasnya puluhan korban Gaza itu sebagai pembantaian.

Sejak awal April, ribuan orang-orang Palestina berkumpul di sepanjang pagar yang memisahkan Jalur Gaza dari bagian lain Palestina sebagai bagian protes “The Great March of Return” yang tengah berlangsung.

Mereka berhadapan dengan tentara dan penembak jitu Israel yang disebar sepanjang perbatasan.

“The Great March of Return” adalah pernyataan paling berani dari orang-orang di Gaza untuk kembali ke tanah dan rumah mereka. Gerakan itu menjadi sangat penting karena mengingatkan dunia yang melupakan bahwa mereka ada.

Hari Nabka diperingati dengan melakukan pawai damai di sepanjang 28 mil perbatasan Israel dengan beberapa diantaranya berniat mencegah beraksinya penembak jitu Israel dengan membuat penghalang asap dan pantulan cermin.

Hari Bencana merujuk peristiwa berdirinya negara Israel pada 17 Mei 1948 yang secara brutal ditandai dengan pemindahan paksa tiga perempat juta warga Palestina oleh milisi Israel.

Selain mengutuk pembukaan Kedutaan Besar AS di Yerusalem, Indonesia juga mengecam keras pembunuhan pemrotes Palestina oleh tentara Israel.

“Pemerintah dan bangsa Indonesia sangat terluka dan menyampaikan duka mendalam atas jatuhnya korban sipil termasuk anak-anak Palestina yang sedang berdemo di perbatasan antara Gaza-Israel,” tulis Kementerian Luar Negeri RI di situs resminya, Selasa (15/5).

“Indonesia mengecam keras aksi kekerasan yang berlebihan dan penembakan yang dilakukan tentara Israel kepada warga sipil Palestina.”

Indonesia  juga mendesak Dewan Keamanan PBB segera bersidang untuk mengambil langkah dan melakukan investigasi internasional secara independen, agar semua pelaku bertanggung jawab atas tindakan kekerasan terhadap warga Palestina tersebut. (TGU)