Mahfud M.D.: Ada Gerakan Terorganisasi untuk Kacaukan Pemilu 2019

Dialog Kebangsaan I Gerakan Suluh Kebangsaan di Stasiun Merak, 18 Februari 2019.

Koran Sulindo – “Ada gerakan-gerakan yang memang tujuannya mengacau, misalnya produsen-produsen hoaks yang selalu memproduksi berita-berita yang salah, bohong, dan meresahkan, sehingga menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemilu,” demikian diungkapkan Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan, Mahfud M.D., pada dialog kebangsaan dengan tema “Merawat Patriotisme, Progresivitas, dan Kemajuan Bangsa” di Stasiun Tugu, Yogyakarta, 19 Februari 2019, seperti dikutip Antara

Diduga Mahfud, gerakan yang memproduksi hoaks tersebut dilakukan secara terorganisasi, yang tujuannya memang hanya mengacau. Karena, walau telah berkali-kali diluruskan, informasi bohong tetap disebarkan kepada masyarakat.

“Meskipun sudah dibenarkan itu dikeluarkan terus, sehingga rakyat kecil lama-lama mulai percaya,” ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

Contohnya informasi soal Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dikabarkan sudah didikte atau telah menjadi alat dari kelompok politik tertentu. “Itu buktinya apa? KPU menurut saya sekarang independen dan KPU bukan alat pemerintah, tetapi alat kekuatan politik. Wong KPU yang membuat DPR. Misalnya, lagi ada hoaks tentang tujuh kontainer surat suara yang dicoblos, kan sudah jelas itu tidak mungkin, tetapi terus dikembangkan,” kata Mahfud.

Contoh lain adalah adanya kabar yang menyebutkan bahwa Calon Wakil Presiden Ma’ruf Amin hanya dimanfaatkan untuk mendulang suara dan sebentar lagi akan digantikan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Padahal, menurut Mahfud, sudah jelas, sesuai Undang-Undang Pemilihan Umum, penggantian calon presiden dan wakil presiden tidak diperbolehkan. Calon yang mengundurkan diri akan dihukum lima tahun penjara disertai denda Rp 50 miliar.

“Partai yang menarik pencalonannya juga hukumannya enam tahun penjara, dengan denda Rp 100 miliar. Misalnya dianggap berhalangan tetap tidak bisa karena, di undang-undang, 60 hari sebelum pemungutan suara tidak boleh ada penggantian meskipun berhalangan tetap,” tuturnya.

Tak berhenti di sana, lanjutnya, muncul juga hoaks yang mengatakan, setelah Ma’ruf Amin menjadi wakil presiden akan digantikan oleh Ahok. Dijelaskan Mahfud, itu tidak akan terjadi karena di dalam Undang-Undang Pemilu sudah jelas diatur, yang boleh menjadi presiden dan wakil presiden adalah orang yang tidak pernah dihukum penjara lima tahun atau lebih.

“Nah, itu sudah dijelaskan, tetapi masih dikembangkan terus. Ini artinya ada produsennya, ada yang memproduk untuk membuat keresahan masyarakat terus-menerus sehingga pemilu dirasa tidak kredibel,” ungkap Mahfud.

YANG juga menjadi pembicara dalam acara tersebut adalah Wakil Sekretaris Jenderal Gerakan Suluh Kebangsaan Alissa Wahid. Ia mengatakan, sekarang ini banyak politisi menunggangi isu agama untuk kepentingan elektablitas dalam Pemilu 2019. Para politisi itu juga tak takut memainkan isu primordial lain sebagai bahan bakar mesin pendulang suara.

“Saya meyakini para politisi itu tahu betul apa yang bisa menggerakkan orang dan yang bisa menggerakkan orang adalah sentimen primordial, termasuk isu agama,” kata putr Gus Dur itu.

Sebenarnya, lanjutnya, wajar saja isu agama diseret ke ranah politik. Miisalnya Resolusi Jihad yang diinisiasi pendiri Nahdlatul Ulama, K.H. Hasyim Asy’ari, pada awal-awal kemerdekaan dulu. Ini adalah produk politik kebangsaan untuk menyelamatkan negara dari penindasan penjajah.

“Namun, yang terjadi sekarang, ‘kamu berjihad demi agama karena itu pilih saya’. Ini yang parah,” ujarnya.

Mengapa masyarakat gampang dipolitisasi dengan isu agama? Menurut Alissa, penyebabnya adalah pendidikan politik yang masih rendah. “Seolah, pemilu itu hidup-mati, padahal kan tidak,” katanya.

Dialog kebangsaan merupakan bagian dari program “Jelajah Kebangsaan” yang diselenggarakan Gerakan Suluh Kebangsaan. Program ini dilaksanakan di sembilan stasiun kereta api di Jawa, mulai dari Merak di Banten sampai Banyuwangi di Jawa Timur. “Jelajah Kebangsaan”  dilaksanakan mulai 18 Februari 2019 sampai 22 Februari 2019.

Pada acara di Stasiun Tugu-Yogyakarta itu, dialog kebangsaan tersebut dihadiri antara lain oleh Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi, Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga-Yogyakarta K.H. Malik Madan, sejumlah budayawan, dan tokoh lintas agama. “Jelajah Kebangsaan” di Stasiun Tugu Yogyakarta ini merupakan seri kelima dari acara serupa yang telah diselenggarakan. Sebelumnya diadakan di Stasiun Merak, Gambir, Cirebon, dan Purwokerto.

Dalam dialog itu, K.H. Malik Madani mengingatkan, menjadi kewajiban semua warga Indonesia untuk merawat patriotisme, menjaga progresivitas, dan menjaga keutuhan bangsa ini. “Sebagai bentuk rasa syukur,” ujarnya.

Diingatkan pula agar masyarakat menghindari gesekan pada tahun politik ini. “Ini tahun politik, di berbagai media massa, terutama media sosial, gesekan antar-anak bangsa semakin terasa, apalagi setelah debat kemarin. Upaya mengingatkan pentingnya merawat NKRI ini sesuatu yang tidak bisa ditawar lagi,” tutur K.H. Malik Madani.

MENURUT Mahfud M.D., Gerakan Suluh Kebangsaan berawal dari gagasan dirinya dengan Alissa Wahid, Beny Susetyo, dan Ajar Budi Kuncoro yang prihatin dengan maraknya potensi perpecahan dari komponen bangsa. Potensi itu antara lain semakin maraknya politk identitas sehingga orang/kelompok menyerang orang/kelompok lain tapi sama-sama mengklaim sebagai penjaga identitas primordial yang sama.

“Melihat situasi itu, kami memandang perlu adanya sebuah gerakan bersama untuk lebih mengedepankan dialog, menjunjung tinggi kebersamaan, dan menghargai kebhinnekaan dalam bingkai NKRI. Kami akan mendorong kebebasan menentukan pilihan secara demokratis tanpa bermusuhan. Kontestasi politik harus diartikan sebagai kepentingan bersama untuk mencari yang terbaik, bukan dilakukan sebagai zero sum game. Itulah gagasan kami terkait Gerakan Suluh Kebangsaan,” kata Mahfud.

Sebelum menggelar dialog kebangsaan di sembilan stasiun tersebut, Gerakan Suluh Kebangsaan juga telah menyelanggarakan bermacam kegiatan. Misalnya sarasehan kebangsaan bersama para tokoh dan media lokal di Yogyakarta pada 9 Januari 2019 lalu, di Surabaya pada 16 Januari, di Makassar pada 24 Januari, di Medan pada 9 Februari 2019, dan di Lombok pada 12 Februari 2019. Sarasehan ini juga akan digelar di berbagai provinsi lain.

“Gerakan Suluh Kebangsaan diharapkan memperkuat rasa nasionalisme, memperkukuh persatuan dan kesatuan untuk kejayaan Indonesia,” ujar Mahfud. [PUR]