Koran Sulindo – Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad memastikan dirinya tidak anti-Tiongkok setelah membatalkan beberapa proyek yang disepakati bersama pemerintah sebelumnya. Karena kebijakannya itu, ia lalu dituduh sebagai tokoh yang pro-Jepang.
Menjawab tuduhan itu, Mahathir memastikan, pemerintahannya justru kerap mendukung Tiongkok dalam berbagai hubungan internasional selama ini. Karena itu, ia memastikan menjadi “sahabat” dari Tiongkok.
“Saya justru kerap membela Tiongkok, bahkan dalam sebuah forum internasional di Jepang. Saya ditanya tentang sikap saya terhadap Tiongkok. Tentu saja Malaysia punya hubungan baik dan bersahabat dengan Tiongkok,” kata Mahathir dalam wawancara dengan Sin Chew Daily seperti dikutip Straits Times pada Kamis (3/1).
Dikatakan Mahathir, hubungan baik Malaysia dan Tiongkok telah terjalin ketika negaranya masih dalam jajahan Portugis. Tiongkok bahkan tidak pernah menjajah Malaysia walau warga Tionghoa banyak di Malaysia. Karena fakta ini, Mahathir lantas bertanya “Siapa yang perlu ditakuti, Tiongkok atau Eropa?”
Mengenai pembatalan proyek Kereta Api Pantai Timur senilai US$ 20 miliar dan pipa gas alam Sabah dan Malaka, menurut Mahathir, itu bukan karena pemerintahnya anti-Tiongkok. Akan tetapi, pemerintahannya mewarisi masalah keuangan yang serius ketika ditinggalkan Najib Razak. Kepada Tiongkok, Mahathir menyampaikan bahwa pemerintahnya tidak sanggup membiayai proyek-proyek tersebut.
Untuk menunjukkan bahwa pemerintahnya tidak anti-Tiongkok, Mahathir menegaskan akan mengunjungi Tiongkok lagi pada 2019. Bahkan untuk mempererat hubungan kedua negara, Malaysia menerima hadiah berupa panda bernama Xing Xing dan Liang Liang. Kedua panda itu akan dikirim kembali ke negara asalnya sesuai dengan tanggal yang sudah disepakati sebelumnya.
Panda tersebut dinilai punya arti diplomatik bagi hubungan antara kedua negara. Apalagi hadiah panda itu diberikan Tiongkok ketika kedua negara memperingati 40 tahun hubungan bilateral kedua negara.
Kembali kepada proyek kereta api, Mahathir memastikan pihaknya setuju untuk melanjutkan proyek dalam skala yang lebih kecil. Itu yang sedang dinegosiasikan dengan Tiongkok. Namun, kedua belah pihak belum mencapai kesepakatan.
Sebelum berkuasa, mantan Perdana Menteri Najib Razak telah menyepakati berbagai megaproyek dengan Tiongkok melalui skema utang dan kontrak yang merugikan Malaysia. Setelah berkuasa, Mahathir mulai meninjau ulang proyek-proyek itu. Namun, berdasarkan kontrak kesepakatan tidak bisa dibatalkan secara sepihak kecuali pemerintah Malaysia bersedia membayar sejumlah kompensasi kepada Tiongkok.
Ia juga menegaskan, pemerintahannya kini menunjukkan kemajuan ketimbang pemerintahan di bawah Najib. Namun, kemajuan-kemajuan itu belum mampu membiayai semua pembangunan di seluruh negeri. Itu sebabnya, perkembangan pembangunan menjadi terkesan lamban. [KRG]