DITEGASKAN LAGI oleh perdana menteri berusia 93 tahun itu, dunia sesungguhnya melihat ketidakadilan dan penindasan terhadap Palestina yang dilakukan Israel. Namun, Israel bahkan tidak dikritik oleh orang-orang yang berbicara banyak tentang kebebasan dari penindasan dan supremasi hukum. Karena, Israel sepertinya diistimewakan.
“Kalau ada yang mengkritik Israel atau ‘holocaust’, ia langsung dilabeli anti-Semit. Implikasinya, dia dianggap tidak manusiawi atau tidak bermoral. Namun, tidak berperikemanusiaannya Israel yang terang-terangan malah tidak dikutuk,” ujarnya.
Malaysia, lanjutnya, bukan anti-Yahudi atau anti-Semit. Apalagi, orang Arab juga orang Semitik. Namun, Malaysia berhak mengutuk perilaku tidak manusiawi dan menindas di mana pun dan oleh siapa pun. “Kami telah mengutuk orang-orang Myanmar atas perlakuan mereka terhadap Rohingya. Kami telah mengkritik banyak negara dan orang-orang karena tindakan tidak manusiawi,” kata Mahathir.
Dikatakan pula oleh Mahathir, Malaysia melarang dua atlet Israel, sedangkan Amerika Serikat melarang para warga dari lima negara Islam. Bahkan, Amerika Serikat berencana membangun tembok melawan Amerika Selatan. “Hongaria, Polandia, dan Republik Ceko melarang pengungsi. Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban menyebut pengungsi Suriah sebagai ‘penjajah Muslim’,” ungkapnya.
Tak lupa Mahathir mengatakan sekali lagi, Malaysia tidak mengakui Israel dan tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Dengan demikian, Malaysia juga tidak mengizinkan warga Malaysia untuk mengunjungi Israel. Begitu pula sebaliknya. “Kami tidak mengizinkan warga Israel untuk mengunjungi Malaysia,” kata Mahathir.
Malaysia, katanya lagi, memiliki hak untuk melarang orang Israel masuk ke negaranya. “Ketika dunia mengutuk kita untuk ini, kita memiliki hak untuk mengatakan bahwa dunia sedang munafik! Pembicaraan mereka tentang hak asasi manusia dan supremasi hukum adalah kata-kata kosong,” ujarnya.
Mahathir pun mengimbau negara mana pun dan siapa pun yang bersimpati kepada Palestina untuk menyuarakan kecaman mereka. “Terorisme bukanlah jawabannya. Diperlukan strategi yang tepat untuk mewujudkan keadilan bagi Palestina,” tuturnya.